KONSEP
DASAR MANAJEMEN BERBASIS SEKOLAH
MANAJEMEN BERBASIS SEKOLAH
Dosen Pembimbing:
Dr.,Dra.
Siti Fatimah Soenaryo, M.Pd.
KELOMPOK
|
: 02
|
|
KELAS
|
: PGSD
2 A
|
|
Disusun
oleh:
|
||
1.
|
LAILA
AUNUR ROCHMI
|
(201810430311003) – Ketua
|
2.
|
KURNIA LAILY DIANING UTAMI(201810430311008)
|
|
3.
|
RAODHATUL
JANNAH
|
(201810430311021)
|
4.
|
SITI
MUHLIS QOLBIYAH
|
(201810430311035)
|
5.
|
AGASSI
GILANG RIZKY
|
(201810430311049)
|
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH MALANG
FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN PENDIDIKAN GURU SEKOLAH DASAR 2019
KATA PENGANTAR
Puji syukur kami panjatkan kepada
Allah SWT karena atas limpahan rahmat dan karunia Nya kami dapat menyelesaikan
tugas makalah tentang Konsep Dasar Manajemen Berbasis Sekolah ini dengan baik tanpa
ada kurang suatu apapun. Tidak lupa kami berterimakasih kepada Ibu Dr.Dra. Siti
Fatimah Soenaryo, M.Pd. selaku dosen pembimbing dalam mata kuliah Manajemen
Berbasisi Sekolah yang sudah memberikan tugas ini.
Penulis makalah, berharap suatu
saat berguna dan bermanfaat serta menambah wawasan pengetahuan tentang Konsep
Dasar Manajemen Berbasis Sekolah. Dalam pembuatan makalah ini penulis sangat
menyadari masih banyak sekali kekurangan dan masih membutuhkan perbaikan. Oleh
karena itu, penulis sangat berterimakasih apabila pembaca berkenan untuk
memberikan kritik dan saran yang pasti akan membangun.
Malang,
28 Maret 2019
Penyusun
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR................................................................................................................. 2
DAFTARISI...................................................................................................................................... 3
PETA KONSEP.............................................................................................................................. 4
BAB I PENDAHULUAN......................................................................................................... 5
A. Latar
Belakang.................................................................................................................. 5
B. Rumusan
Masalah............................................................................................................ 6
C. Tujuan.................................................................................................................................... 7
BAB II ISI......................................................................................................................................... 8
A.
PENGERTIAN MANAJEMEN BERBASIS SEKOLAH...................... 8
B.
KARAKTERISTIK MANAJEMEN BERBASIS SEKOLAH............. 9
C. MANAJEMEN BERBASIS SEKOLAH SEBAGAI
PENINGKATAN MUTU PENDIDIKAN...................................................... 11
D. PRINSIP-PRINSIP
MANAJEMEN BERBASIS SEKOLAH............. 16
E. POLA BARU
MANAJEMEN BERBASIS SEKOLAH.......................... 20
BAB III PENUTUP...................................................................................................................... 22
A.
KESIMPULAN............................................................................................................... 22
DAFTAR PUSTAKA.................................................................................................................. 23
BAB 1
PENDAHULUAN
A. LATAR BELAKANG
Sejak tahun 1998 sampai sekarang,
era reformasi telah membawa perubahan mendasar dalam berbagai segi kehidupan
berbangsa dan bernegara di Indonesia salah satunya pada bidang pendidikan.
Salah satu perubahan mendasar yang terjadi ini adalah perubahan pada manajemen
negara/pemerintahan, yaitu dari manajemen berbasis pusat menjadi manajemen
berbasis daerah.
Pendidikan merupakan faktor utama
dalam pembentukan pribadi manusia. Pendidikan sangat berperan dalam membentuk
baik buruknya pribadi manusia menurut ukuran normatif. Pendidikan adalah usaha
sadar dan bertujuan untuk mengembangkan kualitas manusia. Sebagai suatu
kegiatan yang sadar akan tujuan, maka dalam pelaksanaannya berada dalam suatu
proses yang berkesinambungan dalam setiap jenis dan jenjang pendidikan.
Semuanya berkaitan dalam suatu sistem pendidikan.
Peningkatan kualitas SDM (Sumber
Daya Manusia) merupakan salah satu penekanan dari tujuan pendidikan, seperti yang
tertera dalam Undang-Undang No. 20 Tahun 2003 tentang Tujuan Pendidikan
Nasional Bab II Pasal 3. Kekuatasn yang hakiki dari reformasi bangsa dimulai
dari sumber daya manusia yang memiliki visi dan kepribadian yang mau
mengedepankan kepentingan orang banyak dalam berbagai aspek kehidupan. Agar
suatu bangsa dapat melakukan perubahan atau reformasi maka diperlukan
peningkatan kualtas SDM. Salah satu wahan untuk meningkatkan kualitas SDM
adalah melalui pendidikan dan pelatihan dalam arti yang luas. Upaya meningkatkan
kualitas pendidikan haruslah mencakup semua jenjang, jalur dan jenis pendidikan
seperti yang terdapat dalam sistem pendidikan suatu bangsa. Banyak faktor yang
ikut berpengaruh terhadap kualitas pendidikan, namun salah satu yang diduga
besar pengaruhnya
adalah faktor manajemen pendidikan, terutama
Manajemen Berbasis Sekolah (MBS).
Secara resmi perubahan manajemen
telah diatur dalam Undang-Undang RI Nomor 22 Tahun 1999 yang disempurnakan
dengan Undang-Undang RI Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintah Daerah dan
Undang-Undang RI Nomor 33 Tahun 2004 tentang Perimbangan Keuangan Antara
Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah. Konsekuensi logis dari kedua
Undang-Undang tersebut adalah bahwa manajemen pendidikan harus disesuaikan dengan
jiwa dan semangat otonomi. Karena itu, manajemen pendidikan berbasis pusat
diubah menjadi manajemen berbasis sekolah (MBS).
Mengubah manajemen berbasis pusat
menjadi manajemen berbasis sekolah merupakan proses yang panjang dan melibatkan
banyak pihak. Perubahan ini memerlukan penyesuaian-penyesuaian, baik sistem
atau struktur, kultur, maupun figure, dengan tuntutan-tuntutan baru manajemen
pendidikan. Oleh karena itu, kita tidak bermimpi bahwa perubahan ini akan
berlangsung sekali jadi dengan hasil yang langsung baik. Dengan demikian,
fleksibilitas, eksperimentasi, dan cara berpikir kemprehensif yang menghasilkan
kemungkinan-kemungkinan baru dalam penyelenggaraan manajemen berbasis sekolah
perlu didorong.
Sistem manajemen pendidikan yang
sentralis telah terbukti tidak membawa kemajuan yang berati bagi peningkatan
kualitas pendidikan pada umumnya. Bahkan dalam kasus-kasus tertentu, manajemen
sentralis telah menyebabkan terjadinya pemandulan kreativitas pada satuan
pendidikan pada berbagai jenis dan jenjang pendidikan. Untuk mengatasi
terjadinya stagnasi atau kemandekan pada bidang pendidikan ini diperlukan
adanya paradigm baru dalam bidang pendidikan.
B. RUMUSAN
MASALAH
1. Apa yang dimaksud
dengan pengertian manajemen berbasis sekolah?
2. Bagaimana
karakteristik dari manajemen berbasis sekolah?
3.
Bagaimana manajemen berbasis
sekolah sebagai peningkatan mutu pendidikan?
4. Apa
prinsip – prinsip dari manajemen berbasis sekolah?
5. Bagaimana
poala baru manajemen berbasis sekolah?
C. TUJUAN
1. Untuk
mengetahui pengertian dari manajemen berbasis sekolah.
2. Untuk
mengetahui karakteristik dari manajemen berbasis sekolah.
3.
Untuk mengetahui manajemen
berbasis sekolah sebagai peningkatan mutu pendidikan.
4. Untuk
mengetahui prinsip- prinsip dari manajemen berbasis sekolah.
5. Untuk
mengetahui pola baru manajemen berbasis sekolah
BAB II
ISI
A. PENGERTIAN MANAJEMEN BERBASIS SEKOLAH
Konsep dasar MBS yaitu paradigma
baru pendidikan yang memberikan otonomi luas pada tingkat sekolah dalam
kerangka kebijakan pendidikan nasional. Penerapan konsep MBS berkaitan dengan
elmen-elmen sistem pendidikan lainnya, seperti standar nasional, kurikulum
berbasis kompetensi, evaluasi yang independen, akreditasi, sertifikasi,
profesionalisme ketenagaan, serta pengalokasian dana dan sumber daya pendidikan
lainya. Itu semua bertujuan untuk mencapai efektifitas, efisiensi, dan relevasi
sistem pendidikan. Konsep itu menekankan pentingnya peningkatan mutu terpadu
sehingga dapat dijadikan kebijakan strategis dalam implementasi pendidikan yang
diprakarsai sekolah dari daerah.
Inti MBS yaitu kewewnangan yang
bertumpu pada sekolah. Ada beberapa keuntungan dari konsep dasar MBS sebagai
berikut:
1.
Kebijaksanaan dan kewenangan
sekolah membawa pengaruh langsung kepada peserta didik, orang tua dan guru;
2. Memiliki
tujuan agar dapat memanfaatkan sumber daya lokal;
3.
Pembelajaran efektif dalam hal
pembinaan peserta didik seperti kehadiran, hasil belajar, tingkat pengulangan,
tingkat putus sekolah, moral guru dan iklim sekolah;
4.
Adanya perhatian bersama untuk
mengambil keputusan, memberdayakan guru, manajemen sekolah, rancang ulang
sekolah dan perubahan
perencanaan
(Mulyasa, 2002: 25)
Fungsi manajemen dalam MBS harus
diterapkan dengan baik mulai dari perencanaan, pelaksanaan, pengawasan, dan
pembahasannya. MBS memiliki komponen sekolah yang harus dikelola dengan baik
seperti kurikulum dan program pengajaran, tenaga pendidikan, kesiswaan,
keuangan, sarana dan pra-sarana, pengelolaan hubungan sekolah, dan masyarakat
serta manajemen pelayanan khusus pendidikan.
Konsep MBS yang demikian adanya
memang berangkat dari tuntutan diterapkannya kebijakan disentralisasi dan otonomi
daerah. Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintah Daerah dan
Undang-Undang Nomor 33 Tahun 2004 tentang Perimbangan Keuangan Pusat dan Daerah
telah membawa perubahan dalam berbagai bidang kehidupan termasuk bidang penyelenggaraan
pendidikan. Kewenangan yang diberikan pemerintah pusat kepada pemerintah daerah
melahirkan kebijakan desentralisasi dan otonomi yaitu kewenangan pemerintah
daerah untuk mengatur daerahnya sendiri dengan tetap mengedepankan pemerintah
pusat sebagai control of governance.
(Hidayat dan Machali, 2012: 53)
B.
KARAKTERISTIK MANAJEMEN BERBASIS SEKOLAH
Manajemen berbasis sekolah
memiliki karakteristik yang perlu dipahami oleh sekolah yang akan menerapkannya.
Dengan kata lain, jika sekolah ingin berhasil dalam menerapkan MBS, maka
beberapa karakteristik MBS perlu dipelajari dan dipahami dengan baik.
Karakteristik manajemen
peningkatan mutu berbasis sekolah dapat diketahui dengan bagaimana sekolah
dapat mengoptimalkan kinerjanya. Beberapa kinerja yang dapat menajadi acuan
adalah, proses pembelajaran, pengelolaan sumber belajar, profesionalisme tenaga
kependidikan, serta sistem administrasi secara keseluruhan.
Karakteristik manajemen
peningkatan mutu berbasis sekolah secara inklusif memuat elemen-elemen sekolah
efektif yang dikategorikan menjadi input, proses dan output. Karakteristik ini
menerapkan pada keseluruhan aspek pendidikan melalui pendekatan sistem.
Penguraian ketiganya diawali dengan output dan diakhiri dengan input.
Output sekolah diukur dengan
kinerja sekolah, yaitu pencapaian atau prestasi yang dihasilkan oleh proses
sekolah. Kinerja sekolah dapat diukur dari efektivitas, kualitas,
produktivitas, efisiensi, inovasi, moral kerja. Proses sekolah adalah proses
pengambilan keputusan,pengelolaan kelembagaan, pengelolaan program, dan
belajar-mengajar. Input sekolah antara lain visi, misi, tujuan, sasaran,
struktur organisasi, input manajemen, input sumber daya (Nurkolis, 2003: 111).
Saud, seperti dikutip Mulayasa
(2014), menjelaskan bahwa karakteristik dasar MBS adalah pemberian otonomi yang
luas kepada sekolah, partisipasi masyarakat dan orang tua peserta didik yang tinggi, kepemimpinan sekolah
yang demikratis dan profesional, serta adanya team work yang profesional.
a. Pemberian
otonomi luas kepada sekolah
MBS memberikan otonomi yang luas kepada sekolah
disertai seperangkat tanggung jawab pengelolaan sumber daya dan pengembangan
strategi sesuai dengan kondisi setempat, sekolah dapat lebih memberdayakan
tenaga kependidikan agar lebih berkosentrasi pada tugas utamanya. Dalam hal
itu, sekolah sebagai lembaga pendidikan diberi kewenangan dan kekuasaan yang
luas untuk mengembangkan program-program kurikulum dan pembelajaran sesuai
dengan kondisi dan kebutuhan peserta didik serta tuntutan masyarakat.
b. Partisipasi
masyarakat dan orang tua
Pelaksanaan program-program sekolah didukung oleh
partisipasi masyarakat dan orang tua peserta didik yang tinggi. Orang tua
peserta didik dan masyarakat tidak hanya mendukung sekolah melalui bantuan
keuangan, tetapi melalui komite sekolah dan dewan pendidikan merumuskan serta
mengembangkan program-program yang dapat meningkatkan kualitas sekolah.
Masyarakat dan orang tua menjalin kerja sama untuk membantu sekolah sebagai
narasumber barbagai kegiatan sekolah untuk meningkatkan kualitas pembelajaran.
c. Kepemimpinan
yang demokratis dan profesional
Sama halnya dengan partisipasi masyarakat
program-program sekolah tidak akan berjalan baik tanpa kepemimpinan sekolah
yang demokratis dan profesional. Kepala sekolah dan guru sebagai pelaksana inti
program-program sekolah merupakan orang-orang yang memiliki kemampuan dan
integritas profesional. Kepala sekolah adalah manajer sekolah yang direkrut
komite sekolah untuk mengelola segala kegiatan sekolah berdasarkan kebijakan
yang telah ditetapkan. Guru-guru yang direkrut oleh sekolah adalah pendidik
profesional dalam bidangnya masing-masing, sehingga baik kepala sekolah maupuan
para guru bekerja berdasarkan pola kinerja profesional yang disepakati bersama
untuk memberi kemudahan dan mendukung keberhasilan pembelajaran peserta didik.
Dalam pengambilan keputusan kepala sekolah mengimplementasikan proses
bottom up secara demokratis, sehingga semua pihak memiliki tanggung jawab
terhadap keputusan yang diambil berserta pelaksanaannya.
d. Team work
yang kompak dan transparan
Adanya tim yang kompak dalam
menjalankan program sekolah sangat menentukan tingkat keberhasilan sekolah
dalam mencapai tujuan pendidikan. Semua pihak yang terlibat dalam pelaksanaan
pengelolaan pendidikan berjalan harmonis dan saling membutuhkan. Dengan
demikian keberhasilan MBS merupakan hasil sinergi (sinergistic effect) dari
kolaborasi tim yang kompak dan transparan (Mulyasa, 2014: 36-38).
Menurut Levavic dalam Bafadal
(2006), terdapat tiga karakteristik kunci MBS, yaitu sebagai berikut:
a.
Kekuasaan dan tanggung jawab dalam
pengambilan keputusan yang berhubungan peningkatan mutu pendidikan
didesentralisasikan kepada para stakeholder sekolah.
b.
Domain manajemen peningkatan mutu
pendidikan yang mencakup keseluruhan aspek peningkatan mutu pendidikan,
mencakup keuangan, kepegawaian, sarana dan prasarana, penerimaan siswa baru,
dan kurikulum.
c.
Walaupun keseluruhan domain
manajemen peningkatan mutu pendidikan didesentralisasikan ke sekolah-sekolah,
namun diperlukan adanya sejumlah regulasi yang mengatur fungsi control pusat
terhadap keseluruhan pelaksanaan kewenangan dan tanggungjawab sekolah (Bafadal,
2006: 82).
C.
MANAJEMEN BERBASIS SEKOLAH SEBAGAI PENINGKATAN
MUTU PENDIDIKAN
1. Perlunya Pendidikan yang bermutu
Pendidikan yang bermutu merupakan
syarat utama untuk mewujudkan kehidupan bangsa yang maju, modern, dan
sejahtera. Sejarah perkembangan dan pembangunan bangsa-bangsa mengajarkan pada
kita bahwa bangsa yang maju, modern, makmur, dan sejahtera adalah bangsa-bangsa yang memiliki system dan
praktek Pendidikan yang bermutu. Mutu Pendidikan sebagai salah satu pilar
pengembangan bsumber daya manusia sangat penting maknanya bagi pembangunan
nasional. Karena itu upaya peningkatan mutu Pendidikan merupakan hal mutlak
yang harus dilaksanakan dalam upaya menciptakan Pendidikan yang berkualitas.
Mutu Pendidikan merupakan
konsekuensi langsung dari suatu perubahan dan perkembangan berbagai aspek
kehidupan. Tuntutan terhadap mutu Pendidikan menjadi syarat terpenting untuk
dapat menjawab tantangan perubahan dan perkembangan. Hal ini diperlukan untuk
mendukung terwujudnya manusia Indonesia yang cerdas dan berkehidupan yang
damai, terbuka, dan berdemokrasi, serta mampu bersaing secara terbuka di era
globalisasi.
Dalam Pendidikan yang bermutu
juga harus fungsional dalam arti memilikji kebebasan belajar dan memfokuskan
pada pengalaman belajar yang akan mempersiapkan dan membantu peserta didik
untuk berkembang. Selain itu, juga membantu peserta didik untuk mengembangkan
intelektualitas, personal atau kepribadian, pekerjaan atau keterampilan khusus,
etika dan sikap yang akan bermanfaat dalam kehidupan di masyarakat mendatang
yang kompleks dan berubah-ubah.
Walaupun pandangan tentang mutu
Pendidikan yang dikemukakan Hallinger tersebut hamya dari sudut pelanggan
eksternal primer, pendapat itu menunjukkan suatu pandangan yang cukup luas.
Ukuran kualitas Pendidikan tidak hanya dilihat dari prestasi akademiknya saja,
yaitu bberupa nilai ujian, tetapi pengaruh hasil Pendidikan untuk kehidupan
sehari-hari, bahkan mencakup dimensi yang amat jauh yaitu tanggung jawab
social, politik, dan budaya.
2.
Kualitas
Pendidikan yang Direncanakan
Dengan adanya mutu ini, masyarakat
memiliki pandangan yang beragam dalam menilai mutu Pendidikan sesuai dengan
sudut pandangan mereka masing-masing. Dari sudut pandang penyerapan outcomes
sekolah dalam dunia industri, seperti, seperti di pabrik. Dari sudut pandang
target kelulusan, maka Lembaga Pendidikan yang bermutu adalah Lembaga yang para
siswanya banyak yang lulus atau lulus semua.
Untuk mewujudkan Lembaga
Pendidikan bermutu ini menuntut adanya pengelolaan Lembaga yang efektif dan
efisien dalam segala aspekny, baik aspek SDM, dana, serta sarana pra sarana.
Pengelolaan Lembaga yang efektif dan efisien dapat tercapai jika pengelolaan
atau pimpinannya efektif, yaitu bersifat terbuka dan adaptif. Kedua sifat ini
akan menentukan pemimpin yang memiliki pengaruh kepada guru dan personil
lainnya terhadap pencapain tujuan. Dan pemimpin yang adaptif akan banyak
mendapat dukungan dari bawah.
Adapun lembaga pendidikan yang
dikelola secara efektif dan efisien akan berdampak positif dalam mencapai
pembelajaran yang efektif dan efisien pula, yang akhirnya menghasilkan lembaga
dan lulusan yang unggul. Tujuan ini tidak mudah mencapainya, karena harus
didukung oleh semua elemen lembaga, mulai dari pimpinan staf, guru-guru dan
juga murid. Bahkan keterlibatan orang tua, masyarakat sekitar dan orang-orang
yang memiliki perhatian terhadap lembaga perlu diajak berkomunikasi. Hal ini
mengingat bahwa lembaga pendidikan bukanlah milik pimpinan, tetapi milik dan
menjadi tanggung jawab bersama antara lembaga, orang tua dan masyarakat.
Pembicaraan tentang mutu atau
kualitas pendidikan ini tidak dapat dilepaskan dari TQM (Total Quality
Management), yang awalnya bergerak dan meraih sukses di dalam dunia bisnis,
yang berkat ke suksesan tersebut kemudian diadopsi oleh dunia Pendidikan. TQM merupakan
suatu sistem manajemen yang memfokuskan pada orang yang secara konsen ingin
meningkatkan kepuasan pelanggan secara berkelanjutan. Di sini siswa dianggap
sebagai pelanggan (customers), karena mereka membayar SPP, sedang sekolah
(pendidikan) sebagai pemberi jasa. Jadi para peserta didik di sini memiliki hak
untuk menerima jasa yang ditawarkan pendidikan.
Dengan menggunakan konsep TQM
ini, jelas pendidikan menjadi industri jasa, bukan proses industri. Artinya,
penyelenggaraan pendidikan tidak memandang input dan output, tetapi memandang
para pelanggan yang memiliki kebutuhan. Adapun ukuran atau standar pelanggan
ditandai oleh tiga indikator, yaitu: 1) kepuasan pelanggan, 2) meningkatnya
minat dan harapan pelanggan, dan 3) menyenangkan pelanggan. Oleh karena itu,
dalam memandang pendidikan yang bermutu, tidak dapat hanya dilihat dari
kualitas lulusannya saja, tetapi juga harus melihat bagaimana lembaga
pendidikan tersebut mampu memenuhi kebutuhan pelanggan sesuai dengan standar mutu
yang berlaku sebagaimana dijelaskan di atas. Pelanggan itu sendiri dapat
dibedakan menjadi dua, yaitu pelanggan internal seperti tenaga pendidik dan
kependidikan; dan pelanggan eksternal seperti peserta didik, orang tua,
masyarakat dan pemakai lulusan. Pelanggan internal merupakan modal SDM yang
akan menentu kualitas akhir suatu produk dan organisasi. Dari sinilah
keberhasilan pelaksanaan TQM pada lembaga pendidikan sangat ditentukan oleh
kesiapan, kesediaan, dan kompetensi pimpinan dan tenaga kependidikan di lembaga
yang bersangkutan.
Melihat gambaran pendidikan yang
berkualitas sebagaimana di atas, pola-pola pengelolaan lembaga di atas dapat
diadopsi dalam rangka pengembangan dan peningkatan lembaga pendidikan. Dengan
berbekal pada dua pelanggan (internal dan eksternal) yang dimiliki, serta
berbagai pertimbangan kelebihan yang dimiliki, sarana dan prasarana, pendanaan,
maupun yang lainnya, tekad untuk membentuk dan membangun lembaga yang
berkualitas akan dapat terwujud. Dengan membangun kesepahaman komitmen,
kerjasama saling mendukung, dan jalinan komunikasi dua arah, nampak bahwa jalan yang akan ditempuh dalam meningkatkan pendidikan yang berkulaitas tidak
akan banyak mengalami gangguan atau kendala yang berarti.
3. Strategi Meningkatkan Kualitas Pendidikan
Kualitas Pendidikan dapat ditingkatkan melalui
beberapa cara, seperti :
1.
Meningkatkan ukuran prestasi
akademik melalui ujian nasional atau ujian daerah yang menyangkut kompetensi
dan pengetahuan, , memperbaiki tes bakat, sertifikat kompetensi dan profil
portfolio.
2.
Membentuk kelompok sebaya untuk
meningkatkan gairah pembelajaran melalui belajar secara kooperatif.
3.
Menciptakan kesempatan belajar baru
di sekolah dengan mengubah jam sekolah menjadi pusat belajar baru di sekolah
dengan mengubah jam sekolah menjadi pusat belajar sepanjang hari dan tetap
membuka sekolah pada jam-jam libur.
4.
Meningkatkan pemahaman dan
penghargaan belajar melalui penguasaan materi.
5.
Membantu siswa memperoleh
pekerjaan dengan menawarkan kursus-kursus yang berkaitan dengan keterampilan
memperoleh pekerjaan.
Cara meningkatkan kualitas
Pendidikan yang kini menggejala di seluruh pelosok dunia adalah melalui MBS.
Namun demikian, dalam MBS ini kualitas dilihat dari perspektif yang lebih luas
dari pada yang biasanya didefinisikan para pengamat dan ahli Pendidikan
sebelumnya. Kemajuan sekolah dalam konteks MBS ini pun dilihat dari pandangan
yang jauh lebih luas dari pemaknaan sebelumnya.
Di amerika serikat Site Based Management dapat menjadi
sarana yang efektif umtuk kemajuan sekolah. Menurut Reynolds (1997) yakin bahwa
MBS akan membawa kemajuan dalam dua area yang saling tergantung, yaitu kemajuan
program Pendidikan dan pelayanan kepada siswa orang tua siswa dan
masyarakat dan kualitas lingkungan kerja untuk semua anggota organisasi.
Untuk mendapatkan kualitas
seperti apa yang diinginkan maka MBS harus disesain secara matang. Fullan dan
Watson (1999) mengajukan dua pertanyaan yang ditujukan kepada desainer MBS
ketika mendesainer kualitas sekolah, yang meliputi:
1.
Apa yang ingin kita coba raih
yaitu apakah akhir dari penerapan MBS
2.
Bagaimana cara mencapainya dan
kondisi-kondisi apa yang berkaitan dengan pencapain tujuan yang lebih utama.
Dari kedua pertanyaan tersebut itu kemudian mereka menyarankan bahwa MBS tidak
berarti membiarkan desentralisasi sekolah dan masyarakat menurut cara mereke
sendiri.
Seain itu, wohlstetter dalam Watson (1999) memberikan
panduan yang komprehensif sebagai elemen kunci reformasi MBS yang terdiri dari Pertama, Menetapkan secara jelas visi
dan hasil yang diharapkan. Kedua,
Menciptakan focus tujuan nasional yang memerlukan perbaikan.
Misalnya, tingkat pembelajaran siswa yang lebih
baik dan menyalurkan energi staf sekolah untuk mengubah kurikulum dan kebutuhan
belajar untuk menghasilkan tingkat pembelajaran yang lebih baik. Ketiga, adanya
panduan kebijakan dari pusat yang berisi standar-standar kepala sekolah. Keempat, tingkat kepemimpinan yang kuat
dan dukungan politik dan dukungan kepemimpinan dari atas. Kelima, pembangunan kelembagaan melalui pelatihan dan dukungan
kepada kepala sekolah, para guru, dan anggota dewan sekolah adalah hal penting
demi kesuksesan MBS. Keenam, adanya
keadilan dalam pendanaan atau pembiayaan pendidikan.
D. PRINSIP-PRINSIP MANAJEMEN BERBASIS SEKOLAH
Pada dasarnya Manajemen Berbasis Sekolah
memiliki tiga prinsip yakni prinsip otonomi sekolah, prinsip fleksibilitas, dan
prinsip partisipasi untuk mencapai sasaran mutu sekolah. Adapun penjelasan dari
masing-masing prinsip adalah sebagai berikut:
a. Prinsip
Otonomi Sekolah
Otonomi dapat diartikan sebagai kemandirian, yang
berate kemandirian dalam mengatur dan mengurus dirinya sendiri (pengelolaan
mandiri). Dalam hal prinsip pengelolaan mandiri dibedakan dari pandangan yan
menganggap sekolah hanya sebagai satuan organisasi pelaksana yang hanya
melaksanakan segala sesuatu berdasarkan pengarahan, petunjuk dan instruksi dari
atas atau dari luar. Kemandirian dalam program dan pendanaan merupakan tolok
ukur utama kemandirian sekolah. Pada gilirannya, kemandirian yang berlangsung
secara terus menerus akan menjamin kelangsungan hidup dan perkembangan sekolah.
Jadi otonomi sekolah adalah kewenangan sekolah untuk mengatur dan mengurus
kepentingan warga sekolah menurut prakarsa sendiri berdasarkan aspirasi warga
sekolah sesuai dengan peraturan perundang-undangan pendidikan nasional yang
berlaku. Tentu saja kemandirian yang dimaksud harus didukung oleh sejumlah
kemampuan, yaitu kemampuan mengambil keputusan yang terbaik, kemampuan
berdemokrasi/menghargai perbedaan pendapat, kemampuan memobilisasi sumber daya,
kemampuan memilih cara pelaksanaan yang terbaik, kemampuan berkomunikasi dengan
cara yang efektif, kemampuan memecahkan persoalan-persoalan sekolah, kemampuan
adaptif, dan antisipatif, kemampuan bersinergi dan berkolaborasi, serta
kemampuan memenuhi kebutuhannya sendiri.
Kemandirian tersebut dimaksudkan kemandirian yang
tidak bersifat mutlak, absolut atau semaunya. Kemandirian yang ada tetap harus
bertolak pada ketentuan, peraturan, dan perundangan yang berlaku. Sebagai salah
satu contoh peningkatan mutu pendidikan di sekolah, guru sebagai professional memiliki keleluasan untuk menerapkan kiat-kiat pembelajaran yang efektif
untuk mencapai kompetensi yang telah ditetapkan.
b. Prinsip Fleksibilitas
Fleksibilitas dapat diartikan sebagai
keluwesan-keluwesan yang diberikan kepada sekolah untuk mengelola,
memanfaatkan, dan memberdayakan sumber daya sekolah seoptimal mungkin untuk
meningkatkan mutu sekolah. Dengan keluwesan sekolah yang lebih besar, sekolah
akan lebih lincah dan tidak harus menunggu arahan dari atasannya untuk
mengelola, memanfaatkan dan memberdayakan sumber daya.
Dengan prinsip fleksibilitas ini, sekolah akan
lebih cepat dalam menanggapi segala tantangan yang dihadapi. Prinsip flesibilitas
ini tetap mengacu pada kebijakan, peraturan dan perundang-undangan yang
berlaku. Contoh fleksibilitas yang dilakukan oleh guru yang dapat dilakukan
oleh seorang guru di sekolah adalah guru yang profesional memiliki kewenangan
untuk memilih, menentukan metode, alat dan sumber belajar yang dia yakini
efektif untuk mencapai tujuan pembelajaran dan dia akan mempertanggung
jawabkannya. Dalam konteks penyusunan program, masing-masing sekolah dapat
menetukan prioritas-prioritas program yang dapat dilakukan sesuai kondisi
masing-masing sekolah yang disesuaikan dengan lingkungan sekolah.
c. Prinsip
Partisipasi (Demokratis)
Prinsip partisipasi yang dimaksud adalah penciptaan
lingkungan yang terbuka dan demokratik. Warga seklah (guru, siswa, karyawan)
dan masyarakat (orang tua siswa, tokoh masyarakat) didorong untuk terlibat
secara langsung dalam penyelenggaraan pendidikan, mulai dari pengambilan
keputusan, pelaksanaan, dan evaluasi pendidikan yang diharapkan dapat
meingkatkan mutu pendidikan. Hal ini dilandasi oleh keyakinan bahwa jika
seseorang dilibatkan (berpartisipasi) dalam penyelenggaraan pendidikan, maka
yang bersangkutan akan mempunyai
“rasa memiliki” terhadap sekolah, sehingga yang
bersangkutan juga akan bertanggunng jawab dan berdedikasi dalam mencapai tujuan
sekolah. Semakin besar partisipasi, semakin besar pula rasa memiliki, semakin
besar rasa memiliki, makin besar pula rasa tanggung
jawab, semakin besar rasa tanggung jawab maka semakin besar pula dedikasinya terhadap
sekolah. Tentu saja pelibatan warga sekolah dalam penyelenggaraan sekolah harus
mempertimbangkan keahian, batas kewenangan, dan relevansinya degan tujuan
partisipasi. Dengan kepemimpinan partisipatif, akan tumbuh komitmen bersama
untuk meningkatkan mutu pendidikan sebagai realisasi program yang
dibuat/disusun dengan melibatkan warga sekolah, wakil orangtua dan masyarakat
(komite).
Peningkatan partisipasi warga sekolah dan
masyarakat dapat dalam penyelenggaraan sekolah akan mampu menciptakan keterbukaan
(transparasi), kerja sama yang kuat, akuntabilitas dan demokrasi pendidikan.
1)
Keterbukaan (transparansi) yang
dimaksud adalah keterbukaan dalam program dan keuangan. Kerjasama yang dimaksud
adalah adanya sikap dan perbuatan lahiriah kebersamaan untuk meningkatkan mutu
sekolah.
2)
Kerja sama sekolah, yang dimaksud
hubungan antar warga sekolah yang erat, hubungan masyarakat dan sekolah erat.
Artinya, prestasi yang diraih ataupun mutu yang dicapai merupakan jerih payah
upaya kolektif antara kepala sekolah, seluruh staf dan dibantu oleh orangtua
ddan masyarakat dalam komite sekolah. Oleh karena itu kepemimpinan yang
diterapkan disekolah adalah kepemimpinan yang partisipatif, kolaboratif dan demokratif.
3)
Akunbilitas, yakni pertanggung
jawaban sekolah kepada warga sekolahnya, masyarakat dan pemerintah melalui
pelaporan dan pertemuan yang dilakukan secara terbuka. Jika mengacu pada pasal
2 Standar Nasional Pendidikan, akuntabilitas tidak lepas dari delapan standar
nasional pendidikan. yaitu standar isi, standar proses, standar kompetensi
lulusan, standar pendidikan dan tenaga kependidikan, standar sarana dan
prasarana, standar pengelolaan, standar pembiayaan, dan standar penilaian
pendidikan. Ketercapaian 8 standar nasional pendidikan di sekolah menunjukkan
sejauh mana
mutu pendidikan atau kinerja suatu sekolah. Sebagai
contoh, wujud akuntabilitas mengenai pengelolaan dan penggunaan dana serta
pemanfaatan sumber daya lainnya secara efisien dan efektif dapat dituangkan kedalam
berbagai pelaporan, dokumentasi.
4)
Demokrasi pendidikan adalah
kebebasan yang terlembagakan melalui musyawarah dan mufakat dengan menghargai
perbedaan, hak asasi manusia serta kewajibannya dalam meningkatkan mutu
pendidikan. Jadi, peningkatan partisipasi warga sekolah dan masyarakat dalam
penyelenggaraan sekolah akan mampu menciptakan keterbukaan, kerjasama yang
kuat, akuntabilitas serta demokrasi pendidikan.
E.
POLA BARU
MANAJEMEN BERBASIS SEKOLAH
Dikarenakan lemahnya pola lama pada manajemen pendidikan nasional yang selama ini bersifat sentralistik maka, tejadilah perubahan pola pada manajemen pendidikan. Otonomi daerah telah mendorong perubahan dalam pola manajemen sekolah sehingga diharapkan akan muncul pola baru yang bernuansa lebih otonomi dan lebih demokratis. Pemerintah menerapkan kebijakan pembentukan pola baru manajemen pendidikan dalam rangka membentuk kerangka sistem pendidikan yang lebih bermutu di Indonesia. Perubahan dalam pola manajemen sekolah adalah salah satu bentuk kebijaksanaan tersebut.
Tabel dibawah ini akan
menunujukkan beberapa dimensi perubahan dari pola lama menuju pola baru dalam
manajemen pendidikan yang disebutkan dalam MPMBS (Manajemen Peningkatan Mutu
Berbasis Sekolah).
Dimensi-Dimensi Perubahan Pola Manajemen Pendidikan
Pola
Lama
|
Menuju
|
Pola
Baru
|
Subordinasi
|
Otonomi
|
|
Pengambilan
Keputusan Terpusat
|
Pengambilan
keputusan partisipatif
|
|
Ruang
Gerak Kaku
|
Ruang
gerak lues
|
|
Pendekatan
birokratik
|
Pendekatan
professional
|
|
Sentralistik
|
Desentralistik
|
|
Diatur
|
Motivasi
diri
|
|
Overregulasi
|
Deregulasi
|
|
Mengontrol
|
Mempengaruhi
|
|
Mengarahkan
|
Memfasilitasi
|
|
Mengindari
resiko
|
Mengelola
resiko
|
|
Gunakan
uang semuanya
|
Gunakan
uang seefisien mungkin
|
|
Individu
yang cerdas
|
Teamwork
yang cerdas
|
|
Informasi
yang terpribadi
|
Informasi
terbagi
|
|
Pendelegasian
|
Pemberdayaan
|
|
Organisasi
hierarkis
|
Organisasi
datar
|
|
Seperti
yang kita lihat dari tabel diatas, ada beberapa perbedaan antara
pola lama dengan
pola baru manajemen
pendidikan. Pada Pengambilan
keputusan
dilakukan secara partisipatif dan partisipasi masyarakat makin besar.
Ruang
gerak sekolah yang sebelumnya kaku sekarang menjadi lebih lues
sehingga sekolah
lebih mudah untuk mengatur otonominya sendiri. Wewenang
sekolah
dalam mengurusi lembaganya sendiri pun semakin besar. Pendekatan
professional
lebih diutamakan daripada pendekatan birokratik. Sekolah yang
tadinya berperan mengontrol kini menjadi mempengaruhi. Dari yang
menggunakan uang
semuanya kini berganti
menggunakan uang seefisien
mungkin
sehingga sisa uang anggaran masih bisa digunakan lagi tahun depan.
Lebih mengutamakan teamwork bagi seluruh warga sekolah daripada
kecerdasan
individual. Lebih memberdayakan sekolah dan struktur organisasi
datar
serta transparan.
Perbedaan
yang mendasar tentang konsep pola lama dan pola baru
MBS
adalah pada pola lama fungsi dan tugas sekolah hanya menjalakankan
program yang
ada dibandingkan dengan mengatasi masalah dan mengelola
sistemnya sendiri. Pada pola baru MBS sekolah lebih
menekankan kemandirian dalam mengelola sistem pendidikan pendidikan berdasaran
sumber daya yang dimiliki. baik itu termasuk sumber daya tenaga, keuangan,
sumber daya sarana dan prasana
BAB III
PENUTUP
A. KESIMPULAN
1.
Konsep dasar MBS yaitu paradigma baru
pendidikan yang memberikan otonomi luas pada tingkat sekolah dalam kerangka
kebijakan pendidikan nasional. Penerapan konsep MBS berkaitan dengan
elmen-elmen sistem pendidikan lainnya.
2.
Karakteristik manajemen
peningkatan mutu berbasis sekolah secara inklusif memuat elemen-elemen sekolah
efektif yang dikategorikan menjadi input, proses dan output. Karakteristik ini
menerapkan pada keseluruhan aspek pendidikan melalui pendekatan sistem.
Penguraian ketiganya diawali dengan output dan diakhiri dengan input.
3.
Mutu Pendidikan sebagai salah
satu pilar pengembangan bsumber daya manusia sangat penting maknanya bagi
pembangunan nasional. Karena itu upaya peningkatan mutu Pendidikan merupakan
hal mutlak yang harus dilaksanakan dalam upaya menciptakan Pendidikan yang
berkualitas.
4.
Pada dasarnya Manajemen Berbasis
Sekolah memiliki tiga prinsip yakni prinsip otonomi sekolah, prinsip
fleksibilitas, dan prinsip partisipasi untuk mencapai sasaran mutu sekolah.
5.
Pemerintah menerapkan kebijakan pembentukan
pola baru manajemen pendidikan dalam rangka membentuk kerangka sistem
pendidikan yang lebih bermutu di Indonesia. Perubahan dalam pola manajemen
sekolah adalah salah satu bentuk kebijaksanaan tersebut.
DAFTAR
PUSTAKA
Abas,
Erjati. 2012. Menuju Sekolah Mandiri.
Jakarta: PT Elex Media Komputindo.
Abd. Mukhid. 2007. Meningkatkan Kualitas
Pendidikan Melalui Sistem Pembelajaran Yang Tepat. Jurnal Pendidikan: 2(1). Hal 125-125.
Aziz, Ahmad Zaini. 2015. Manajemen Berbasis Sekolah Alternatif Peningkatan Mutu Pendidikan Madrasah. Yogyakarta:
Universitas Islam Negeri.
Aziz, Ahmad Zaini. 2015.
Manajemen Berbasis Sekolah Alternatif Peningkatan Mutu Pendidikan Madrasah. Jurnal Pendidikan Madrasah: vol VIII(1),
hal 82-84.
Hamid.
2013. Manajemen Berbasis Sekolah. Jurnal
Al-Khwarizmi: Vol.I, hal 87.
Hidayat, Ara dan Machali, Imam. 2012. Manajemen Pendidikan: Konsep dan
Aplikasi Dalam Mengelola Sekolah dan Madrasah. Yogyakarta:
Kukaba.
Minarti, Sri. 2010. Manajemen Sekolah Mengelola Lembaga Pendidikan Secara Mandiri. Yogyakarta: Ar-Ruuz Media.
Mulyasa, E. 2005. Manajemen Berbasis
Sekolah; Konsep, Strategi, dan Impementasi.
Bandung: PT. Remaja Rosdakarya.
Nurkolis.
2003. Manajemen Berbasis Sekolah Teori,
Model Dan Aplikasi. Jakarta:
Gramedia
Widiasarana Indonesia.
Pratiwi, Sri Nurabdiah. 20016. Manajemen Berbasis
Sekolah Dalam Meningkatkan Kualitas Sekolah. Jurnal EduTech: Vol. 2 No. 1, hal 86.
Susetyo, Benny. 2005. Politik Pendidik
Penguasa. Yogyakarta: PT LkiS Printing Cemerlang.
Syafaruddin.
2002. Manajemen Mutu Terpadu.
Jakarta: Grasindo.
Syaifuddin,
Mohammad & Siti Fatimah Soenarjo. Manajemen Berbabsis Sekolah:
Konsep
Dasar Manajamenn Berbasis Sekolah. Jurnal.
Umadedi,
dkk. 2011. Manajemen Berbasis Sekolah.
Jakarta: Universitas Terbuka.