Wikipedia

Search results

MAKALAH PERATURANG PERUNDANG UNDANGAN


BAB I
PENDAHULUAN

A.Latar Belakang
            Peraturan perundang-undangan merupakan pengenalan dasar tentang judicial review (uji materiil sebuah peraturan perundang-undangan), yang di dalam sistem hukum di Indonesia, baru diadopsi setelah amandemen UUD 1945. Sebelumnya, tidak dikenal uji materil sebuah peraturan perundang-udangan terhadap konstitusi. Dalam UU No. 14 Tahun 1970 tentang kekuasaan kehakiman yang telah diubah dengan UU No. 4 Tahun 2004 dan diubah dengan UU No. 48 Tahun 2009, disebut kewenangan uji materiil peraturan perundang-undangan di bawah dan terhadap Undang-undang. Dalam UUD Negara Republik Indonesia Tahun 1945 pasca perubahan, diadakan pembedaan yang tegas antara undang-undang dengan peraturan perundang-undangan di bawah undang-undang. Pasal 24C ayat (1) UUD 1945 mengatur sebagai berikut : “Mahkamah Konstitusi berwenang mengadili pada tingkat pertama dan terakhir yang putusannya bersifat final untuk menguji undang-undang terhadap Undang-Undang Dasar. “Dalam Pasal 24A ayat (1) UUD 1945 mengatur sebagai berikut : “Mahkamah Agung berwenang mengadili pada tingkat kasasi, menguji peraturan perundang-undangan di bawah undang-undang terhadap undang-undang. “Dalam Pasal 145 ayat (2) Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 yang diubah dengan UU No. 12 Tahun 2008 mengatur sebagai berikut : “Perda sebagaimana dimaksud pada ayat (1) yang bertentangan dengan kepentingan umum dan peraturan perundang-undangan yang lebih tinggi dapat dibatalkan oleh Pemerintah.” Dalam pasal 7 UU No.12 Tahun 2011, jenis dan hierarki peraturan peraturan perundang-undangan yaitu :
1.    Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945.
2.    Ketetapan Majelis Permusyawaratan Rakyat.
3.    Undang-Undang atau Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang.
4.    Peraturan Pemerintah.
5.    Peraturan Presiden.
6.    Peraturan Daerah Provinsi, dan
7.    Peraturan Daerah Kabupaten/Kota.
            Dari ketentuan tersebut diatas, dapat dipastikan mengenai apa saja bentuk-bentuk peraturan perundang-undangan yang resmi dalam sistem hukum Indonesia berdsarkan UUD 1945 dan bentuk-bentuk peraturan mana saja yang lebih tinggi dan man yang lebih rendah tingkatannya satu sama lain. berkaitan dengan itu dapat pula diketahui dengan pasti mana saja bentuk peraturan perundang-undangan yang disebut sebagai peraturan di bawah undang-undang, mana saja yang setingkat dan mana yang lebih tinggi dari pada undang-undang.



B.Rumusan Masalah
1.    Apa saja Pengertian Peraturan Perundang-undangan?
2.    Apa saja Sumber peraturan perundang-undangan?
3.    Apa saja Fungsi peraturan perundang-undangan?
4.    Apa saja Perumusan peraturan perundang-undangan?

C.Tujuan
1.    Untuk mengetahui Pengertian Peraturan Perundang-undangan
2.    Untuk mengetahui Sumber peratu4an perundang-undangan
3.    Untuk mengetahui Fungsi peraturan perundang-undangan
4.    Untuk mengetahui Prumusan peraturan perundang-undangan




























BAB II
PEMBAHASAN

A.Pengertian Peraturan Perundang-Undangan
1.    Peraturan perundang-undangan berbentuk tertulis sehingga lazim disebut hokum tertulis  (geschreven recht/written law )
2.    Peraturan perundang-undangan dibentuk oleh pejabat atau lingkungan jabatan ( badan, organisasi ) yang mempunyai wewenang membuat peraturan yang berlaku umum atau mengikat umum ( algemen ).
3.    Peraturan perundang-undangan bersifat mengikat umum, tidak di maksudkan harus selalu mengikat semua orang.Mengikat umum hanya menunjukan bahwa peraturan perundang-undangan tidak berlaku terhadap peristiwa konkrit atau individu tertentu.
           Merujuk dari ketiga unsur-unsur pokok peraturan perundang-undangan yang ada tersebut, diperoleh kesimpulan ciri dari peraturan perundang-undangan adalah abstrak-umum atau umum-abstrak ( Bagir Manan, 1997:38 ).
            Ciri individual-konkrit dimaksudkan untuk membedakan dengan keputusan tertulis pejabat atau lingkungan pejabat yang berwenang yang lazim disebut ketetapan atau penetapan. Perbedaan antara abstrak-umum atau umum-abstrak tidak mengatur atau tidak ditunjukan pada objek, peristiwa, atau konkrit tertentu. Sebaliknya, individual-konkkrit mengatur objek, peristiwa, atau gejala konkrit tertentu, misalnya keputusan tentang pengangkatan Menteri. Menurut Baqir Manan ( 1994 : 7 ), keputusan-keputusan itu dapat dibedakan menjadi berikut ini.
1.    Keputusan yang berisi peraturan perundang-undangan .
2.    Keputan yang berisi ketetapan.
3.    Keputusan yang bukan berupa perundang-undangan dan bukan pula ketetapan, tetapi mempunyai akibat yang bersifat secara umu, misalnya keputusan pengesahan, penundaan atau pembatalan suatu peraturan daerah.
4.    Keputusan yang berisi perancanaan.
5.    Keputusan yang berisi peraturan kebijakan yang dikeluarkan atas dasar azas kebebasan bertindak.

B.Sumber Peraturan Perundang-Undangan
            Peraturan perundang-undangan mempunyai peran sangat besar dalam hidup dalam kehidupan bernegara, berbangsa, dan bermasyarakat. Hal ini mengikat sifat UUD 1945 masih global dan umum. Realitasnya suatu UUD merupakan hokum tertulis yang tidak memungkinkan memuat segala kebutuhan hukum, baik yang ada pada saat penetapan maupun masa yang akan datang sehingga untuk memenuhi tuntutan waktu dan perkembanagn zaman, diperlukan sumber-sumber lain, seperti sebagai berikut.
     Praktik atau kebiasaan kenegaraan ini didasarkan penjelasan UUD 1945 bahwa aturan-aturan yang tidak tertulis ialah aturan-aturan dasar yang timbul meskipun tidak tertulis, namun tetap terpelihara dalam praktik penyelenggaraan negara. Praktik atau kebiasaan ketatanegaraan berfungsi untuk memungkinkan kaidah-kaidah ketatanegaraan yang dimuat dalam UUD atau peraturan perundang-undangan lainnya disesuaikan dengan kebutuhan baru, baik di bidang sosial maupun politik. Semua itu diharapkan agar praktik atau kebiasaan ketatanegaraan dapat tetap berputar menggerakkan roda pemerintahan  dan penyelenggaraan negara sebagaimana mestinya(Ivor Jennings, 1956:80).
     Yurisprudensi adalah keputusan-keputusan dari hakim terdahulu untuk menghadapi suatu perkara yang tidak diatur dalam UU dan dijadikan sebagai pedoman bagi para hakim yang lain untuk menyelesaikan suatu perkara yang sama.
     TAP MPR dan Undang-Undang semata-mata melaksanakan ketentuan UUD 1945 sehingga TAP MPR dan Undang-Undang tidak boleh menyimpang dan bertentangan dengan UUD 1945. TAP MPR dan Undang-Undang boleh mengatur rincian atas ketentuan-ketentuan yang telah tercantum dalam UUD.


C. Fungsi Peraturan Perundang-undangan


     Fungsi internal adalah peraturan perundang-undangan sebagai subsistem hukum(hukum perundang-undangan) terhadap system kaidah hukum pada umumnya. Fungsi internal mencakup :
a.    Fungsi penciptaan hukum. Di Indonesia peraturan perundang-undangan merupakan cara utama menciptakan hukum sebagai sendi utama system hukum nasional. Sendi dalam peraturan perundang-undangan berdasarkan UUD 1945, meliputi sendi kerakyatan(demokrasi), negara berdasarkan atas hukum, dan negara berdasarkan atas konstitusi.
b.    Fungsi pembaruan hukum. Peraturan perundang-undangan merupakan instrument yang efektif dalam pembaharuan hukum(law reform) dibandingkan dengan pengguanaan hukum kebiasaan atau hukum Yurisprodensi. Telah dikemukakan bahwa pembentukan peraturan perundang-undangan dapat direncanakan sehingga pembaruan hukum dapat pula direncanakan. Peraturan perundang-undangan tidak hanya melakukan fungsi pembaruan terhadap peraturan perundang-undangan yang sudah ada. Namun, peraturan perundang-undangan dapat pula dipergunakan hukum adat. Fungsi pembaruan terhadap peratuaran perundang-undangan antara lain dalam rangka mengganti peraturan perundang-undangan dari masa persatuan Hindia Belanda. Tidak kalah pentingnya memperbarui peraturan perundang-undangan nasioanal yang tidak sesuai lagi dengan kebutuhan dan perkembangan baru. Berangkat dari bidang hukum kebiasaan atau hukum adat peraturan perundang-undangan berfungsi mengatur hukum kebiasaa atau hukum adat yang tidak sesuai dengan kenyataan. Pemanfaatan peraturan perundang-undangan sebagai instrument pembaruan hukum kebiasaan atau hukum adat sangat bermanfaat, dalam hal-hal tertentu kedua hukum tersebut belakangan ini sangat rigid terhadap perubahan.
c.    Fungsi integrasi ploralisme system hukum. Di Indonesia sampai saat ini, masih berlaku berbagai system hukum(empat macam system hukum), yaitu system hukum continental(barat), hukum adat, hukum agama( khususnya islam), dan hukum nasional. Pluralisme system hukum yang berlaku hingga saat ini merupakan salah satu warisan colonial yang harus ditaati kembali. Penataan kembali berbagai system hukum tersebut tidak dimaksudkan meniadakan berbagai sistem hukum, terutama system hukum yang hidup sebagai satu kenyataan yang dianut dan dipertahankan dalam pergaulan masyarakat. Pembangunan sistem hukum nasional adalah dalam rangka mengintegrasikan berbagai sistem hukum tersebut sehingga tersusun dalam satu tatanan yang harmonis satu sama lain. Mengenai Pluralisme, kaidah hukum sepenuhnya digantungkan pada kebutuhan hukum masyarakat. Kaidah hukum dapat berbeda antar berbagai kelompok masyarakat tergantung pada keadaan dan kebutuhan masyarakat yang bersangkutan.
d.   Fungsi kepastian hukum. Kepastian hukum (rechtszekerheid/legal certainty) merupakan asas penting dalam tindakan hukum.telah menjadi pengetahuan umum, bahwa peraturan perundang- undangan dapat memberikan kepastian hukum yang lebih tinggi daripada hukum kebiasaan, adat, atau yurisprudensi. Namun, perlu diketahui, kepastian hukum peraturan perundang- undangan tidak semata diletakkan pada bentuknya yang tertulis (geschereven/written). Agar bener-bener menjamin kepastian hukum, peraturan perundang-undangan harus memenuhi syarat-syarat sebagai berikut.

1)   Jelas dalam perumusannya (unambiuous).
2)   Konsisten dalam perumusannya, secara intern mengandung makna bahwa dalam peraturan perundang- undangan yang sama harus terpelihara hubungan sistematis antara kaidah-kaidahnya, kebakuan susunan, dan Bahasa. Konsisten secara ekstern adalah upayah hubungan harmonisasi antara berbagai peraturan perundang-undangan.
3)   Pengganti Bahasa yang tepat dan mudah mengerti. Bahasa peraturan perundang-undangan harus Bahasa yang umum digunakan masyarakat. Akan tetapi, ini tidak berarti Bahasa hukum tidak penting. Bahasa hukum baik dalam arti struktur peristilahan atau cara penulisan tertentu harus digunakan secara ajeg, karena merupakan bagian dari upaya menjamin kepastian hukum.

            Fungsi ekternal adalah keterkaitan peraturan perundang-undangan dengan lingkungan tempatnya berlaku. Fungsi eksternal ini dapat disebut sebagai fungsi sosial hukum. Jadi, fungsi ini dapat juga berlaku pada hukum-hukum kebiasaan, adat, atau yurisprudensi. Di Indonesia, fungsi social ini akan diperankan oleh peraturan perundang-undangan, karena berbagai pertimbangan yang sudah disebutkan sebelumnya. Fungsi sosial ini dapat dibedakan menjadi:
a.       Fungsi perubahan. Sebenarnya, dikalangan pendidikan hukum sudah lama diperkenalkan fungsi perubahan dalam peraturan perundang-undangan. Hal itu, mengingat hukum sebagai sarana pembaruan (law as social engineering). Peraturan perundang-undangan diciptakan atau dibentuk untuk mendorong perubahan masyarakat dibidang ekonomi, masyarakat, sosial, maupun budaya.
b.      Fungsi stabilisasi. Peraturan perundang-undangan di bidang pidana, keterlibatan, dan keamanan adalah kaidah-kaidah yang bertujuan untuk menjamin stabilitas masyarakat. Kaidah stabilitas dapat pula mencakup kegiatan ekonomi, seperti pengaturan kerja, tatacara perniagaan, dan lain-lain.
c.       Fungsi kemudahan. Peraturan perundang-undangan dapat pula digunakan sebagai sarana pengaturan berbagai kemudahan, seperti peraturan perundang-undanga yang berisi ketentuan insentif keringanan pajak, penundaan pengenaan pajak, penyederhanaan tata cara perizinan, dan struktur permodalan dalam penanaman modal. Fungsi kemudahan idealnya berbanding lurus dengan karakteristik dari good and clean governance.

D. Perumusan Peraturan Perundang-Undangan
            Menurut Bagir Manan (1997:138-145), hingga saat ini belim pernah ada ketentuan yang memastikan materi muatan suatu peraturan perundang-undangan. Ajaran mengenai materi muatan lebih bersifat asas-asas umum daripada materi kaidahnya, sesuai dengan aneka ragam bentuk dan model peraturan itu sendiri. Berdasarkan pendapat Bagir Manan, mata materi muatan peraaturan perundang-undangan dapat disesuaikan dengan bentuk dan model peraturan itu sendiri. Materi muatan peraturan perundang-undangan di Indinesia dapat dibedakan sebagai berikut.
1.    Materi Muatan Undang-Undang Dasar
a.    Suatu Undang-Undang Dasar memuat ketentuan-ketentuan tentang susunan organisasi negara dan pemerintah.
b.    Setiap Undang-Undang Dasar memuat ketentuan-ketentuan tentang rakyat negara.
c.    Setiap Undang-Undang Dasar memuat beberapa ketentuan yang berkaitan identitas negara setiap bahasa, lambing, dan bendera.
d.   Adanya jaminan terhadap hak-hak asasi manusia dan kewajiban warga negara.
e.    Ditetapkannya susunan ketatanegaraan suatu negara yang bersifat fundamental.
f.     Adanya pembagian dan pembatasan kekuasaan atauatau tugas ketatanegaraan yang bersifat fundamental (Wahid Siswoyo, 1996:89).

2.    Materi Muatan TAP MPR
a.    TAP MPR memenuhi unsur-unsur sebagai peraturan perundang-undangan.
b.    TAP MPR yang materi muatannya semacam materi muatan ketetapan atau penetapan administrasi negara.
c.    TAP MPR yang bersifat pedoman, seperti peraturan kebijakan didalam administrasi negara.

3.    Materi Muatan Undang-Undang
a.    Ditetapkan dalam Undang-Undang Dasar.
b.    Ditetapkan dalam Undang-Undang terdahulu.
c.    Ditetapkan dalam rangka mencabut, menambah, atau mengganti undang-undang yang lama.
d.   Materii muatan menyangkut hak dasar atau hak asasi.
e.    Materi muatan menyangkut kepentingan atau kewajiban rakyat banyak.

4.    Materi Muatan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang
a.    Hanya dikeluarka paham halal kepentingan yang memaksa.
b.    Perpu tidak boleh mengatur hal-hal yang diatur dalam Undang-Undang Dasar atau TAP MPR.
c.    Perpu tidak boleh mengatur mengenai keberadaan dan tugas wewenang Lembaga negara. Tidak boleh ada perpu yang dapat menunda atau menghapuskan kewenangan Lembaga negara.
d.   Perpu hanya boleh mengatur ketentuan undang-undang yang berkaitan dengan penyelenggaraan pemerintahan.  

5.      Materi Muatan Peraturan Pemerintahan
            Pada dasarnya materi muatan peraturan pemerintah adalah sama dengan materi muatan undang-undang.

6.      Materi Muatan Keputusan Presiden (Kepres)
            Muatan materi Kepres dapat dibedakan menjadi Kepres yang bersifat mengatur dan Kepres ketetapan atau penetapan. Hal ini sebagai perwujudan dari kekuasaan asli presiden, terutama mencakup semua kekuasaan presiden untuk menjalankan pemerintahan (adminitrasi negara) baik yang bersifat instrumental maupun yang bersifat pemberian jaminan trhadap rakyat.

7.    Materi Muatan Peraturan Menteri/Keputusa Mentri
            Peraturan Menteri (Permen) berisi ketentuan yang bersifat mengatur, sedangkat Keputusan Menteri(Kepmen) dapat berupa peraturan ketetapan. Muatan materi Kepmen atau Permen adalah:
a.    Lingkungan pengaturan terbatas pada lapangan administrasi negara, baik dalam fungsi instrumental maupun perjanjian.
b.    Lingkungan pengaturan terbatas pada bidang yang menjadi tugas, wewenang, dan tanggung jawab menteri yang bersangkutan.
c.    Tidak boleh bertentangan dengan peraturan perundang-undangan yang lebih tinggi tingkatannya dan asas-asas umum penyelenggaraan pemerintahan yang layak.

8.    Muatan Menteri Peraturan Daerah
            Peraturan daerah untuk melaksanakan otonomi meliputi seluruh urusan rumah tangga otonomi. Urusan rumah tangga otonomi bersumber pada:
a.    Urusan-urusan pemerintah yang diserahkan oleh pemerintah pusat atau pemerintah daerah yang lebih tinggi tingkatannya.
b.    Urusan-urusan pemerintaha yang timbul atas inisiatif daerah yang dibiarkan atau diakui sebagai urusan rumah tangga otonomi.

9.    Muatan Materi Keputusan Kepala Daerah
            Materi muatan Keputusan Kepala Daerah mencakup semua urusan rumah tangga, baik dibidang otonomi maupun tugas pembantuan. Keputusan kepala daerah di bidang dekonsentrasi akan meliputu tugas-tugas yang dilimpahkan kepadanya. Keputusan dekomsentrasi tidak dapat disebut sebagai keputusan kepala daerah, melainkan sebagai keputusan bupati, walikota, atau gubernur sebagai kepala wilayah.
            Muatan materi peraturan perundang-undangan di atas kemudian dirumuskan dalam bentuk tiga kegiatan, yaitu sebagai berikut.
a.    Tata susunan, mencakup:
1)   Tata letak
2)   Penggunaan dasar politik
3)   Dasar hukum
4)   Pembagian dan penggunaan bab, ayat, dan sebagainya.

b.    Sistematika, mencakup:
1)   Urutan permasalahan ( dari yang sederhana kepada yang kompleks), dan
2)   Urutan materi pokok dan materi penunjang.

c.    Bahasa, mencakup:
1)      Penggunaan Bahasa yang sederhana
2)      Peristilahan yang monolitik
3)      Struktur kalimat (kalimat aktif atau kalimat pasif, kalimat perintah atau larangan).

            Selain mengetahui cara merumuskan peraturan perundang-undangan di atas, hal tidak kalah penting untuk diketahui dalam merumuskan peraturan perundang-undangan adalah sebagai berikut.
1.    Tujuan pembentukan peraturan perundang-undangan (seperti dalam rangka pembinaan hukum nasional).
2.    Fungsi peraturan perundang-undangan (seperti fungsi ketertiban, fungsi keadilan, fungsi penujang pembangunan, dan fungsi mendorong perubahan social).
3.    Benar-benar menguasai materi yang hendak diatur. Maksudnya adalahpengetahuan tentang apakah materi tersebut pernah diatur dan jenis perundang-undangan yang bagaimanakahyang tepat untuk mengatur perundang-undangan yang direncanakan.
            Peraturan perundang-undangan yang dikatakan baik apabila dapat memenuhi beberapa unsur berikut ini.
1.    Perumusannya tersusun secara sistematis dengan bahasa sederhana dan baku.
2.    Sebagai kaidah maupun mencapai daya guna dan hasil guna setinggi-tingginya baik dalam wujud ketertiban maupun keadilan.
3.    Sebagai gejala sosial merupakan perwujudan pandangan hidup, kesadaran hukum, dan rasa keadilan masyarakat.
4.    Sebagai subsistem hukum harus mencerminkan suatu rangkaian sistem yang teratur dari keseluruhan sistem yang ada.
          Peraturan perundang-undangan yang baik seperti diatas, jika diimplementasikan secara kooperatif akan memudahkan semua pihak, baik pemerintah (eksekutif), DPR, MPR (legisatif), maupun MA (yudikatif). Khusus pelaku hukum (law enforcement) peraturan perundang-undangan yang telah memenuhi beberapa syarat diatas akan memperlancar pelaksanaan tugasnya yang pada akhirnya dapat menimbulkan rasa keterikatan dan penuh tanggung jawab. Sedang bagi masyarakat, karena memahami dan mengerti hukum, akan mempertinggi proses daya guna peraturan perundang-undangan.



BAB III

PENUTUP

A. Kesimpulan

            Peraturan perundang-undangan adalah setiap keputusan tertulis yang di keluarkan pejabat atau lingkungan jabatan yang berwenang yang berisi aturan tingkahlaku yang bersifat mengikat secara umum. Selain itu, aturan perundang-undangan berisi tentang aturan tingkahlaku yang mengikat secara umum dapat juga berisi ketentuan-ketentuan mengenai hak, kewajiban, fungsi, status, atau suatu tatanan ( Baqir Manan, 1997:52). Terdapat unsur-unsur pokok dalam peraturan perundang-undangan, yaitu sebagai berikut.
1.   Peraturan perundang-undangan berbentuk tertulis sehingga lazim disebut hukum tertulis  (geschreven recht/written law )
2.   Peraturan perundang-undangan dibentuk oleh pejabat atau lingkungan jabatan (   badan, organisasi ) yang mempunyai wewenang membuat peraturan yang berlaku umum atau mengikat umum ( algemen ).
3.   Peraturan perundang-undangan bersifat mengikat umum, tidak di maksudkan harus selalu mengikat semua orang.Mengikat umum hanya menunjukan bahwa peraturan perundang-undangan tidak berlaku terhadap peristiwa konkrit atau individu tertentu.

            Peraturan perundang-undangan mempunyai peran sangat besar dalam hidup dalam kehidupan bernegara, berbangsa, dan bermasyarakat. Hal ini mengikat sifat UUD 1945 masih global dan umum. Realitasnya suatu UUD merupakan hokum tertulis yang tidak memungkinkan memuat segala kebutuhan hukum, baik yang ada pada saat penetapan maupun masa yang akan datang sehingga untuk memenuhi tuntutan waktu dan perkembanagn zaman, diperlukan sumber-sumber lain, seperti sebagai berikut: Praktik atau kebiasaan kenegaraan, Yurisprudensi, TAP MPR dan Undang-Undang.

            Fungsi peraturan perundang-undangan dibedakan menjadi fungsi internal dan fungsi eksternal (Bagir Manan, 1997:138-144).
1.   Fungsi Internal
a.    Fungsi penciptaan hukum.
b.    Fungsi pembaruan hukum.
c.    Fungsi integrasi ploralisme sistem hukum.
d.   Fungsi kepastian hukum.
2.   Fungsi Eksternal
a.    Fungsi perubahan.
b.    Fungsi stabilisasi
c.    Fungsi kemudahan.

            Proses perumusan peraturan perundang-undangan merupakan salah satu bagian dari perumusan perundang-undangan itu sendiri. Peraturan perundang-undangan yang dimaksud disini adalah setiap keputusan dalam bentuk tertulis yang ditetapkan oleh pejabat berwenang dan mengikat secara umum. Bentuk tertulis merupakan hukum yang oleh Achmad Sanusi diperincikan menjadi hukum “tertulis” denagn yang “ditulis” atau “tersurat” atau “tertulis” (Achmad Sanusi, 1958: 76: 44). Hukum tertulis memerlukan proses cara merumuskan dengan sedemikian rupa sehingga maksud yang dikandungdalam undang-undang tersebut bisa terpahami. Adapun, yang dirumuskan adalah materi muatan peraturan perundang- undangan. Materi muatan adalah muatan yang sesuai dengan bentuk peraturan perundang-undangan tertentu.

B.  Saran