BAB I
PENDAHULUAN
A.Latar Belakang
Peraturan
perundang-undangan merupakan pengenalan dasar tentang judicial review (uji
materiil sebuah peraturan perundang-undangan), yang di dalam sistem hukum di
Indonesia, baru diadopsi setelah amandemen UUD 1945. Sebelumnya, tidak dikenal
uji materil sebuah peraturan perundang-udangan terhadap konstitusi. Dalam UU
No. 14 Tahun 1970 tentang kekuasaan kehakiman yang telah diubah dengan UU No. 4
Tahun 2004 dan diubah dengan UU No. 48 Tahun 2009, disebut kewenangan uji
materiil peraturan perundang-undangan di bawah dan terhadap Undang-undang.
Dalam UUD Negara Republik Indonesia Tahun 1945 pasca perubahan, diadakan
pembedaan yang tegas antara undang-undang dengan peraturan perundang-undangan
di bawah undang-undang. Pasal 24C ayat (1) UUD 1945 mengatur sebagai berikut :
“Mahkamah Konstitusi berwenang mengadili pada tingkat pertama dan terakhir yang
putusannya bersifat final untuk menguji undang-undang terhadap Undang-Undang
Dasar. “Dalam Pasal 24A ayat (1) UUD 1945 mengatur sebagai berikut : “Mahkamah
Agung berwenang mengadili pada tingkat kasasi, menguji peraturan
perundang-undangan di bawah undang-undang terhadap undang-undang. “Dalam Pasal
145 ayat (2) Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 yang diubah dengan UU No. 12
Tahun 2008 mengatur sebagai berikut : “Perda sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
yang bertentangan dengan kepentingan umum dan peraturan perundang-undangan yang
lebih tinggi dapat dibatalkan oleh Pemerintah.” Dalam pasal 7 UU No.12 Tahun
2011, jenis dan hierarki peraturan peraturan perundang-undangan yaitu :
1. Undang-Undang
Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945.
2. Ketetapan
Majelis Permusyawaratan Rakyat.
3. Undang-Undang
atau Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang.
4. Peraturan
Pemerintah.
5. Peraturan
Presiden.
6. Peraturan
Daerah Provinsi, dan
7. Peraturan
Daerah Kabupaten/Kota.
Dari
ketentuan tersebut diatas, dapat dipastikan mengenai apa saja bentuk-bentuk
peraturan perundang-undangan yang resmi dalam sistem hukum Indonesia berdsarkan
UUD 1945 dan bentuk-bentuk peraturan mana saja yang lebih tinggi dan man yang
lebih rendah tingkatannya satu sama lain. berkaitan dengan itu dapat pula
diketahui dengan pasti mana saja bentuk peraturan perundang-undangan yang
disebut sebagai peraturan di bawah undang-undang, mana saja yang setingkat dan
mana yang lebih tinggi dari pada undang-undang.
B.Rumusan
Masalah
1. Apa
saja Pengertian Peraturan Perundang-undangan?
2. Apa
saja Sumber peraturan perundang-undangan?
3. Apa
saja Fungsi peraturan perundang-undangan?
4. Apa
saja Perumusan peraturan perundang-undangan?
C.Tujuan
1. Untuk
mengetahui Pengertian Peraturan Perundang-undangan
2. Untuk
mengetahui Sumber peratu4an perundang-undangan
3. Untuk
mengetahui Fungsi peraturan perundang-undangan
4. Untuk
mengetahui Prumusan peraturan perundang-undangan
BAB II
PEMBAHASAN
A.Pengertian Peraturan Perundang-Undangan
Melalui pengertian tersebut, terdapat unsur-unsur pokok dalam peraturan
perundang-undangan, yaitu sebagai berikut.
1. Peraturan
perundang-undangan berbentuk tertulis sehingga lazim disebut hokum tertulis (geschreven
recht/written law )
2. Peraturan
perundang-undangan dibentuk oleh pejabat atau lingkungan jabatan ( badan,
organisasi ) yang mempunyai wewenang membuat peraturan yang berlaku umum atau
mengikat umum ( algemen ).
3. Peraturan
perundang-undangan bersifat mengikat umum, tidak di maksudkan harus selalu
mengikat semua orang.Mengikat umum hanya menunjukan bahwa peraturan
perundang-undangan tidak berlaku terhadap peristiwa konkrit atau individu
tertentu.
Merujuk dari ketiga unsur-unsur
pokok peraturan perundang-undangan yang ada tersebut, diperoleh kesimpulan ciri
dari peraturan perundang-undangan adalah abstrak-umum atau umum-abstrak ( Bagir
Manan, 1997:38 ).
Ciri individual-konkrit dimaksudkan
untuk membedakan dengan keputusan tertulis pejabat atau lingkungan pejabat yang
berwenang yang lazim disebut ketetapan atau penetapan. Perbedaan antara
abstrak-umum atau umum-abstrak tidak mengatur atau tidak ditunjukan pada objek,
peristiwa, atau konkrit tertentu. Sebaliknya, individual-konkkrit mengatur
objek, peristiwa, atau gejala konkrit tertentu, misalnya keputusan tentang
pengangkatan Menteri. Menurut Baqir Manan ( 1994 : 7 ),
keputusan-keputusan itu dapat dibedakan menjadi berikut ini.
1. Keputusan
yang berisi peraturan perundang-undangan .
2. Keputan
yang berisi ketetapan.
3. Keputusan
yang bukan berupa perundang-undangan dan bukan pula ketetapan, tetapi mempunyai
akibat yang bersifat secara umu, misalnya keputusan pengesahan, penundaan atau
pembatalan suatu peraturan daerah.
4. Keputusan
yang berisi perancanaan.
5. Keputusan
yang berisi peraturan kebijakan yang dikeluarkan atas dasar azas kebebasan
bertindak.
B.Sumber Peraturan
Perundang-Undangan
Peraturan
perundang-undangan mempunyai peran sangat besar dalam hidup dalam kehidupan
bernegara, berbangsa, dan bermasyarakat. Hal ini mengikat sifat UUD 1945 masih
global dan umum. Realitasnya suatu UUD merupakan hokum tertulis yang tidak
memungkinkan memuat segala kebutuhan hukum, baik yang ada pada saat penetapan
maupun masa yang akan datang sehingga untuk memenuhi tuntutan waktu dan
perkembanagn zaman, diperlukan sumber-sumber lain, seperti sebagai berikut.
Praktik atau kebiasaan kenegaraan ini
didasarkan penjelasan UUD 1945 bahwa aturan-aturan yang tidak tertulis ialah
aturan-aturan dasar yang timbul meskipun tidak tertulis, namun tetap
terpelihara dalam praktik penyelenggaraan negara. Praktik atau kebiasaan ketatanegaraan
berfungsi untuk memungkinkan kaidah-kaidah ketatanegaraan yang dimuat dalam UUD
atau peraturan perundang-undangan lainnya disesuaikan dengan kebutuhan baru,
baik di bidang sosial maupun politik. Semua itu diharapkan agar praktik atau
kebiasaan ketatanegaraan dapat tetap berputar menggerakkan roda
pemerintahan dan penyelenggaraan negara
sebagaimana mestinya(Ivor Jennings, 1956:80).
Yurisprudensi adalah keputusan-keputusan
dari hakim terdahulu untuk menghadapi suatu perkara yang tidak diatur dalam UU
dan dijadikan sebagai pedoman bagi para hakim yang lain untuk menyelesaikan
suatu perkara yang sama.
TAP MPR dan Undang-Undang semata-mata
melaksanakan ketentuan UUD 1945 sehingga TAP MPR dan Undang-Undang tidak boleh
menyimpang dan bertentangan dengan UUD 1945. TAP MPR dan Undang-Undang boleh
mengatur rincian atas ketentuan-ketentuan yang telah tercantum dalam UUD.
C.
Fungsi Peraturan Perundang-undangan
Fungsi internal adalah peraturan
perundang-undangan sebagai subsistem hukum(hukum perundang-undangan) terhadap
system kaidah hukum pada umumnya. Fungsi internal mencakup :
a.
Fungsi penciptaan
hukum. Di Indonesia peraturan
perundang-undangan merupakan cara utama menciptakan hukum sebagai sendi utama
system hukum nasional. Sendi dalam peraturan perundang-undangan berdasarkan UUD
1945, meliputi sendi kerakyatan(demokrasi), negara berdasarkan atas hukum, dan
negara berdasarkan atas konstitusi.
b.
Fungsi pembaruan hukum.
Peraturan perundang-undangan merupakan
instrument yang efektif dalam pembaharuan hukum(law reform) dibandingkan dengan
pengguanaan hukum kebiasaan atau hukum Yurisprodensi. Telah dikemukakan bahwa
pembentukan peraturan perundang-undangan dapat direncanakan sehingga pembaruan
hukum dapat pula direncanakan. Peraturan perundang-undangan tidak hanya
melakukan fungsi pembaruan terhadap peraturan perundang-undangan yang sudah
ada. Namun, peraturan perundang-undangan dapat pula dipergunakan hukum adat.
Fungsi pembaruan terhadap peratuaran perundang-undangan antara lain dalam
rangka mengganti peraturan perundang-undangan dari masa persatuan Hindia
Belanda. Tidak kalah pentingnya memperbarui peraturan perundang-undangan
nasioanal yang tidak sesuai lagi dengan kebutuhan dan perkembangan baru.
Berangkat dari bidang hukum kebiasaan atau hukum adat peraturan
perundang-undangan berfungsi mengatur hukum kebiasaa atau hukum adat yang tidak
sesuai dengan kenyataan. Pemanfaatan peraturan perundang-undangan sebagai
instrument pembaruan hukum kebiasaan atau hukum adat sangat bermanfaat, dalam
hal-hal tertentu kedua hukum tersebut belakangan ini sangat rigid terhadap
perubahan.
c.
Fungsi integrasi
ploralisme system hukum. Di Indonesia sampai
saat ini, masih berlaku berbagai system hukum(empat macam system hukum), yaitu
system hukum continental(barat), hukum adat, hukum agama( khususnya islam), dan
hukum nasional. Pluralisme system hukum yang berlaku hingga saat ini merupakan
salah satu warisan colonial yang harus ditaati kembali. Penataan kembali
berbagai system hukum tersebut tidak dimaksudkan meniadakan berbagai sistem
hukum, terutama system hukum yang hidup sebagai satu kenyataan yang dianut dan
dipertahankan dalam pergaulan masyarakat. Pembangunan sistem hukum nasional
adalah dalam rangka mengintegrasikan berbagai sistem hukum tersebut sehingga
tersusun dalam satu tatanan yang harmonis satu sama lain. Mengenai Pluralisme,
kaidah hukum sepenuhnya digantungkan pada kebutuhan hukum masyarakat. Kaidah
hukum dapat berbeda antar berbagai kelompok masyarakat tergantung pada keadaan
dan kebutuhan masyarakat yang bersangkutan.
d.
Fungsi kepastian hukum.
Kepastian hukum (rechtszekerheid/legal certainty) merupakan asas penting dalam
tindakan hukum.telah menjadi pengetahuan umum, bahwa peraturan perundang-
undangan dapat memberikan kepastian hukum yang lebih tinggi daripada hukum kebiasaan,
adat, atau yurisprudensi. Namun, perlu diketahui, kepastian hukum peraturan
perundang- undangan tidak semata diletakkan pada bentuknya yang tertulis
(geschereven/written). Agar bener-bener menjamin kepastian hukum, peraturan
perundang-undangan harus memenuhi syarat-syarat sebagai berikut.
1) Jelas
dalam perumusannya (unambiuous).
2) Konsisten
dalam perumusannya, secara intern mengandung makna bahwa dalam peraturan
perundang- undangan yang sama harus terpelihara hubungan sistematis antara
kaidah-kaidahnya, kebakuan susunan, dan Bahasa. Konsisten secara ekstern adalah
upayah hubungan harmonisasi antara berbagai peraturan perundang-undangan.
3) Pengganti
Bahasa yang tepat dan mudah mengerti. Bahasa peraturan perundang-undangan harus
Bahasa yang umum digunakan masyarakat. Akan tetapi, ini tidak berarti Bahasa
hukum tidak penting. Bahasa hukum baik dalam arti struktur peristilahan atau
cara penulisan tertentu harus digunakan secara ajeg, karena merupakan bagian
dari upaya menjamin kepastian hukum.
Fungsi ekternal adalah keterkaitan
peraturan perundang-undangan dengan lingkungan tempatnya berlaku. Fungsi
eksternal ini dapat disebut sebagai fungsi sosial hukum. Jadi, fungsi ini dapat
juga berlaku pada hukum-hukum kebiasaan, adat, atau yurisprudensi. Di
Indonesia, fungsi social ini akan diperankan oleh peraturan perundang-undangan,
karena berbagai pertimbangan yang sudah disebutkan sebelumnya. Fungsi sosial
ini dapat dibedakan menjadi:
a.
Fungsi perubahan. Sebenarnya,
dikalangan pendidikan hukum sudah lama diperkenalkan fungsi perubahan dalam
peraturan perundang-undangan. Hal itu, mengingat hukum sebagai sarana pembaruan
(law as social engineering). Peraturan perundang-undangan diciptakan atau
dibentuk untuk mendorong perubahan masyarakat dibidang ekonomi, masyarakat,
sosial, maupun budaya.
b.
Fungsi stabilisasi.
Peraturan perundang-undangan di bidang pidana, keterlibatan, dan keamanan
adalah kaidah-kaidah yang bertujuan untuk menjamin stabilitas masyarakat.
Kaidah stabilitas dapat pula mencakup kegiatan ekonomi, seperti pengaturan
kerja, tatacara perniagaan, dan lain-lain.
c.
Fungsi kemudahan. Peraturan
perundang-undangan dapat pula digunakan sebagai sarana pengaturan berbagai
kemudahan, seperti peraturan perundang-undanga yang berisi ketentuan insentif
keringanan pajak, penundaan pengenaan pajak, penyederhanaan tata cara perizinan,
dan struktur permodalan dalam penanaman modal. Fungsi kemudahan idealnya
berbanding lurus dengan karakteristik dari good and clean governance.
D. Perumusan Peraturan
Perundang-Undangan
Menurut Bagir Manan (1997:138-145),
hingga saat ini belim pernah ada ketentuan yang memastikan materi muatan suatu
peraturan perundang-undangan. Ajaran mengenai materi muatan lebih bersifat
asas-asas umum daripada materi kaidahnya, sesuai dengan aneka ragam bentuk dan
model peraturan itu sendiri. Berdasarkan pendapat Bagir Manan, mata materi
muatan peraaturan perundang-undangan dapat disesuaikan dengan bentuk dan model
peraturan itu sendiri. Materi muatan peraturan perundang-undangan di Indinesia
dapat dibedakan sebagai berikut.
1. Materi
Muatan Undang-Undang Dasar
a. Suatu
Undang-Undang Dasar memuat ketentuan-ketentuan tentang susunan organisasi
negara dan pemerintah.
b. Setiap
Undang-Undang Dasar memuat ketentuan-ketentuan tentang rakyat negara.
c. Setiap
Undang-Undang Dasar memuat beberapa ketentuan yang berkaitan identitas negara setiap
bahasa, lambing, dan bendera.
d. Adanya
jaminan terhadap hak-hak asasi manusia dan kewajiban warga negara.
e. Ditetapkannya
susunan ketatanegaraan suatu negara yang bersifat fundamental.
f. Adanya
pembagian dan pembatasan kekuasaan atauatau tugas ketatanegaraan yang bersifat
fundamental (Wahid Siswoyo, 1996:89).
2. Materi
Muatan TAP MPR
a. TAP
MPR memenuhi unsur-unsur sebagai peraturan perundang-undangan.
b. TAP
MPR yang materi muatannya semacam materi muatan ketetapan atau penetapan
administrasi negara.
c. TAP
MPR yang bersifat pedoman, seperti peraturan kebijakan didalam administrasi
negara.
3. Materi
Muatan Undang-Undang
a. Ditetapkan
dalam Undang-Undang Dasar.
b. Ditetapkan
dalam Undang-Undang terdahulu.
c. Ditetapkan
dalam rangka mencabut, menambah, atau mengganti undang-undang yang lama.
d. Materii
muatan menyangkut hak dasar atau hak asasi.
e. Materi
muatan menyangkut kepentingan atau kewajiban rakyat banyak.
4. Materi
Muatan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang
a. Hanya
dikeluarka paham halal kepentingan yang memaksa.
b. Perpu
tidak boleh mengatur hal-hal yang diatur dalam Undang-Undang Dasar atau TAP
MPR.
c. Perpu
tidak boleh mengatur mengenai keberadaan dan tugas wewenang Lembaga negara.
Tidak boleh ada perpu yang dapat menunda atau menghapuskan kewenangan Lembaga
negara.
d. Perpu
hanya boleh mengatur ketentuan undang-undang yang berkaitan dengan
penyelenggaraan pemerintahan.
5. Materi
Muatan Peraturan Pemerintahan
Pada dasarnya materi muatan
peraturan pemerintah adalah sama dengan materi muatan undang-undang.
6. Materi
Muatan Keputusan Presiden (Kepres)
Muatan materi Kepres dapat
dibedakan menjadi Kepres yang bersifat mengatur dan Kepres ketetapan atau
penetapan. Hal ini sebagai perwujudan dari kekuasaan asli presiden, terutama
mencakup semua kekuasaan presiden untuk menjalankan pemerintahan (adminitrasi
negara) baik yang bersifat instrumental maupun yang bersifat pemberian jaminan
trhadap rakyat.
7. Materi
Muatan Peraturan Menteri/Keputusa Mentri
Peraturan Menteri (Permen) berisi
ketentuan yang bersifat mengatur, sedangkat Keputusan Menteri(Kepmen) dapat
berupa peraturan ketetapan. Muatan materi Kepmen atau Permen adalah:
a. Lingkungan
pengaturan terbatas pada lapangan administrasi negara, baik dalam fungsi
instrumental maupun perjanjian.
b. Lingkungan
pengaturan terbatas pada bidang yang menjadi tugas, wewenang, dan tanggung
jawab menteri yang bersangkutan.
c. Tidak
boleh bertentangan dengan peraturan perundang-undangan yang lebih tinggi
tingkatannya dan asas-asas umum penyelenggaraan pemerintahan yang layak.
8. Muatan
Menteri Peraturan Daerah
Peraturan daerah untuk melaksanakan
otonomi meliputi seluruh urusan rumah tangga otonomi. Urusan rumah tangga
otonomi bersumber pada:
a. Urusan-urusan
pemerintah yang diserahkan oleh pemerintah pusat atau pemerintah daerah yang
lebih tinggi tingkatannya.
b. Urusan-urusan
pemerintaha yang timbul atas inisiatif daerah yang dibiarkan atau diakui
sebagai urusan rumah tangga otonomi.
9. Muatan
Materi Keputusan Kepala Daerah
Materi muatan Keputusan Kepala
Daerah mencakup semua urusan rumah tangga, baik dibidang otonomi maupun tugas
pembantuan. Keputusan kepala daerah di bidang dekonsentrasi akan meliputu
tugas-tugas yang dilimpahkan kepadanya. Keputusan dekomsentrasi tidak dapat
disebut sebagai keputusan kepala daerah, melainkan sebagai keputusan bupati,
walikota, atau gubernur sebagai kepala wilayah.
Muatan materi peraturan
perundang-undangan di atas kemudian dirumuskan dalam bentuk tiga kegiatan,
yaitu sebagai berikut.
a. Tata
susunan, mencakup:
1) Tata
letak
2) Penggunaan
dasar politik
3) Dasar
hukum
4) Pembagian
dan penggunaan bab, ayat, dan sebagainya.
b. Sistematika,
mencakup:
1) Urutan
permasalahan ( dari yang sederhana kepada yang kompleks), dan
2) Urutan
materi pokok dan materi penunjang.
c. Bahasa,
mencakup:
1) Penggunaan
Bahasa yang sederhana
2) Peristilahan
yang monolitik
3) Struktur
kalimat (kalimat aktif atau kalimat pasif, kalimat perintah atau larangan).
Selain mengetahui cara merumuskan
peraturan perundang-undangan di atas, hal tidak kalah penting untuk diketahui
dalam merumuskan peraturan perundang-undangan adalah sebagai berikut.
1. Tujuan
pembentukan peraturan perundang-undangan (seperti dalam rangka pembinaan hukum
nasional).
2. Fungsi
peraturan perundang-undangan (seperti fungsi ketertiban, fungsi keadilan,
fungsi penujang pembangunan, dan fungsi mendorong perubahan social).
3. Benar-benar
menguasai materi yang hendak diatur. Maksudnya adalahpengetahuan tentang apakah
materi tersebut pernah diatur dan jenis perundang-undangan yang bagaimanakahyang
tepat untuk mengatur perundang-undangan yang direncanakan.
Peraturan perundang-undangan yang
dikatakan baik apabila dapat memenuhi beberapa unsur berikut ini.
1. Perumusannya
tersusun secara sistematis dengan bahasa sederhana dan baku.
2. Sebagai
kaidah maupun mencapai daya guna dan hasil guna setinggi-tingginya baik dalam
wujud ketertiban maupun keadilan.
3. Sebagai
gejala sosial merupakan perwujudan pandangan hidup, kesadaran hukum, dan rasa
keadilan masyarakat.
4. Sebagai
subsistem hukum harus mencerminkan suatu rangkaian sistem yang teratur dari
keseluruhan sistem yang ada.
Peraturan perundang-undangan yang
baik seperti diatas, jika diimplementasikan secara kooperatif akan memudahkan
semua pihak, baik pemerintah (eksekutif), DPR, MPR (legisatif), maupun MA
(yudikatif). Khusus pelaku hukum (law enforcement) peraturan perundang-undangan
yang telah memenuhi beberapa syarat diatas akan memperlancar pelaksanaan
tugasnya yang pada akhirnya dapat menimbulkan rasa keterikatan dan penuh
tanggung jawab. Sedang bagi masyarakat, karena memahami dan mengerti hukum,
akan mempertinggi proses daya guna peraturan perundang-undangan.
BAB
III
PENUTUP
A.
Kesimpulan
Peraturan
perundang-undangan adalah setiap keputusan tertulis yang di keluarkan pejabat
atau lingkungan jabatan yang berwenang yang berisi aturan tingkahlaku yang
bersifat mengikat secara umum. Selain itu, aturan perundang-undangan berisi
tentang aturan tingkahlaku yang mengikat secara umum dapat juga berisi
ketentuan-ketentuan mengenai hak, kewajiban, fungsi, status, atau suatu tatanan
( Baqir Manan, 1997:52). Terdapat
unsur-unsur pokok dalam peraturan perundang-undangan, yaitu sebagai berikut.
1. Peraturan
perundang-undangan berbentuk tertulis sehingga lazim disebut hukum
tertulis (geschreven recht/written law )
2. Peraturan
perundang-undangan dibentuk oleh pejabat atau lingkungan jabatan ( badan, organisasi ) yang mempunyai wewenang
membuat peraturan yang berlaku umum atau mengikat umum ( algemen ).
3. Peraturan
perundang-undangan bersifat mengikat umum, tidak di maksudkan harus selalu
mengikat semua orang.Mengikat umum hanya menunjukan bahwa peraturan
perundang-undangan tidak berlaku terhadap peristiwa konkrit atau individu
tertentu.
Peraturan perundang-undangan
mempunyai peran sangat besar dalam hidup dalam kehidupan bernegara, berbangsa,
dan bermasyarakat. Hal ini mengikat sifat UUD 1945 masih global dan umum.
Realitasnya suatu UUD merupakan hokum tertulis yang tidak memungkinkan memuat
segala kebutuhan hukum, baik yang ada pada saat penetapan maupun masa yang akan
datang sehingga untuk memenuhi tuntutan waktu dan perkembanagn zaman,
diperlukan sumber-sumber lain, seperti sebagai berikut: Praktik atau kebiasaan
kenegaraan, Yurisprudensi, TAP
MPR dan Undang-Undang.
Fungsi peraturan perundang-undangan
dibedakan menjadi fungsi internal dan fungsi eksternal (Bagir Manan,
1997:138-144).
1. Fungsi
Internal
a. Fungsi
penciptaan hukum.
b. Fungsi
pembaruan hukum.
c. Fungsi
integrasi ploralisme sistem hukum.
d. Fungsi
kepastian hukum.
2. Fungsi
Eksternal
a. Fungsi
perubahan.
b. Fungsi
stabilisasi
c. Fungsi
kemudahan.
Proses
perumusan peraturan perundang-undangan merupakan salah satu bagian dari
perumusan perundang-undangan itu sendiri. Peraturan perundang-undangan yang
dimaksud disini adalah setiap keputusan dalam bentuk tertulis yang ditetapkan
oleh pejabat berwenang dan mengikat secara umum. Bentuk tertulis merupakan
hukum yang oleh Achmad Sanusi diperincikan menjadi hukum “tertulis” denagn yang
“ditulis” atau “tersurat” atau “tertulis” (Achmad Sanusi, 1958: 76: 44). Hukum
tertulis memerlukan proses cara merumuskan dengan sedemikian rupa sehingga
maksud yang dikandungdalam undang-undang tersebut bisa terpahami. Adapun, yang
dirumuskan adalah materi muatan peraturan perundang- undangan. Materi muatan
adalah muatan yang sesuai dengan bentuk peraturan perundang-undangan tertentu.
B.
Saran