BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar belakang masalahBangsa Indonesia adalah bangsa yang tersebar dari Sabang sampai Merauke ini, terdiri dari bermacam suku bangsa, budaya, ras dan agama. Disebut juga masyarakat majemuk atau multikultur. Kondisi masyarakat seperti ini jika berjalan serasi dan harmonis akan menciptakan integrasi sosial. Jika tidak, terjadilah disintegrasi sosial atau konflik sosial. Pengaruh kemajemukan masyarakat yang perlu diperhatikan karena dapat menimbulkan konflik sosial adalah munculnya sikap primordial (primordialisme) yang berlebihan dan stereotip etnik.
Indonesia dikenal dengan kemajemukan masyarakat,
baik dari sisi etnisitas maupun budaya serta agama dan kepercayaannya.
Kemajemukan juga menjangkau pada tingkat kesejahteraan ekonomi, pandangan
politik serta kewilayahan, yang semua itu sesungguhnya memiliki arti dan peran
strategis bagi masyarakat Indonesia. Meski demikian, secara bersamaan
kemajemukan masyarakat itu juga bersifat dilematis dalam kerangka penggalian,
pengelo1aan, serta pengembangan potensi bagi bangsa Indonesia untuk menapaki
jenjang masa depannya.
Kemajemukan
masyarakat Indonesia dapat berpotensi membantu bangsa Indonesia untuk maju dan
berkembang bersama. Sebaliknya, jika kemajemukan masyarakat tersebut tidak
dikelola dengan baik, maka akan menyuburkan berbagai prasangka negatif (negative
stereotyping) antar individu dan kelompok masyarakat yang akhirnya dapat
merenggangkan ikatan solidaritas sosial.
B. Rumusan Masalah
1. Bagaimana Lingkungan Fisik dan Hubungannya dengan
Kehidupan ?
2. Bagaimana Aspek Fisik Wilayah ?
3. Bagaimana Aspek Manusia ?
4. Bagaimana kemajemukan masyarakat di
Indonesia ?
5. Bagaimana pengaruh kemajemukan masyarakat di
Indonesia ?
6. Bagaimana ketergantungan Indonesia pada negara
asing ?
C. Tujuan
1. Mengetahui tentang Lingkungan Fisik dan
Hubungannya dengan Kehidupan
2. Mengetahui tentang Aspek Fisik Wilayah
3. Mengetahui tentang Aspek Manusia
4. Mengetahui tentang kemajemukan masyarakat di
Indonesia
BAB II
PEMBAHASAN
Aspek fisik wilayah Nusantara sangat besar
pengaruhnya terhadap perumusan kebijakan nasional (bidang politik), misalnya
perjuangan Provinsi Kepulauan, pengelolaan pulau-pulau kecil terluar, penataan
ruang wilayah laut-pesisir-DAS terpadu, pengelolaan wilayah pesisir terpadu dan
sebagainya. Anda tentu sudah mengenal pola kehidupan masyarakat lahan basah
(padi sawah), masyarakat bahari (maritim), masyarakat wilayah pesisir,
masyarakat lahan kering dan sebagainya. Selain itu, Anda akan mengenal
keanekaragaman sumberdaya alam. Hal tersebut menunjukkan bahwa pengetahuan
aspek fisik wilayah perlu dipelajari dalam Kajian IPS.
Wilayah Indonesia sering terjadi bencana alam, seperti gempa bumi tektonik,
letusan gunung api, banjir, tanah longsor, kekeringan, intrusi air laut di
beberapa kota dan sebagainya yang banyak menimbulkan masalah dalam masyarakat.
Dengan pengetahuan ini Anda dapat melakukan mitigasi sejumlah bencana alam
tersebut, guna mengurangi korban jiwa, kerugian harta benda, kerusakan
lingkungan dan sebagainya.Setting wilayah perlu diketahui, dalam
rangka mitigasi bencana alam antara lain melalui kebijakan penataan ruang
wilayah, dan peningkatan sumberdaya manusia. Dalam aspek fisik wilayah,
diuraikan topologi, geologi, geomorfologi, pedologi, klimatologi, hidrologi,
biogeografi dan oseanografi Indonesia.
2.2. Aspek Fisik Wilayah
a. Topologi
Aspek topologi meliputi letak, luas, batas, dan
bentuk fisik wilayah. Aspek ini terkait dengan kehidupan sosial, ekonomi,
budaya, dan politik dan sistem pertahanan dan keamanan. Secara astronomis,
wilayah Indonesia terletak pada 6º LU-11º LS dan 95º BT-141º BT. Berdasarkan
posisi busurnya, wilayah Indonesia berada di belahan timur, sedangkan
berdasarkan posisi lintangnya, sebagian besarnya berada di belahan bumi
selatan. Jarak ujung Barat hingga ujung Timur 5.120 kilometer, ujung utara
hingga ujung selatan 1.760 kilometer (1º bujur atau lintang di Khatulistiwa
besarnya ± 111 km). Apabila diperhatikan pada Peta NKRI, batas paling utara 6º
LU tepat melewati Pulau Weh (Provinsi Nangroe Aceh Darussalam), batas paling
Selatan 11º LS tepat melewati Pulau Rote (Provinsi Nusa Tenggara Timur), batas
sebelah barat 95º BT melewati Pulau Breueh (Provinsi Nangroe Aceh Darussalam),
dan batas sebelah timur 141º BT melewati Merauke (Provinsi Papua). Hal lain
dari posisi tersebut, yaitu pengaruh terhadap iklim Indonesia. Indonesia
beriklim musim, ditandai angin musim barat dan angin musim timur, yang
menimbulkan musim hujan dan musim kemarau. Iklim semacam sesuai untuk tumbuhnya
keanekaragaman tetumbuhan. Indonesia merupakan pertemuan tiga deretan
pegunungan di dunia. Pertama, deretan pegunungan Alpen-Banda atau
Pegunungan Mediteran. Deretan pegunungan ini terbentang dari pegunungan Alpen
di Eropa Barat melalui Pegunungan Himalaya, Arakan Yoma di Birma, Kepulauan
Andaman, Sumatera, Jawa, Bali, Lombok, Sumbawa, Flores, Wetar, Damar, dan
berakhir di Laut Banda. Kedua, deretan pegunungan Asia Timur.
Pegunungan ini merupakan bagian dari Pegunungan Lingkar Pasifik, yang bermula
di Pegunungan Andes di Amerika Selatan, melalui Pegunungn Rockies di Amerika
Utara, Alaska, melingkari Samudera Pasifik hingga ke Jepang dan terus ke selatan.
Deretan Pegunungan Asia Timur terbentang dari Jepang, Taiwan, Filipina,
kemudian bercabang di Kalimantan (Pegunungan Muller dan Schwaner) dan Sulawesi
(sepanjang Sulawesi Utara). Ketiga, deretan Pegunungan Lingkar
Australia. Pegunungan ini terbentang dari Selandia Baru, melalui Pulau
Kaledonia di sebelah timur Australia, bagian utara Papua Nugini dan Papua,
berakhir di Pulau Halmahera.
b. Geologi
Dunia telah terwujud sejak 4.500 tahun silam.
Namun kepulauan Indonesia
seperti
bentuknya sekarang, baru terwujud kurang lebih 500.000 juta tahun yang lalu,
setelah zaman es terakhir. Pada waktu itu Pulau Sumatera, Jawa, Kalimantan
masih menjadi satu dengan Asia, dan Pulau Papua menjadi satu dengan daratan
Australia. Setelah zaman es itu berakhir, es meleleh secara banyak di kedua
kutub bumi. Permukaan air laut di seluruh dunia naik kurang lebih 60 meter.
Sebagian daratan Asia bagian tenggara seakan-akan tenggelam dan terbentuklah
Pulau Sumatera, Jawa dan Kalimantan. Sebagaian benua Australia bagian utara
juga seakan-akan tenggelam dan terbentuklah Pulau Papua dan pulau-pulau
sekitarnya. Ditengahtengah, antara kedua kelompok pulau yang baru terbentuk
itu, terdapat Pulau Sulawesi, Kepulauan Maluku dan Kepulauan Nusa Tenggara.
Pulau-pulau ini telah terwujud sebelumnya dan tidak merupakan bagian dari
daratan Asia maupun Australia. Rangkaian pulau-pulau dari Sumatera hingga ke
Papua sekarang menjadi Kepulauan Indonesia.
c. Geomorfologi
Kajian mengenai bentuk lahan (landform)
pembentuk muka bumi, baik di
atas
maupun di bawah paras laut dan difokuskan pada genesis dan perkembangannya pada
masa akan datang serta konteksnya dengan lingkungan, dinamakan geomorfologi
(Verstappen, 1983). Wilayah darat Nusantara terdiri dari
keanekaragaman
bentuklahan seperti bentuklahan struktural (pegunungan, perbukitan, bukit),
bentuklahan vulkanik, bentuklahan denudasional, bentuklahan fluvial,
bentuklahan pelarutan (karst). Wilayah pesisir ada bentuklahan biogen (hutan
mangrove, terumbu karang, dsb.). Keanekaragaman bentuklahan tersebut terbentuk
karena adanya (1) proses endogenik, proses yang mekanisme kejadiannya berasal
dari pelepasan energi yang terakumulasi dalam bumi produk interaksi
antarlempeng litosfer; (2) proses eksogenik, proses yang mekanisme kejadiannya
berasal dari luar bumi produk interaksi komponen geosfer; (3) proses biogenik,
proses yang mekanisme kejadiannya berasal dari aktivitas hewan dan tumbuhan;
(4) proses antropogenik, proses pembentukan bentuklahan akibat aktivitas
manusia.
Bentuk
lahan struktural di Indonesia berupa keanekaragaman pegunungan,
dan
perbukitan.
Deretan
pegunungan Nusantara meliputi:
1.
Deretan Pegunungan Sunda, yaitu deretan pegunungan yang berjajar dari
Pulau Sumatera, Jawa, Bali,
Nusa Tenggara, Maluku Selatan dan berakhir di Pulau Banda
2.
Deretan pegunungan Sahul atau Sirkum Australia, yaitu deretan pegunungan yang
berjajar dari Australia, ujung timur Pulau Papua, masuk melalui bagian tengah
Papua
dengan puncak tertinggi Jayawijaya.
3.
Deretan pegunungan Sangihe, yaitu deretan pegunungan yang membujur dari
Kepulauan Sangihe (Sulawesi Utara), masuk ke Minahasa, Teluk Gorontalo (dengan
Gunung Una-Una yang sering meletus) hingga ke Sulawesi Selatan.
4.
Deretan Pegunungan Halmahera, yaitu deretan pegunungan yang berderet mulai dari
Pulau Talaud, Pulau Maju dan Tifor di Maluku Utara, masuk ke Halmahera. Serta
ke Kepulauan Halmahera.
d. Pedologi
dan Edapologi
Kajian mengenai proses-proses pembentukan
tanah beserta faktor-faktorpembentuknya, klasifikasi tanah, survei tanah, dan
cara-cara pengamatan tanah dilapang, dinamakan pedologi. .
Apabila tanah dipelajari dalam hubungannya dengan pertumbuhan tanamann
disebut edapologi. Tanah merupakan tubuh alam, sebagai materi,
dan sebagai faktor produksi. Sebagai tubuh alam, tanah dibentuk oleh
prosesproses dan faktor-faktor pembentuk tertentu. Sebagai bahan atau materi
tanah memiliki sifat-sifat tertentu (sifat fisika, sifat kimia, dan sifat
biologi). Kepulauan Indonesia yang berada di sekitar Khatulistiwa mempunyai
iklim Khatulistiwa atau iklim tropis yang panas dan lembab. Udara yang bergerak
arah horizontal atau hampir horizontal dari daerah yang bertekanan udara tinggi
ke daerah bertekanan udara rendah, dinamakan angin. Angin yang mempengaruhi iklim
Indonesia adalah angin musim.
Berdasarkan faktor letak dan sifat Kepulauan,
maka iklim Indonesia mempunyai
empat
sifat dasar (Sandy, 1985):
1.
Suhu udara rata-rata tahunan tinggi, akibat letak Indonesia dekat Khatulistiwa
2.
Angin yang mempengaruhi iklim Indonesia adalah angin musim yang
membawa musim hujan dan musim kemarau , sebagai akibat perbedaan
tekanan udara di benua Asia dan Australia;
3.
Bebas dari hembusan angin topan, karena Kepulauan Indonesia sebagain terbesar
terletak tidak lebih dari 10º LU atau 10º LS
4.
Kadar kelembaban udara senantiasa tinggi, karena wilayah Indonesia berbentuk
Kepulauan,
laut menyebabkan tidak adanya perbedaan suhu yang ekstrim.
e. Hidrologi
Hidrologi mempelajari seluk beluk air,
kejadian dan distribusinya, sifat alami, dan sifat kimiawinya, serta reaksinya
terhadap kebutuhan manusia dan makhluk hidup lainnya (Sri Harto, 1993). Aliran
air tawar atau payau yang mengalir melalui terusan alami yang kedua pinggirnya
dibatasi oleh tanggul-tanggul alam selanjutnya bermuara di laut, danau atau
saluran lainnya, dinamakan sungai. Sedangkan, sebuah kawasan yang dibatasi oleh
pemisah topografik (punggung bukit) yang menampung, menyimpan, dan mengalirkan
curah hujan yang jatuh di atasnya ke sungai utama yang bermuara di danau, atau
laut, dinamakan daerah aliran sungai, disingkat DAS. Cekungan luas di daratan
yang kemudian digenangi air, dinamakan danau. Air danau umumnya berasal dari
air hujan atau airtanah. Danau-danau di Indonesia terbentuk karena kegiatan
gunung api, gerakan tektonik, dan dibuat manusia.
f. Oseanografi
Oseanografi
memfokuskan diri dalam kajian aspek geologi, fisika, kimia, dan biologi
kelautan. Paparan Sunda merupakan paparan benua dengan luas 1,8 juta km²,
paparan terluas di dunia. Paparan ini menghubungkan pulau-pulau Jawa,
Kalimantan, dan Sumatera dengan daratan Asia, dan meliputi antara lain Laut
Cina, Teluk Thailand, selat Malaka dan Laut Jawa. Suhu air laut pada permukaan
perairan laut di Indonesia umumnya berkisar antara 28º-31º C. Pada lokasi
umbalan (upwelling) misalnya di Laut Banda suhu air permukan bisa turun
sampai 25º C. Suhu dekat pantai biasanya sedikit lebih tinggi daripada didaerah
lepas pantai. Pada goba (lagoon) yang dangkal atau dikobakan air yang
terperangkap karena air surut, terjadi suhu panas disiang hari, kadang-kadang
dapat mencapai lebih dari 35°C. suhu air cukup panas tentu bisa dijumpai
didepan pelimbahan industri atau pembangkit listrik yang membuang bekas air
pendinginnya ke laut. Di depan intalasi LNG Bontang ( Kaltim ), bisa keluar
kelaut lidah air dengan suhu sekitar 37°C. Sebaran suhu secara vertikal
diperairan laut Indonesia terdiri dari lapisan hangat, lapisan termoklin, dan
lapisan dingin. Tinggi gelombang rerata di perairan laut Indonesia berkisar
antara 1,5 – 2,5 meter (Susanto, 1987). Gelombang setinggi ini sudah dapat
dimanfaatkan sebagai sumber energi pembangkit listrik tenaga gelombang.
Gelombang
di perairanIndonesia dapat berupa :
1) seas, gelombang
yang timbul karena gerakan angin, masih dipengaruhi oleh
angina
di daerah pembentukannya dengan bentuk yang tidak teratur, panjang
dan
periode gelombang bervariasi;
2) Swell, gelombang
laut yang telah keluar dari daerah pembentukannya, tidak
dipengaruhi
oleh angin, panjang gelombangnya lebih panjang daripada seas dan
sifatnya
lebih teratur;
3) Tsunami, yang
terjadi karena gempa tektonik, lahan lahan longsor, dan letusan
gunung
api laut, dengan panjang gelombang sangat panjang bisa mencapai
ratusan
kilometer, dan dan periode gelombangnya sangat lama, nilai tinggi
gelombang
lebih tinggi dari gelombang terdahulu, dengan kecepatan perjam
bisa
mencapai 800 km/jam, serta tinggi gelombang meningkat setelah mencapai
daerah
pantai; dan
4) Gelombang
pasang surut, yang terjadi pada saat surut air laut.
2.3 Aspek Manusia
a. Kependudukan
Menurut sensus penduduk tahun 1990 jumlah penduduk
indonesia sebanyak 179.321.641 jiwa, meningkat menjadi 203.456.005 jiwa pada
sensus penduduk 2000. Pertumbuhan rata-rata per tahun penduduk Indonesia selama
periode 1990-2000 adalah 1,61%, kemudian periode 2000-2005 turun menjadi 1,40%.
Diproyeksikan periode 2005-2010 pertumbuhan penduduk Indonesia akan turun
menjadi 1,07 persen dan 2010-2020 akan turun lagi menjadi 0,68 persen.
Penurunan pertumbuhan penduduk dalam dasawarsa terakhir berkaitan dengan
penurunan angka fertilitas, maka terjadinya penurunan mortalitas di Indonesia
tidak akan memberikan dampak pada pertumbuhan penduduk.
Persebaran
dan kepadatan penduduk secara pasial tidak merata dan tidak sama. Kosentrasi
penduduk hingga saat ini masih dipulau Jawa. Hal ini terkait dengan aspek fisik
wilayah, ekonomi, dan politik. Kepadatan penduduk Pulau Jawa tahun 2000 adalah
904 orang per kilometer persegi. Kepadatan penduduk yang tinggi akan
berpengaruh terhadap lingkungan sosial, misalnya akan menimbulkan kesulitan memenuhi
kebutuhan hidup, terjadinya kerawanan sosial, lunturnya nilai-nilai sosial,
munculnya masalah-masalah pendidikan, kesehatan masyarakat, dan rasa aman.
Pengaruhnya terhadap lingkungan fisik antara lain makin sempitnya lahan
produktif untuk pertanian, terjadinya banjir pada musim hujan, kerusaan hutan,
kekeringan pada musim kemarau, terjadi pencemaran lingkungan.
Tjiptoherijianto
(1998) berpendapat, pola migrasi di Indonesia belum mengalimi perubahan dengan
arus migrasi masih berada di sekitar Pulau Jawa dan Sumatera. Migrasi keluar
dari Pulau Jawa terbanyak masuk ke Pulau Sumatra. Demikian juga migrasi keluar
dari Pulau Sumatera terbanyak masuk ke Pulau Jawa. Dan juga migrasi keluar dari
pulau-pulau di Kawasan Timur Indonesia seperti Kalimantan, Papua, Maluku,
kebanyakan masuk ke Pulau Jawa. Pada umumnya migran di Indonesia yang berasal
dari daerah pedesaan dan bekerja di daerah perkotaan tidak memanfaatkan hasil
kerja mereka di daerah tujuan, namun dikembalikan ke daerah asal dalam bentuk
pengiriman uang (remittance). Jika dilihat sepintas maka tingkat kehidupan
mereka di daerah perkotaan dapat dikatakan berada pada garis batas kemiskinan.
Umumnya migrasi berasal dari daerah yang kurang berkembang menuju ke daerah
yang lebih berkembang. Pengalihan pengetahuan dan keterampilan yang diperoleh
di daerah tujuan dapat dimanfaatkan jika migrant tersebut kembali ke daerah
asalnya.
b.
Aktivitas
Ekonomi
Sebagian
besar penduduk Indonesia (54%) pada tahun 2005 berdiam di daerah pedesaan,
dengan mengantungkan hidup pada sektor pertanian (tanaman pangan, tanaman
perkebunan, perikanan, peternakan,dan kehutanan). Pertanian tanaman pangan
meliputi pertanian lahan kering dan pertanian lahan basah. Pertanian lahan
kering adalah suatu sistem pertanian yang lebih banyak menggantungkan diri pada
curah hujan. Sistem pertanian yang mendapatkan air secara teratur dari sistem
irigasi dinamakan pertanian lahan basah. Usaha tani tanaman pangan dikembangkan
dalam bentuk ladang, tegalan, sawah. Jenis tanaman yang dibudidayakan pada usaha
tani tanaman pangan adalah padi dan nonpadi. Dalam rangka mengimbangi
pertambahan penduduk, dan mengimbangi kebutuhan masyarakat akan pangan, melalui
usaha intensifikasi, ekstensifikasi, diversifikasi, dan rehabilitasi usaha tani
tanaman pangan dilaksanakan secara terpadu, serasi, dan merata disesuaikan
dengan kondisi tanah, air, iklim serta memperhatikan pola kehidupan masyarakat
setempat yang terus berubah.
c.
Aktivitas
Sosial
Manusia
pada hakekatnya adalah makhluk sosial. Sosialitas manusia terwuud dalam kesejajaran
dengan sesama. Masyarakat Indonesia dipandang sebagai sistem sosial yang
terpadu dan utuh, masing-masing komponen yang ada di dalamnya saling
mempengaruhi dan menunjukan fungsi yang saling terkait. Dalam interaksi sosial
manusia Indonesia melakukan hubungan sosial yang dinamis, baik hubungan
antarindividu, antarkelompok dan hubungan antarindividu dengan dengan kelompok.
Dalam
aktivitas sosial manusia Indonesia selalu mengakomodasi pranata-pranata sosial
dan lembaga-lembaga sosial. Organisasi yang bertujuan memenuhi suatu kebutuhan
dalam berbagai aspek kehidupan, disebut pranata sosial, yang meliputi pranata
yang bertujuan memenuhi kebutuhan ekonomi, kebutuhan pendidikan, kebutuhan
ilmiah manusia, kebutuhan keagamaan, kebutuhan untuk mengatur kehidupan
bernegara. Bentuk badan-badan yang mengorganisasi yang melakukan
aktivitas-aktivitas kemasyarakatan, disebut lembaga sosial atau lembaga
kemasyarakatan.
d.
Aktivitas
Budaya
Manusia
Indonesia mempunyai referensi yang dibanggakan, yaitu kebudayaan nasional
Indonesia, yang memberikan kebanggaam kepada semua warga negara Indonesia,
sebagai obyek referensi identifikasi diri. Kebudayaan Nasional Indonesia adalah
totalitas nilai-nilai, gagasan-gagasan, dan perilaku manusia Indonesia serta
hasil fisiknya, baik yang tradisional maupun ciptaan masa kini, yang semuanya
terintegrasi secara selaras dan bermakna dalam nasional Indonesia yang dinamis.
Ada tiga hal dalam kebudayaan nasional yang dibanggakan sebagai berikut:
1) Adanya
satu bahasa nasional, yaitu bahasa Indonesia yang jarang dimiliki Negara
multietnik lain.
2) Adanya
toleransi yang tinggi terhadap kebudayaan suku bangsa lain, yang memudahkan
bangsa Indonesia yang terdiri dari ratusan suku bangsa, dengan kebudayaan,
bahasa, agama, dan kepercayaan yang berbeda dapat bersatu.
3) Hasil-hasil
karya seni, terutama yang tradisional, banyak yang indah dan bermutu tinggi.
e.
Aktivitas
Politik dan Pertahanan Keamanan
Penataan kehidupan
politik dalam negeri diarahkan pada pertumbuhan dan perkembangan tatanan
politik berdasarkan Pancasila UUD 1945. Pembangunan politik dalam negeri
ditujukan pada pengembangan etika dan moral budaya politik dalam mewujudkan
kehidupan politik yang mantap dengan makin berperan dan berfungsinya
suprastruktur dan infrastruktur politik secara efektif, otonomi daerah secara
nyata dan bertanggung jawab serta kesadaran dan peran serta politik masyarakat
yang terus meningkat, termasuk upaya pemantapan keyakinan rakyat terhadap
Pancasila sebagai satu-satunya asas dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa
dan bernegara.
Dalam
terpeliharanya kemantapanstabilitas politik yang sehat dan dinamis, mantapnya
mekanisme demokrasi Pancasila serta
mantapnya mekanisme dan siklus kepemimpinan nasional berdasarkan UUD 1945
secara terus-menerus ditingkatkan dan ditumbuh kembangkan. Demokrasi Pancasila
dibangun di atas landasan budaya plitik Pancasila. Reformasi yang
diselenggarakan bangsa Indonesia mencakup segenap bidang kehidupan, termasuk
reformasi bidang poltik, yang dituangkan dalam Ketetapan MPR hasil sidang
istimewah tahun 1998, UU, dan peraturan perundang-undangan lainnya.
Penyelenggaraan
pertahanan keamanan negara mencakup keseluruhan daya maupun bangsa dan negara
disusun, disiapkan, dan dikerahkan secara terpadu dan terkendali serta
didasarkan pada keyakinan akan kekuatan sendiri dan tidak kenal menyerah dan
dijiwai keyakinan akan kebenaran Pancasila dan UUD 1945.
2.4 Definisi
Kemajemukan Masyarakat
Keragaman yang terdapat dalam kehidupan sosial
manusia melahirkan masyarakat majemuk. Majemuk berarti banyak ragam,
beraneka, berjenis-jenis. Istilah Masyarakat Indonesia Majemuk pertama
kali diperkenalkan oleh Furnivall dalam bukunya Netherlands India : A Study of
Plural Economy (1967), yang isinya menggambarkan kenyataan masyarakat Indonesia
yang terdiri dari keanekaragaman ras dan etnis sehingga sulit bersatu dalam
satu kesatuan sosial politik. Kemajemukan masyarakat Indonesia ditunjukkan oleh
struktur masyarakatnya yang unik, karena beranekaragam dalam berbagai hal.
Selain itu ia juga mengatakan bahwa ciri utama masyarakatnya adalah
berkehidupan secara berkelompok yang berdampingan secara fisik, tetapi terpisah
oleh kehidupan sosial dan tergabung dalam suatu satuan politik. Konsep ini
merujuk pada masyarakat Indonesia masa kolonial. Masyarakat Hindia-Belanda
waktu itu dalam pengelompokan komunitasnya didasarkan atas ras, etnik, ekonomi,
dan agama. Konsep masyarakat majemuk Furnivall diatas, dipertanyakan
validitasnya sekarang ini sebab telah terjadi perubahan fundamental akibat
pembangunan serta kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi.
Usman Pelly (1989) mengkategorikan masyarakat
majemuk disuatu kota berdasarkan dua hal, yaitu pembelahan horizontal dan pembelahan
vertikal. Secara horizontal, masyarakat majemuk dikelompokan berdasarkan :
a. Etnik
dan ras tau asal usul keturunan
b. Bahasa
daerah
c. Adat
istiadat atau perilaku
d. Agama
e. Pakaian,
makanan, dan budaya material lainnya
Secara vertikal, masyarakat majemuk dikelompokan
berdasarkan :
a. Penghasilan
atau ekonomi
b. Pendidikan
c. Pemukiman
d. Pekerjaan
e. Kedudukan
sosial politik
2.5 Faktor
Penyebab Kemajemukan Masyarakat Indonesia
1.
Keadaan geografis wilayah Indonesia
Kondisi
geografis Indonesia yang berupa kepulauan yang dipisahkan oleh laut
dan selat memungkinkan penduduk yang menempati pulau itu tumbuh menjadi
kesatuan suku bangsa yang terisolasi dengan yang lain. Setiap suku bangsa
mengembangkan pola perilaku, bahasa, dan ikatan kebudayaan lainnya yang berbeda
dengan suku bangsa yang lain.
2. Letak
kepulauan Indonesia diantara dua benua dan dua samudra
Letak
geografis Indonesia memungkinkan masuknya pengaruh asing dari berbagai
bangsa.Bangsa asing tertarik untuk dating, singgah, dan menetap di
Indonesia.Mereka berupaya memperkenalkan budayanya terhadap bangsa Indonesia.
3. Pembangunan
Pembangunan
di berbagai sektor memberikan pengaruh bagi keberagaman masyarakat Indonesia.
Kemajemukan ekonomi dan industralisasi yang terjadi dalam masyarakat Indonesia
menghasilkan kelas sosial yang didasarkan pada aspek ekonomi.
4. Iklim dan
tingkat kesuburan tanah yang berlainan di berbagai daerah di Indonesia
Iklim
yang berbeda diberbagai daerah menimbulkan kondisi alam yang berlainan pula
kondisi demikian akan membentuk pola perilaku dan sistem mata pencaharian yang
berbeda. Pada akhirnya akan tercipta keberagaman antar daerah di Indonesia.
2.6 Ciri-ciri
Masyarakat Majemuk
Ciri-ciri masyarakat majemuk menurut Vandenberg :
a. Segmentasi ke dalam
kelompok-kelompok
b. Kurang mengembangkan
konsensus
c. Sering mengalami
konflik
d. Integrasi sosial atas
paksaan
e. Dominasi suatu
kelompok atas kelompok lain
2.7 Kemajemukan
Masyarakat Indonesia
1.
Kemajemukan Agama
Masyarakat Indonesia merupakan masyarakat
religius (agamis). Kesetiaan dan kepatuhan nilai hidup religius atau keagamaan
menjadi jiwa atau semangat dasar sumber inspirasi, motivasi, dan tonggak
pedoman arah bagi manusia dalam menentukan dan mengambil sikap yang tepat dan
benar terhadap setiap perkembangan dan kemajuan yang ada. Agama-agama di
Indonesia, melalui doktrin-doktrin imannya mengajarkan bahwa dalam hubungan
dengan sesama, manusia senantiasa berusaha menciptakan sebuah relasi sosial
yang harmonis dan human. Manusia menjadi sesama bagi orang lain, yang
ditunjukan lewat sikap saling menghormati dan menghargai, saling membantu dan
melayani serta saling mencintai.
Dalam hubungannya dengan lingkungan sekitar,
setiap agama mengajarkan agar manusia senantiasa berusaha mengolah, dan
memelihara kelestariannya. Kesalehan hidup religius dan kesetiaan pada komitmen
moral menjadi kompas kehidupan bagi manusia Indonesia di tengah amukan dan arus
badai masyarakat global. Penghayatan hidup religius yang baik dan benar serta
kesetiaan merupakan komitmen moral menjadikan manusia semakin manusiawi dan
mampu menilai secara kritis setiap perkembangan dan kemajuan yang ada, serta
dapat menentukan sikap yang tepat dan benar dalam situasi tersebut. Dengan
demikian tidak dapat tergoda dan tenggelam dalam superioritas dangkal dan
mental mencari gampang. Fakta bahwa manusia sering mengalami keterpecahan dan
teraleinasi dari diri dan dunianya, merupakan indikasi bahwa orang belum
menghayati hidupnya secara baik dan benar sesuai dengan ajaran imannya. Ia
belum sanggup mengaktualisasikan visi dan misi dasar keagamaannya.
Kebinekaan agama (Islam, Protestan, Hindu, Budha,
Katolik, Konghuchu dan Aliran Kepercayaan Kepada Tuhan Yang Maha Esa.)
merupakan kenyataan hidup dalam masyarakat Indonesia. Setiap agama itu
mempunyai ajaran dan cara mengungkapkan diri yang berbeda dalam kehidupan
konkret, namun semuanya mempunyai satu tujuan, yakni mau membimbing dan
menuntun manusia kepada keselamatan. Setiap agama mengajarkan dan menunjukkan
kepada manusia jalan keselamatan, lewat ajarannya tentang kebenaran, keadilan
dan kasih. Setiap agama melalui doktrin imannya, tidak pernah membenarkan dan
mengamini setiap perbuatan dan tindakan manusia yang dapat merugikan dan
menghancurkan kehidupan sesama dan lingkungannya. Ia mengajarkan bahwa dalam
hubungan dengan sesama, manusia kiranya senantiasa berusaha menciptakan sebuah
relasi sosial yang harmonis dan human. Manusia semestinya selalu menjadi sesama
orang lain. Hal ini dapat ditunjukkan lewat sikap saling menghormati dan
menghargai, saling membantu dan melayani serta saling mencintai. Dalam hubungan
dengan lingkungan sekitar, setiap agama mengajarkan agar manusia senantiasa
berusaha mengolah, menjaga, dan memelihara kelestariannya, bukan
mengeksploitasi dan merusakannya.
Kesetiaan dan kepatuhan menghayati nilai-nilai
hidup religius atau keagamaan menjadi jiwa atau semangat dasar, sumber inspirasi,
motivasi dan tonggak pedoman arah bagi manusia Indonesia, dalam menentukan dan
mengambil sikap yang tepat dan benar terhadap setiap perkembangan dan kemajuan
yang ada. Dengan demikian manusia Indonesia tidak terjerumus dan tergiur untuk
menikmati tawaran-tawaran kenikmatan dunia yang dangkal, seperti kekuasaan,
pangkat, popularitas diri, dan harta kekayaan. Sebaliknya, dengan menghayati
nilai-nilai religius atau keagamaan secara baik dan benar, orang justru semakin
terbuka dan kritis untuk mengevaluasi dan melihat nilai-nilai luhur yang ada
dibalik setiap perkembangan dan kemajuan yang, Juga orang akan semakin peka dan
tanggap memperhatikan kehidupan sesama dan kelestarian lingkungan sekitarnya.
Dengan demikian manusia tidak kehilangan identitas dan jati dirinya
sebagai homo religious dan man for other’s di
tengah arus kemajuan tingkat peradabannya sendiri.
2.
Kemajemukan Ras
Kata
ras berasal dari bahasa prancis dan italia, yaitu razza.Pertama kali istilah
ini diperkenalkan Franqois Bernier, antropologi prancis untuk mengemukakan
gagasan tentang pembedaan manusia berdasarkan kategori atau karakteristik warna
kulit dan bentuk wajah.Setelah itu, orang lalu menetapkan hierarki manusia
berdasarkan karakteristik fisik atau biologis.
Berdasarkan
karakteristik biologis, pada umumnya manusia dikelompokkan dalam beragai
ras.Manusia dibedakan menurut bentuk wajah, rambut, tinggi badan, warna kulit,
mata, hidung, dan karakteristik fisik lainnya.Jadi, ras adalah perbedaaan
antara manusia menurut atau berdasarkan ciri fisik biologis.Ciri utama pembeda
antara ras yaitu ciri alamiah rambut pada badan, warna alami rambut, kulit, dan
iris mata, bentuk lipatan penutup mata, bentuk hidung serta bibir, bentuk
kepala dan muka, ukuran tinggi badan.
Ciri-ciri yang menjadi identitas dari ras
bersifat objektif atau somatic.Secara biologis, konsep ras selalu dikaitkan
dengan pemberian karakteristik seseorang atau sekelompok orang ke dalam suatu
kelompok tertentu yang secara genetic memiliki kesamaan fisik, seperti warna
kulit, mata, rambut, hidung, atau potongan wajah.Perbedaan seperti itu hanya
mewakili factor tampilan luar.
Semua
kelompok ras kurang lebih sama dalam karakteristik fisik yang penting. Meskipun
terdapat beberapa pengecualian, perbedaan fisik yang ada hanyalah bersifat
kosmetik dan tidak fungsional.Perbedaan fisik pada makhuk manusia sangat
sedikit, jika dibandingkan dengan perbedaan fisik yang terdapat pada banyak
makhluk hidup lainnya, misalnya anjing dan kuda.
Kebayakan
ilmuwan dewasa ini sependapat bahwa semua kelompok ras termasuk dalam satu
rumpun yang merupakan hasil dari suatu proses evolusi, dan semua kelompok ras
kurang lebih sama kadar kemiripannya dengan hewan lainnya.
Di
dunia ini dihuni berbagai ras. Pada abad ke-19, para ahli biologi membuat
klasifikasi ras atas tiga kelompok, yaitu :
1.
Kaukasoid
2.
Negroid
3.
Mongoloid
Adapun
ras atau subras yang mendiami kepulauan Indonesia adalah sebagai berikut :
a. Papua
melanesoid yang mendiami wilayah Papua, Aru, dan Kai.
b. Weddoid
yang mendiami daerah Sumatra bagian barat laut.
c. Malayan
Mongoloid yang meliputi Proto Melayu.
d. Negroid
yang mendiami pegunungan Maoke Papua.
e. Asiatic
Mongoloid yang terdiri atas keturunan Tionghoa dan jepang yang tinggal di
Indonesia.
f. Kaukasoid
terdiri atas keturunan Belanda, Inggris, keturunan Arab, India, Pakistan yang
tinggal di Indonesia.
3.
Kemajemukan Etnis atau Suku Bangsa
Koentjaraningrat
(1990) menyatakan suku bangsa sebagai kelompok sosial atau kesatuan hidup yang
memiliki sistem interaksi yang ada karena kontinunitas dan rasa identitas yang
mempersatukan semua anggotanya serta memiliki sistem kepemimpinan sendiri.
Menurut
Narral mendefinisikan etnis adalah sejumlah orang atau penduduk yang memiliki
ciri-ciri (a) secara biologis mampu berkembang biak dan bertahan (b) mempunyai
nilai-nilai budaya yang sama dan sadar akan rasa kebersamaan dalam suatu bentuk
budaya (c) membentuk jaringan komunikasi dan interaksi sendiri (d) menentukan u
kelompoknya yang diterima oleh dan dpat dibedakan dari kelompok lain.
Tampak
bahwa etnis berbeda dari ras.Jika pengertian ras lebih didasarkan pada
persamaan ciri-ciri fisik yang dimiliki oleh seseorang individu, maka
pengertian etnis didasarkan kepada adanya persamaan kebudayaan dalam kelompok
masyarakat tersebut.
Secara
etnik, bangsa Indonesia adalah bangsa yang majemuk dengan jumlah etnik yang
besar.Mengenai jumlah suku bangsa yang ada di Indonesia telah dikemukakan oleh
para ahli.Esser, Berg dan Sutan Takdir Alisyahbana memperkirakan ada 200-250
suku bangsa.MA, Jaspan mengemukakan ada 366 suku bangsa.Koentjaraningrat
memperkirakan ada 195 suku bangsa.Hildred Geertz menyatakan lebih dari 300 suku
bangsa dengan identitas budayanya sendiri.William G. Skinner memperkirakan ada
35 suku bangsa dalam arti lingkungan hukum adat.
Di
Indonesia, istilah kelompok etnis dapat disamaartikan dengan suku bangsa, di
samping ada pula yang menyebutkan dengan golongan etnis. Misal : golongan etnis
Tionghoa.
Suku
yang berkembang di Indonesia ada yang memiliki tingkat peradaban yang telah
maju dan mampu berbaur dengan suku bangsa lain. Di samping itu juga masih
dijumpai suku bangsa atau masyarakat terasing.Masyarkat terasing merupakan suku
bangsa yang terisolasi dan masih hidup dari berburu, meramu atau berladang padi,
umbi-umbian dengan system lading berpindah.Masyarakat ini terhambat dari
perubahan dan kemajuan karena isolasi geografi atau upaya yang disengaja untuk
menolak bentuk perubahan kebudayaan.
4.
Pengaruh
Kemajemukan Masyarakat Indonesia
Pengaruh kemajemukan masyarakat Indonesia
berdasarkan suku bangsa, ras dan agama dapat dibagi atas pengaruh positif dan
negatif. Pengaruh positifnya adalah terdapat keanekaragaman budaya yang
terjalin serasi dan harmonis sehingga terwujud integrasi bangsa. Pengaruh
negatifnya antara lain :
a. Primordial
Karena
adanya sikap primordial kebudayaan daerah, agama dan kebiasaan di masa lalu
tetap bertahan sampai kini. Sikap primordial yang berlebihan disebut
etnosentris. Jika sikap ini mewarnai interaksi di masyarakat maka akan timbul
konflik, karena setiap anggota masyarakat akan mengukur keadaan atau situasi
berdasarkan nilai dan norma kelompoknya. Sikap ini menghambat tejadinya
integrasi sosial atau integrasi bangsa. Primordialisme harus diimbangi tenggang
rasa dan toleransi.
b. Stereotip
Etnik
Interaksi
sosial dalam masyarakat majemuk sering diwarnai dengan stereotip etnik yaitu
pandangan (image) umum suatu kelompok etnis terhadap kelompok etnis lain
(Horton & Hunt). Cara pandang stereotip diterapkan tanpa pandang bulu
terhadap semua anggota kelompok etnis yang distereotipkan, tanpa memperhatikan
adanya perbedaan yang bersifat individual. Stereotip etnis disalah tafsirkan
dengan menguniversalkan beberapa ciri khusus dari beberapa anggota kelompok
etnis kepada ciri khusus seluruh anggota etnis.
Dengan
adanya beberapa orang dari sukubangsa A yang tidak berpendidikan formal atau
berpendidikan formal rendah, orang dari suku lain (B) menganggap semua orang
dari sukubangsa A berpendidikan rendah. Orang dari luar suku A menganggap suku
bangsanya yang paling baik dengan berpendidikan tinggi. Padahal anggapan itu
bisa saja keliru karena tidak semua orang dari sukubangsa di luar sukubangsa A
berpendidikan tinggi, banyak orang dari luar sukubangsa A yang berpendidikan
rendah. Jika interaksi sosial diwarnai stereotip negatip, akan terjadi
disintegrasi sosial. Orang akan memberlakukan anggota kelompok etnis lain
berdasarkan gambaran stereotip tersebut. Agar integrasi sosial tidak rusak,
setiap anggota masyarakat harus menyadari bahwa selain sukubangsa ada faktor
lain yang mempengaruhi sikap seseorang, yaitu pendidikan, pengalaman, pergaulan
dengan kelompok lain, wilayah tempat tinggal, usia dan kedewasaan jiwa.
c. Potensi Konflik
Ciri
utama masyarakat majemuk (plural society) menurut Furnifall (1940) adalah
kehidupan masyarakatnya berkelompok-kelompok yang berdampingan secara fisik,
tetapi mereka (secara essensi) terpisahkan oleh perbedaan-perbedaan identitas sosial
yang melekat pada diri mereka masing-masing serta tidak tergabungnya mereka
dalam satu unit politik tertentu.
Mungkin
pendekatan yang relevan untuk melihat persoalan masyarakat majemuk ini adalah
bahwa perbedaan kebudayaan atau agama memang potensial untuk mendestabilkan
negara-bangsa. Karena memang terdapat perbedaan dalam orientasi dan cara
memandang kehidupan ini, sistem nilai yang tidak sama, dan agama yang dianut
masing-masing juga berlainan. Perbedaan di dalam dirinya melekat (inherent)
potensi pertentangan, suatu konflik yang tersembunyi (covert conflict). Namun
demikian, potensi itu tidak akan manifes untuk menjadi konflik terbuka bila
faktor-faktor lain tidak ikut memicunya. Dan dalam konteks persoalan itu
nampaknya faktor ekonomi dan politik sangat signifikan dalam mendorong
termanifestasinya konflik yang tadinya tersembunyi menjadi terbuka.
Furnivall
sendiri sudah mensinyalir bahwa konflik pada masyarakat majemuk Indonesia
menemukan sifatnya yang sangat tajam, karena di samping berbeda secara
horisontal, kelompok-kelompok itu juga berbeda secara vertikal, menunjukkan
adanya polarisasi. Artinya bahwa disamping terdiferensiasi secara kelompok
etnik agama dan ras juga ada ketimpangan dalam penguasaan dan pemilikan sarana produksi
dan kekayaan. Ada ras, etnik, atau penganut agama tertentu yang akses dan
kontrolnya pada sumber-sumber daya ekonomi lebih besar, sementara kelompok yang
lainnya sangat kurang. Kemudian juga, akses dan kontrol pada sektor politik
yang bisa dijadikan instrumen untuk pemilikan dan penguasaan sumber-sumber daya
ekonomi, juga tidak menunjukkan adanya kesamaan bagi semua kelompok.
Di
Kalimantan Barat dan Tengah para perantau Madura yang beragama Islam setahap
demi setahap bisa menguasai jaringan produksi dan distribusi ekonomi. Demikian
pula dengan orang-orang Bugis-Makassar dan Buton yang umumnya beragama Islam di
kawasan Timur Indonesia telah membuat jaringan yang cukup luas dalam sektor
ekonomi ini. Termasuk dalam kasus ini adalah orang-orang Cina yang sebagian
besar beragama non-Islam yang menguasai sebagian besar sarana dan aset produksi
serta jaringan distribusi di kota-kota besar dan menengah Indonesia. Ketika
Orde Baru memegang tampuk pemerintahan tampaknya ketimpangan ekonomi dan
politik antar kelompok etnik dan ras ini tidak secara sungguh-sungguh dicoba
untuk dihapuskan. Malah pemihakan pada kelompok tertentu sangat kentara,
sementara kelompok yang lain mengalami proses marjinalisasi. Di sinilah
polarisasi antar kelompok masyarakat yang berbeda secara kultural dan agama itu
menjadi semakin tajam. Di samping itu, pemerintah dan masyarakat di daerah
secara politik betul-betul lemah, tidak memiliki saluran institusional yang
memungkinkan kepentingan dan kebutuhan mereka dapat diakomodasi. Di sini
sentralisme adalah ciri utama sistem politik negara Orde Baru.
Memang
selama rezim Orde Baru berkuasa konflik itu tidak banyak muncul, kalaupun
terjadi ledakannya tidak besar dan akan segera diredam secara represif. Namun
pendekatan keamanan itu tidak menghilangkan potensi konflik tersebut, karena
akar persoalannya tidak dipecahkan. Hubungan antar kelompok tetap dalam situasi
ketegangan, menunggu momen untuk meledak. Karena itu, ketika rezim Orde Baru
mulai kehilangan legitimasi dan kemudian jatuh, konflik yang tadinya laten
menjadi terbuka.
Hal
ini dikarenakan, bahwa pengkotakan masyarakat hanya mampu menekan eskalasi
konflik dan disharmoni sosial dalam masyarakat, namun ia tidak mampu
menghilangkan poensi-potensi konflik yang telah lama dan masih terpendam dalam
masyarakat. Konflik dan disharmoni sosial dapat muncul karena mereka,
kelompok-kelompok sosial tersebut tetap hidup berdampingan secara fisik dalam
suatu komunitas masyarakat. Pembenaran atas ketidaksamaan, pada hakekatnya
adalah juga sebentuk pembenaran terhadap adanya potensi potensi konflik dalam
masyarakat yang pluralis.
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Istilah masyarakat Indonesia majemuk pertama
kali diperkenalkan oleh Furnivall dalam bukunya Netherlands India : A Study of
Plural Economy (1967), untuk menggambarkan kenyataan masyarakat Indonesia yang
terdiri dari keanekaragaman ras dan etnis sehingga sulit bersatu dalam satu
kesatuan sosial politik. Kemajemukan masyarakat Indonesia ditunjukkan oleh
struktur masyarakatnya yang unik, karena beranekaragam dalam berbagai hal.
Faktor yang menyebabkan kemajemukan masyarakat
Indonesia adalah sebagai berikut :
a. Keadaan
geografi Indonesia yang merupakan wilayah kepulauan.
b. Letak
Indonesia diantara Samudra Indonesia dan Samudra Pasifik serta diantara Benua
Asia.
c. Iklim
yang berbeda serta struktur tanah di berbagai daerah kepulauan Nusantara ini
merupakan faktor yang menciptakan kemajemukan regional.
Pengaruh kemajemukan masyarakat Indonesia
berdasarkan agama, ras dan suku bangsa dapat dibagi atas pengaruh positif dan
negatif. Pengaruh positifnya adalah terdapat keanekaragaman budaya yang
terjalin serasi dan harmonis sehingga terwujud integrasi bangsa. Pengaruh
negatif, munculnya sikap primordial (primordialisme) yang berlebihan yang
mewarnai interaksi sosial sehingga muncul disintegrasi atau konflik sosial.
B. Saran
Di tengah arus reformasi dewasa ini, agar selamat mencapai
Indonesia Baru, maka idiom yang harus lebih diingat-ingat dan dijadikan
landasan kebijakan mestinya harus berbasis pada konsep Bhinneka Tunggal Ika.
Artinya, sekali pun berada dalam satu kesatuan, tidak boleh dilupakan, bahwa
sesungguhnya bangsa ini berbeda-beda dalam satu kemajemukan.
Dengan demikian keanekaragaman tersebut merupakan suatu warna dalam kehidupan, dan warna-warna tersebut akan menjadi serasi, indah apabila ada kesadaran untuk senantiasa menciptakan dan menyukai keselarasan dalam hidup melalui persatuan yang indah yang diwujudkan melalui integrasi.
Dengan demikian keanekaragaman tersebut merupakan suatu warna dalam kehidupan, dan warna-warna tersebut akan menjadi serasi, indah apabila ada kesadaran untuk senantiasa menciptakan dan menyukai keselarasan dalam hidup melalui persatuan yang indah yang diwujudkan melalui integrasi.
Maka, Indonesia Baru yang kita ciptakan itu,
hendaknya ditegakkan dengan menggeser perbadaan yang ada dengan mengedepankan
keBhinnekaan sebagai strategi integrasi nasional. Namun, jangan sampai kita
salah langkah, yang bisa berakibat yang sebaliknya: sebuah konflik yang
berkepanjangan.
DAFTAR PUSTAKA
Ridwan dan Elly Malihah. (2007) . Pendidikan Lingkungan Sosial Budaya dan Teknologi.
Bandung : Yasindo Multi Aspek
Hermawan,
Ruswandi dan Kanda Rukandi. (2007). Perspektif Sosial Budaya. Bandung:
UPI PRESS
Hermawan,
Ruswandi dkk. (2006) . perkembangan masyarakat dan Budaya.
Bandung : UPI PRESS
Kuswanto
dan Bambang Siswanto. (2003). Sosiologi. Solo: Tiga Serangkai
Verstappen, H.Th., 1983, Applied
Geomorphology: Geomorphological Survey for Environmental
Development, Amasterdam: Elsevier