Wikipedia

Search results







KONSEP DASAR MANAJEMEN BERBASIS SEKOLAH


MANAJEMEN BERBASIS SEKOLAH

Dosen Pembimbing:

Dr.,Dra. Siti Fatimah Soenaryo, M.Pd.
























KELOMPOK
: 02

KELAS
: PGSD 2 A

Disusun oleh:
1.
LAILA AUNUR ROCHMI
(201810430311003) – Ketua
2.
KURNIA LAILY DIANING UTAMI(201810430311008)
3.
RAODHATUL JANNAH
(201810430311021)
4.
SITI MUHLIS QOLBIYAH
(201810430311035)
5.
AGASSI GILANG RIZKY
(201810430311049)









UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH MALANG FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN PENDIDIKAN GURU SEKOLAH DASAR 2019




KATA PENGANTAR


Puji syukur kami panjatkan kepada Allah SWT karena atas limpahan rahmat dan karunia Nya kami dapat menyelesaikan tugas makalah tentang Konsep Dasar Manajemen Berbasis Sekolah ini dengan baik tanpa ada kurang suatu apapun. Tidak lupa kami berterimakasih kepada Ibu Dr.Dra. Siti Fatimah Soenaryo, M.Pd. selaku dosen pembimbing dalam mata kuliah Manajemen Berbasisi Sekolah yang sudah memberikan tugas ini.

Penulis makalah, berharap suatu saat berguna dan bermanfaat serta menambah wawasan pengetahuan tentang Konsep Dasar Manajemen Berbasis Sekolah. Dalam pembuatan makalah ini penulis sangat menyadari masih banyak sekali kekurangan dan masih membutuhkan perbaikan. Oleh karena itu, penulis sangat berterimakasih apabila pembaca berkenan untuk memberikan kritik dan saran yang pasti akan membangun.




























Malang, 28 Maret 2019




Penyusun






DAFTAR ISI


KATA PENGANTAR................................................................................................................. 2

DAFTARISI...................................................................................................................................... 3

PETA KONSEP.............................................................................................................................. 4

BAB I PENDAHULUAN......................................................................................................... 5

A.  Latar Belakang.................................................................................................................. 5

B.  Rumusan Masalah............................................................................................................ 6

C.  Tujuan.................................................................................................................................... 7

BAB II ISI......................................................................................................................................... 8

A.  PENGERTIAN MANAJEMEN BERBASIS SEKOLAH...................... 8

B.  KARAKTERISTIK MANAJEMEN BERBASIS SEKOLAH............. 9

C.  MANAJEMEN BERBASIS SEKOLAH SEBAGAI

PENINGKATAN MUTU PENDIDIKAN...................................................... 11

D.  PRINSIP-PRINSIP MANAJEMEN BERBASIS SEKOLAH............. 16

E.  POLA BARU MANAJEMEN BERBASIS SEKOLAH.......................... 20

BAB III PENUTUP...................................................................................................................... 22

A.  KESIMPULAN............................................................................................................... 22

DAFTAR PUSTAKA.................................................................................................................. 23




BAB 1

PENDAHULUAN




A.  LATAR BELAKANG

Sejak tahun 1998 sampai sekarang, era reformasi telah membawa perubahan mendasar dalam berbagai segi kehidupan berbangsa dan bernegara di Indonesia salah satunya pada bidang pendidikan. Salah satu perubahan mendasar yang terjadi ini adalah perubahan pada manajemen negara/pemerintahan, yaitu dari manajemen berbasis pusat menjadi manajemen berbasis daerah.

Pendidikan merupakan faktor utama dalam pembentukan pribadi manusia. Pendidikan sangat berperan dalam membentuk baik buruknya pribadi manusia menurut ukuran normatif. Pendidikan adalah usaha sadar dan bertujuan untuk mengembangkan kualitas manusia. Sebagai suatu kegiatan yang sadar akan tujuan, maka dalam pelaksanaannya berada dalam suatu proses yang berkesinambungan dalam setiap jenis dan jenjang pendidikan. Semuanya berkaitan dalam suatu sistem pendidikan.

Peningkatan kualitas SDM (Sumber Daya Manusia) merupakan salah satu penekanan dari tujuan pendidikan, seperti yang tertera dalam Undang-Undang No. 20 Tahun 2003 tentang Tujuan Pendidikan Nasional Bab II Pasal 3. Kekuatasn yang hakiki dari reformasi bangsa dimulai dari sumber daya manusia yang memiliki visi dan kepribadian yang mau mengedepankan kepentingan orang banyak dalam berbagai aspek kehidupan. Agar suatu bangsa dapat melakukan perubahan atau reformasi maka diperlukan peningkatan kualtas SDM. Salah satu wahan untuk meningkatkan kualitas SDM adalah melalui pendidikan dan pelatihan dalam arti yang luas. Upaya meningkatkan kualitas pendidikan haruslah mencakup semua jenjang, jalur dan jenis pendidikan seperti yang terdapat dalam sistem pendidikan suatu bangsa. Banyak faktor yang ikut berpengaruh terhadap kualitas pendidikan, namun salah satu yang diduga besar pengaruhnya







adalah faktor manajemen pendidikan, terutama Manajemen Berbasis Sekolah (MBS).

Secara resmi perubahan manajemen telah diatur dalam Undang-Undang RI Nomor 22 Tahun 1999 yang disempurnakan dengan Undang-Undang RI Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintah Daerah dan Undang-Undang RI Nomor 33 Tahun 2004 tentang Perimbangan Keuangan Antara Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah. Konsekuensi logis dari kedua Undang-Undang tersebut adalah bahwa manajemen pendidikan harus disesuaikan dengan jiwa dan semangat otonomi. Karena itu, manajemen pendidikan berbasis pusat diubah menjadi manajemen berbasis sekolah (MBS).

Mengubah manajemen berbasis pusat menjadi manajemen berbasis sekolah merupakan proses yang panjang dan melibatkan banyak pihak. Perubahan ini memerlukan penyesuaian-penyesuaian, baik sistem atau struktur, kultur, maupun figure, dengan tuntutan-tuntutan baru manajemen pendidikan. Oleh karena itu, kita tidak bermimpi bahwa perubahan ini akan berlangsung sekali jadi dengan hasil yang langsung baik. Dengan demikian, fleksibilitas, eksperimentasi, dan cara berpikir kemprehensif yang menghasilkan kemungkinan-kemungkinan baru dalam penyelenggaraan manajemen berbasis sekolah perlu didorong.

Sistem manajemen pendidikan yang sentralis telah terbukti tidak membawa kemajuan yang berati bagi peningkatan kualitas pendidikan pada umumnya. Bahkan dalam kasus-kasus tertentu, manajemen sentralis telah menyebabkan terjadinya pemandulan kreativitas pada satuan pendidikan pada berbagai jenis dan jenjang pendidikan. Untuk mengatasi terjadinya stagnasi atau kemandekan pada bidang pendidikan ini diperlukan adanya paradigm baru dalam bidang pendidikan.






B.    RUMUSAN MASALAH

1.      Apa yang dimaksud dengan pengertian manajemen berbasis sekolah?

2.      Bagaimana karakteristik dari manajemen berbasis sekolah?

3.      Bagaimana manajemen berbasis sekolah sebagai peningkatan mutu pendidikan?

4.      Apa prinsip – prinsip dari manajemen berbasis sekolah?

5.      Bagaimana poala baru manajemen berbasis sekolah?


C.    TUJUAN

1.      Untuk mengetahui pengertian dari manajemen berbasis sekolah.

2.      Untuk mengetahui karakteristik dari manajemen berbasis sekolah.

3.      Untuk mengetahui manajemen berbasis sekolah sebagai peningkatan mutu pendidikan.

4.      Untuk mengetahui prinsip- prinsip dari manajemen berbasis sekolah.

5.      Untuk mengetahui pola baru manajemen berbasis sekolah













BAB II

ISI


A. PENGERTIAN MANAJEMEN BERBASIS SEKOLAH

Konsep dasar MBS yaitu paradigma baru pendidikan yang memberikan otonomi luas pada tingkat sekolah dalam kerangka kebijakan pendidikan nasional. Penerapan konsep MBS berkaitan dengan elmen-elmen sistem pendidikan lainnya, seperti standar nasional, kurikulum berbasis kompetensi, evaluasi yang independen, akreditasi, sertifikasi, profesionalisme ketenagaan, serta pengalokasian dana dan sumber daya pendidikan lainya. Itu semua bertujuan untuk mencapai efektifitas, efisiensi, dan relevasi sistem pendidikan. Konsep itu menekankan pentingnya peningkatan mutu terpadu sehingga dapat dijadikan kebijakan strategis dalam implementasi pendidikan yang diprakarsai sekolah dari daerah.

Inti MBS yaitu kewewnangan yang bertumpu pada sekolah. Ada beberapa keuntungan dari konsep dasar MBS sebagai berikut:

1.      Kebijaksanaan dan kewenangan sekolah membawa pengaruh langsung kepada peserta didik, orang tua dan guru;

2.      Memiliki tujuan agar dapat memanfaatkan sumber daya lokal;

3.      Pembelajaran efektif dalam hal pembinaan peserta didik seperti kehadiran, hasil belajar, tingkat pengulangan, tingkat putus sekolah, moral guru dan iklim sekolah;

4.      Adanya perhatian bersama untuk mengambil keputusan, memberdayakan guru, manajemen sekolah, rancang ulang sekolah dan perubahan

perencanaan (Mulyasa, 2002: 25)

Fungsi manajemen dalam MBS harus diterapkan dengan baik mulai dari perencanaan, pelaksanaan, pengawasan, dan pembahasannya. MBS memiliki komponen sekolah yang harus dikelola dengan baik seperti kurikulum dan program pengajaran, tenaga pendidikan, kesiswaan, keuangan, sarana dan pra-sarana, pengelolaan hubungan sekolah, dan masyarakat serta manajemen pelayanan khusus pendidikan.

Konsep MBS yang demikian adanya memang berangkat dari tuntutan diterapkannya kebijakan disentralisasi dan otonomi daerah. Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintah Daerah dan Undang-Undang Nomor 33 Tahun 2004 tentang Perimbangan Keuangan Pusat dan Daerah telah membawa perubahan dalam berbagai bidang kehidupan termasuk bidang penyelenggaraan pendidikan. Kewenangan yang diberikan pemerintah pusat kepada pemerintah daerah melahirkan kebijakan desentralisasi dan otonomi yaitu kewenangan pemerintah daerah untuk mengatur daerahnya sendiri dengan tetap mengedepankan pemerintah pusat sebagai control of governance. (Hidayat dan Machali, 2012: 53)


B.  KARAKTERISTIK MANAJEMEN BERBASIS SEKOLAH

Manajemen berbasis sekolah memiliki karakteristik yang perlu dipahami oleh sekolah yang akan menerapkannya. Dengan kata lain, jika sekolah ingin berhasil dalam menerapkan MBS, maka beberapa karakteristik MBS perlu dipelajari dan dipahami dengan baik.

Karakteristik manajemen peningkatan mutu berbasis sekolah dapat diketahui dengan bagaimana sekolah dapat mengoptimalkan kinerjanya. Beberapa kinerja yang dapat menajadi acuan adalah, proses pembelajaran, pengelolaan sumber belajar, profesionalisme tenaga kependidikan, serta sistem administrasi secara keseluruhan.

Karakteristik manajemen peningkatan mutu berbasis sekolah secara inklusif memuat elemen-elemen sekolah efektif yang dikategorikan menjadi input, proses dan output. Karakteristik ini menerapkan pada keseluruhan aspek pendidikan melalui pendekatan sistem. Penguraian ketiganya diawali dengan output dan diakhiri dengan input.

Output sekolah diukur dengan kinerja sekolah, yaitu pencapaian atau prestasi yang dihasilkan oleh proses sekolah. Kinerja sekolah dapat diukur dari efektivitas, kualitas, produktivitas, efisiensi, inovasi, moral kerja. Proses sekolah adalah proses pengambilan keputusan,pengelolaan kelembagaan, pengelolaan program, dan belajar-mengajar. Input sekolah antara lain visi, misi, tujuan, sasaran, struktur organisasi, input manajemen, input sumber daya (Nurkolis, 2003: 111).

Saud, seperti dikutip Mulayasa (2014), menjelaskan bahwa karakteristik dasar MBS adalah pemberian otonomi yang luas kepada sekolah, partisipasi masyarakat dan orang tua peserta didik yang tinggi, kepemimpinan sekolah yang demikratis dan profesional, serta adanya team work yang profesional.

a.      Pemberian otonomi luas kepada sekolah

MBS memberikan otonomi yang luas kepada sekolah disertai seperangkat tanggung jawab pengelolaan sumber daya dan pengembangan strategi sesuai dengan kondisi setempat, sekolah dapat lebih memberdayakan tenaga kependidikan agar lebih berkosentrasi pada tugas utamanya. Dalam hal itu, sekolah sebagai lembaga pendidikan diberi kewenangan dan kekuasaan yang luas untuk mengembangkan program-program kurikulum dan pembelajaran sesuai dengan kondisi dan kebutuhan peserta didik serta tuntutan masyarakat.

b.      Partisipasi masyarakat dan orang tua

Pelaksanaan program-program sekolah didukung oleh partisipasi masyarakat dan orang tua peserta didik yang tinggi. Orang tua peserta didik dan masyarakat tidak hanya mendukung sekolah melalui bantuan keuangan, tetapi melalui komite sekolah dan dewan pendidikan merumuskan serta mengembangkan program-program yang dapat meningkatkan kualitas sekolah. Masyarakat dan orang tua menjalin kerja sama untuk membantu sekolah sebagai narasumber barbagai kegiatan sekolah untuk meningkatkan kualitas pembelajaran.

c.      Kepemimpinan yang demokratis dan profesional

Sama halnya dengan partisipasi masyarakat program-program sekolah tidak akan berjalan baik tanpa kepemimpinan sekolah yang demokratis dan profesional. Kepala sekolah dan guru sebagai pelaksana inti program-program sekolah merupakan orang-orang yang memiliki kemampuan dan integritas profesional. Kepala sekolah adalah manajer sekolah yang direkrut komite sekolah untuk mengelola segala kegiatan sekolah berdasarkan kebijakan yang telah ditetapkan. Guru-guru yang direkrut oleh sekolah adalah pendidik profesional dalam bidangnya masing-masing, sehingga baik kepala sekolah maupuan para guru bekerja berdasarkan pola kinerja profesional yang disepakati bersama untuk memberi kemudahan dan mendukung keberhasilan pembelajaran peserta didik. Dalam pengambilan keputusan kepala sekolah mengimplementasikan proses bottom up secara demokratis, sehingga semua pihak memiliki tanggung jawab terhadap keputusan yang diambil berserta pelaksanaannya.

d.  Team work yang kompak dan transparan

Adanya tim yang kompak dalam menjalankan program sekolah sangat menentukan tingkat keberhasilan sekolah dalam mencapai tujuan pendidikan. Semua pihak yang terlibat dalam pelaksanaan pengelolaan pendidikan berjalan harmonis dan saling membutuhkan. Dengan demikian keberhasilan MBS merupakan hasil sinergi (sinergistic effect) dari kolaborasi tim yang kompak dan transparan (Mulyasa, 2014: 36-38).

Menurut Levavic dalam Bafadal (2006), terdapat tiga karakteristik kunci MBS, yaitu sebagai berikut:

a.      Kekuasaan dan tanggung jawab dalam pengambilan keputusan yang berhubungan peningkatan mutu pendidikan didesentralisasikan kepada para stakeholder sekolah.

b.      Domain manajemen peningkatan mutu pendidikan yang mencakup keseluruhan aspek peningkatan mutu pendidikan, mencakup keuangan, kepegawaian, sarana dan prasarana, penerimaan siswa baru, dan kurikulum.

c.      Walaupun keseluruhan domain manajemen peningkatan mutu pendidikan didesentralisasikan ke sekolah-sekolah, namun diperlukan adanya sejumlah regulasi yang mengatur fungsi control pusat terhadap keseluruhan pelaksanaan kewenangan dan tanggungjawab sekolah (Bafadal, 2006: 82).


C. MANAJEMEN   BERBASIS  SEKOLAH   SEBAGAI  PENINGKATAN

MUTU PENDIDIKAN

1.      Perlunya Pendidikan yang bermutu

Pendidikan yang bermutu merupakan syarat utama untuk mewujudkan kehidupan bangsa yang maju, modern, dan sejahtera. Sejarah perkembangan dan pembangunan bangsa-bangsa mengajarkan pada kita bahwa bangsa yang maju, modern, makmur, dan sejahtera adalah bangsa-bangsa yang memiliki system dan praktek Pendidikan yang bermutu. Mutu Pendidikan sebagai salah satu pilar pengembangan bsumber daya manusia sangat penting maknanya bagi pembangunan nasional. Karena itu upaya peningkatan mutu Pendidikan merupakan hal mutlak yang harus dilaksanakan dalam upaya menciptakan Pendidikan yang berkualitas.

Mutu Pendidikan merupakan konsekuensi langsung dari suatu perubahan dan perkembangan berbagai aspek kehidupan. Tuntutan terhadap mutu Pendidikan menjadi syarat terpenting untuk dapat menjawab tantangan perubahan dan perkembangan. Hal ini diperlukan untuk mendukung terwujudnya manusia Indonesia yang cerdas dan berkehidupan yang damai, terbuka, dan berdemokrasi, serta mampu bersaing secara terbuka di era globalisasi.

Dalam Pendidikan yang bermutu juga harus fungsional dalam arti memilikji kebebasan belajar dan memfokuskan pada pengalaman belajar yang akan mempersiapkan dan membantu peserta didik untuk berkembang. Selain itu, juga membantu peserta didik untuk mengembangkan intelektualitas, personal atau kepribadian, pekerjaan atau keterampilan khusus, etika dan sikap yang akan bermanfaat dalam kehidupan di masyarakat mendatang yang kompleks dan berubah-ubah.

Walaupun pandangan tentang mutu Pendidikan yang dikemukakan Hallinger tersebut hamya dari sudut pelanggan eksternal primer, pendapat itu menunjukkan suatu pandangan yang cukup luas. Ukuran kualitas Pendidikan tidak hanya dilihat dari prestasi akademiknya saja, yaitu bberupa nilai ujian, tetapi pengaruh hasil Pendidikan untuk kehidupan sehari-hari, bahkan mencakup dimensi yang amat jauh yaitu tanggung jawab social, politik, dan budaya.






2.      Kualitas Pendidikan yang Direncanakan


Dengan adanya mutu ini, masyarakat memiliki pandangan yang beragam dalam menilai mutu Pendidikan sesuai dengan sudut pandangan mereka masing-masing. Dari sudut pandang penyerapan outcomes sekolah dalam dunia industri, seperti, seperti di pabrik. Dari sudut pandang target kelulusan, maka Lembaga Pendidikan yang bermutu adalah Lembaga yang para siswanya banyak yang lulus atau lulus semua.

Untuk mewujudkan Lembaga Pendidikan bermutu ini menuntut adanya pengelolaan Lembaga yang efektif dan efisien dalam segala aspekny, baik aspek SDM, dana, serta sarana pra sarana. Pengelolaan Lembaga yang efektif dan efisien dapat tercapai jika pengelolaan atau pimpinannya efektif, yaitu bersifat terbuka dan adaptif. Kedua sifat ini akan menentukan pemimpin yang memiliki pengaruh kepada guru dan personil lainnya terhadap pencapain tujuan. Dan pemimpin yang adaptif akan banyak mendapat dukungan dari bawah.

Adapun lembaga pendidikan yang dikelola secara efektif dan efisien akan berdampak positif dalam mencapai pembelajaran yang efektif dan efisien pula, yang akhirnya menghasilkan lembaga dan lulusan yang unggul. Tujuan ini tidak mudah mencapainya, karena harus didukung oleh semua elemen lembaga, mulai dari pimpinan staf, guru-guru dan juga murid. Bahkan keterlibatan orang tua, masyarakat sekitar dan orang-orang yang memiliki perhatian terhadap lembaga perlu diajak berkomunikasi. Hal ini mengingat bahwa lembaga pendidikan bukanlah milik pimpinan, tetapi milik dan menjadi tanggung jawab bersama antara lembaga, orang tua dan masyarakat.

Pembicaraan tentang mutu atau kualitas pendidikan ini tidak dapat dilepaskan dari TQM (Total Quality Management), yang awalnya bergerak dan meraih sukses di dalam dunia bisnis, yang berkat ke suksesan tersebut kemudian diadopsi oleh dunia Pendidikan. TQM merupakan suatu sistem manajemen yang memfokuskan pada orang yang secara konsen ingin meningkatkan kepuasan pelanggan secara berkelanjutan. Di sini siswa dianggap sebagai pelanggan (customers), karena mereka membayar SPP, sedang sekolah (pendidikan) sebagai pemberi jasa. Jadi para peserta didik di sini memiliki hak untuk menerima jasa yang ditawarkan pendidikan.

Dengan menggunakan konsep TQM ini, jelas pendidikan menjadi industri jasa, bukan proses industri. Artinya, penyelenggaraan pendidikan tidak memandang input dan output, tetapi memandang para pelanggan yang memiliki kebutuhan. Adapun ukuran atau standar pelanggan ditandai oleh tiga indikator, yaitu: 1) kepuasan pelanggan, 2) meningkatnya minat dan harapan pelanggan, dan 3) menyenangkan pelanggan. Oleh karena itu, dalam memandang pendidikan yang bermutu, tidak dapat hanya dilihat dari kualitas lulusannya saja, tetapi juga harus melihat bagaimana lembaga pendidikan tersebut mampu memenuhi kebutuhan pelanggan sesuai dengan standar mutu yang berlaku sebagaimana dijelaskan di atas. Pelanggan itu sendiri dapat dibedakan menjadi dua, yaitu pelanggan internal seperti tenaga pendidik dan kependidikan; dan pelanggan eksternal seperti peserta didik, orang tua, masyarakat dan pemakai lulusan. Pelanggan internal merupakan modal SDM yang akan menentu kualitas akhir suatu produk dan organisasi. Dari sinilah keberhasilan pelaksanaan TQM pada lembaga pendidikan sangat ditentukan oleh kesiapan, kesediaan, dan kompetensi pimpinan dan tenaga kependidikan di lembaga yang bersangkutan.

Melihat gambaran pendidikan yang berkualitas sebagaimana di atas, pola-pola pengelolaan lembaga di atas dapat diadopsi dalam rangka pengembangan dan peningkatan lembaga pendidikan. Dengan berbekal pada dua pelanggan (internal dan eksternal) yang dimiliki, serta berbagai pertimbangan kelebihan yang dimiliki, sarana dan prasarana, pendanaan, maupun yang lainnya, tekad untuk membentuk dan membangun lembaga yang berkualitas akan dapat terwujud. Dengan membangun kesepahaman komitmen, kerjasama saling mendukung, dan jalinan komunikasi dua arah, nampak bahwa jalan yang akan ditempuh dalam meningkatkan pendidikan yang berkulaitas tidak akan banyak mengalami gangguan atau kendala yang berarti.


3.   Strategi Meningkatkan Kualitas Pendidikan

Kualitas Pendidikan dapat ditingkatkan melalui beberapa cara, seperti :

1.      Meningkatkan ukuran prestasi akademik melalui ujian nasional atau ujian daerah yang menyangkut kompetensi dan pengetahuan, , memperbaiki tes bakat, sertifikat kompetensi dan profil portfolio.

2.      Membentuk kelompok sebaya untuk meningkatkan gairah pembelajaran melalui belajar secara kooperatif.

3.      Menciptakan kesempatan belajar baru di sekolah dengan mengubah jam sekolah menjadi pusat belajar baru di sekolah dengan mengubah jam sekolah menjadi pusat belajar sepanjang hari dan tetap membuka sekolah pada jam-jam libur.

4.      Meningkatkan pemahaman dan penghargaan belajar melalui penguasaan materi.

5.      Membantu siswa memperoleh pekerjaan dengan menawarkan kursus-kursus yang berkaitan dengan keterampilan memperoleh pekerjaan.

Cara meningkatkan kualitas Pendidikan yang kini menggejala di seluruh pelosok dunia adalah melalui MBS. Namun demikian, dalam MBS ini kualitas dilihat dari perspektif yang lebih luas dari pada yang biasanya didefinisikan para pengamat dan ahli Pendidikan sebelumnya. Kemajuan sekolah dalam konteks MBS ini pun dilihat dari pandangan yang jauh lebih luas dari pemaknaan sebelumnya.

Di amerika serikat Site Based Management dapat menjadi sarana yang efektif umtuk kemajuan sekolah. Menurut Reynolds (1997) yakin bahwa MBS akan membawa kemajuan dalam dua area yang saling tergantung, yaitu kemajuan program Pendidikan dan pelayanan kepada siswa orang tua siswa dan masyarakat dan kualitas lingkungan kerja untuk semua anggota organisasi.

Untuk mendapatkan kualitas seperti apa yang diinginkan maka MBS harus disesain secara matang. Fullan dan Watson (1999) mengajukan dua pertanyaan yang ditujukan kepada desainer MBS ketika mendesainer kualitas sekolah, yang meliputi:

1.       Apa yang ingin kita coba raih yaitu apakah akhir dari penerapan MBS

2.       Bagaimana cara mencapainya dan kondisi-kondisi apa yang berkaitan dengan pencapain tujuan yang lebih utama. Dari kedua pertanyaan tersebut itu kemudian mereka menyarankan bahwa MBS tidak berarti membiarkan desentralisasi sekolah dan masyarakat menurut cara mereke sendiri.

Seain itu, wohlstetter dalam Watson (1999) memberikan panduan yang komprehensif sebagai elemen kunci reformasi MBS yang terdiri dari Pertama, Menetapkan secara jelas visi dan hasil yang diharapkan. Kedua, Menciptakan focus tujuan nasional yang memerlukan perbaikan.

Misalnya, tingkat pembelajaran siswa yang lebih baik dan menyalurkan energi staf sekolah untuk mengubah kurikulum dan kebutuhan belajar untuk menghasilkan tingkat pembelajaran yang lebih baik. Ketiga, adanya panduan kebijakan dari pusat yang berisi standar-standar kepala sekolah. Keempat, tingkat kepemimpinan yang kuat dan dukungan politik dan dukungan kepemimpinan dari atas. Kelima, pembangunan kelembagaan melalui pelatihan dan dukungan kepada kepala sekolah, para guru, dan anggota dewan sekolah adalah hal penting demi kesuksesan MBS. Keenam, adanya keadilan dalam pendanaan atau pembiayaan pendidikan.


D. PRINSIP-PRINSIP MANAJEMEN BERBASIS SEKOLAH

Pada dasarnya Manajemen Berbasis Sekolah memiliki tiga prinsip yakni prinsip otonomi sekolah, prinsip fleksibilitas, dan prinsip partisipasi untuk mencapai sasaran mutu sekolah. Adapun penjelasan dari masing-masing prinsip adalah sebagai berikut:

a.      Prinsip Otonomi Sekolah

Otonomi dapat diartikan sebagai kemandirian, yang berate kemandirian dalam mengatur dan mengurus dirinya sendiri (pengelolaan mandiri). Dalam hal prinsip pengelolaan mandiri dibedakan dari pandangan yan menganggap sekolah hanya sebagai satuan organisasi pelaksana yang hanya melaksanakan segala sesuatu berdasarkan pengarahan, petunjuk dan instruksi dari atas atau dari luar. Kemandirian dalam program dan pendanaan merupakan tolok ukur utama kemandirian sekolah. Pada gilirannya, kemandirian yang berlangsung secara terus menerus akan menjamin kelangsungan hidup dan perkembangan sekolah. Jadi otonomi sekolah adalah kewenangan sekolah untuk mengatur dan mengurus kepentingan warga sekolah menurut prakarsa sendiri berdasarkan aspirasi warga sekolah sesuai dengan peraturan perundang-undangan pendidikan nasional yang berlaku. Tentu saja kemandirian yang dimaksud harus didukung oleh sejumlah kemampuan, yaitu kemampuan mengambil keputusan yang terbaik, kemampuan berdemokrasi/menghargai perbedaan pendapat, kemampuan memobilisasi sumber daya, kemampuan memilih cara pelaksanaan yang terbaik, kemampuan berkomunikasi dengan cara yang efektif, kemampuan memecahkan persoalan-persoalan sekolah, kemampuan adaptif, dan antisipatif, kemampuan bersinergi dan berkolaborasi, serta kemampuan memenuhi kebutuhannya sendiri.

Kemandirian tersebut dimaksudkan kemandirian yang tidak bersifat mutlak, absolut atau semaunya. Kemandirian yang ada tetap harus bertolak pada ketentuan, peraturan, dan perundangan yang berlaku. Sebagai salah satu contoh peningkatan mutu pendidikan di sekolah, guru sebagai professional memiliki keleluasan untuk menerapkan kiat-kiat pembelajaran yang efektif untuk mencapai kompetensi yang telah ditetapkan.

b.      Prinsip Fleksibilitas

Fleksibilitas dapat diartikan sebagai keluwesan-keluwesan yang diberikan kepada sekolah untuk mengelola, memanfaatkan, dan memberdayakan sumber daya sekolah seoptimal mungkin untuk meningkatkan mutu sekolah. Dengan keluwesan sekolah yang lebih besar, sekolah akan lebih lincah dan tidak harus menunggu arahan dari atasannya untuk mengelola, memanfaatkan dan memberdayakan sumber daya.

Dengan prinsip fleksibilitas ini, sekolah akan lebih cepat dalam menanggapi segala tantangan yang dihadapi. Prinsip flesibilitas ini tetap mengacu pada kebijakan, peraturan dan perundang-undangan yang berlaku. Contoh fleksibilitas yang dilakukan oleh guru yang dapat dilakukan oleh seorang guru di sekolah adalah guru yang profesional memiliki kewenangan untuk memilih, menentukan metode, alat dan sumber belajar yang dia yakini efektif untuk mencapai tujuan pembelajaran dan dia akan mempertanggung jawabkannya. Dalam konteks penyusunan program, masing-masing sekolah dapat menetukan prioritas-prioritas program yang dapat dilakukan sesuai kondisi masing-masing sekolah yang disesuaikan dengan lingkungan sekolah.
c.      Prinsip Partisipasi (Demokratis)

Prinsip partisipasi yang dimaksud adalah penciptaan lingkungan yang terbuka dan demokratik. Warga seklah (guru, siswa, karyawan) dan masyarakat (orang tua siswa, tokoh masyarakat) didorong untuk terlibat secara langsung dalam penyelenggaraan pendidikan, mulai dari pengambilan keputusan, pelaksanaan, dan evaluasi pendidikan yang diharapkan dapat meingkatkan mutu pendidikan. Hal ini dilandasi oleh keyakinan bahwa jika seseorang dilibatkan (berpartisipasi) dalam penyelenggaraan pendidikan, maka yang bersangkutan akan mempunyai

“rasa memiliki” terhadap sekolah, sehingga yang bersangkutan juga akan bertanggunng jawab dan berdedikasi dalam mencapai tujuan sekolah. Semakin besar partisipasi, semakin besar pula rasa memiliki, semakin besar rasa memiliki, makin besar pula rasa tanggung jawab, semakin besar rasa tanggung jawab maka semakin besar pula dedikasinya terhadap sekolah. Tentu saja pelibatan warga sekolah dalam penyelenggaraan sekolah harus mempertimbangkan keahian, batas kewenangan, dan relevansinya degan tujuan partisipasi. Dengan kepemimpinan partisipatif, akan tumbuh komitmen bersama untuk meningkatkan mutu pendidikan sebagai realisasi program yang dibuat/disusun dengan melibatkan warga sekolah, wakil orangtua dan masyarakat (komite).

Peningkatan partisipasi warga sekolah dan masyarakat dapat dalam penyelenggaraan sekolah akan mampu menciptakan keterbukaan (transparasi), kerja sama yang kuat, akuntabilitas dan demokrasi pendidikan.

1)     Keterbukaan (transparansi) yang dimaksud adalah keterbukaan dalam program dan keuangan. Kerjasama yang dimaksud adalah adanya sikap dan perbuatan lahiriah kebersamaan untuk meningkatkan mutu sekolah.

2)     Kerja sama sekolah, yang dimaksud hubungan antar warga sekolah yang erat, hubungan masyarakat dan sekolah erat. Artinya, prestasi yang diraih ataupun mutu yang dicapai merupakan jerih payah upaya kolektif antara kepala sekolah, seluruh staf dan dibantu oleh orangtua ddan masyarakat dalam komite sekolah. Oleh karena itu kepemimpinan yang diterapkan disekolah adalah kepemimpinan yang partisipatif, kolaboratif dan demokratif.

3)     Akunbilitas, yakni pertanggung jawaban sekolah kepada warga sekolahnya, masyarakat dan pemerintah melalui pelaporan dan pertemuan yang dilakukan secara terbuka. Jika mengacu pada pasal 2 Standar Nasional Pendidikan, akuntabilitas tidak lepas dari delapan standar nasional pendidikan. yaitu standar isi, standar proses, standar kompetensi lulusan, standar pendidikan dan tenaga kependidikan, standar sarana dan prasarana, standar pengelolaan, standar pembiayaan, dan standar penilaian pendidikan. Ketercapaian 8 standar nasional pendidikan di sekolah menunjukkan sejauh mana



mutu pendidikan atau kinerja suatu sekolah. Sebagai contoh, wujud akuntabilitas mengenai pengelolaan dan penggunaan dana serta pemanfaatan sumber daya lainnya secara efisien dan efektif dapat dituangkan kedalam berbagai pelaporan, dokumentasi.

4)     Demokrasi pendidikan adalah kebebasan yang terlembagakan melalui musyawarah dan mufakat dengan menghargai perbedaan, hak asasi manusia serta kewajibannya dalam meningkatkan mutu pendidikan. Jadi, peningkatan partisipasi warga sekolah dan masyarakat dalam penyelenggaraan sekolah akan mampu menciptakan keterbukaan, kerjasama yang kuat, akuntabilitas serta demokrasi pendidikan.


E.     POLA BARU MANAJEMEN BERBASIS SEKOLAH


Dikarenakan lemahnya pola lama pada manajemen pendidikan nasional yang selama ini bersifat sentralistik maka, tejadilah perubahan pola pada manajemen pendidikan. Otonomi daerah telah mendorong perubahan dalam pola manajemen sekolah sehingga diharapkan akan muncul pola baru yang bernuansa lebih otonomi dan lebih demokratis. Pemerintah menerapkan kebijakan pembentukan pola baru manajemen pendidikan dalam rangka membentuk kerangka sistem pendidikan yang lebih bermutu di Indonesia. Perubahan dalam pola manajemen sekolah adalah salah satu bentuk kebijaksanaan tersebut.

Tabel dibawah ini akan menunujukkan beberapa dimensi perubahan dari pola lama menuju pola baru dalam manajemen pendidikan yang disebutkan dalam MPMBS (Manajemen Peningkatan Mutu Berbasis Sekolah).


Dimensi-Dimensi Perubahan Pola Manajemen Pendidikan

Pola Lama
Menuju
Pola Baru



Subordinasi

Otonomi
Pengambilan Keputusan Terpusat


Pengambilan keputusan partisipatif
Ruang Gerak Kaku

Ruang gerak lues
Pendekatan birokratik

Pendekatan professional
Sentralistik

Desentralistik
Diatur

Motivasi diri
Overregulasi

Deregulasi
Mengontrol

Mempengaruhi
Mengarahkan

Memfasilitasi
Mengindari resiko

Mengelola resiko
Gunakan uang semuanya

Gunakan uang seefisien mungkin
Individu yang cerdas

Teamwork yang cerdas
Informasi yang terpribadi

Informasi terbagi
Pendelegasian

Pemberdayaan
Organisasi hierarkis

Organisasi datar






Seperti yang kita lihat dari tabel diatas, ada beberapa perbedaan antara

pola  lama  dengan  pola    baru  manajemen  pendidikan.  Pada  Pengambilan

keputusan dilakukan secara partisipatif dan partisipasi masyarakat makin besar.

Ruang gerak sekolah yang sebelumnya kaku sekarang menjadi lebih lues

sehingga sekolah lebih mudah untuk mengatur otonominya sendiri. Wewenang

sekolah dalam mengurusi lembaganya sendiri pun semakin besar. Pendekatan

professional lebih diutamakan daripada pendekatan birokratik. Sekolah yang

tadinya  berperan    mengontrol   kini    menjadi   mempengaruhi.    Dari    yang

menggunakan  uang  semuanya  kini  berganti  menggunakan  uang  seefisien

mungkin sehingga sisa uang anggaran masih bisa digunakan lagi tahun depan.

Lebih   mengutamakan   teamwork   bagi   seluruh   warga   sekolah    daripada

kecerdasan individual. Lebih memberdayakan sekolah dan struktur organisasi

datar serta transparan.

Perbedaan yang mendasar tentang konsep pola lama dan pola baru

MBS adalah pada pola lama fungsi dan tugas sekolah hanya menjalakankan

program yang ada dibandingkan dengan mengatasi masalah dan mengelola







sistemnya sendiri. Pada pola baru MBS sekolah lebih menekankan kemandirian dalam mengelola sistem pendidikan pendidikan berdasaran sumber daya yang dimiliki. baik itu termasuk sumber daya tenaga, keuangan, sumber daya sarana dan prasana
















BAB III

PENUTUP


A.    KESIMPULAN

1.      Konsep dasar MBS yaitu paradigma baru pendidikan yang memberikan otonomi luas pada tingkat sekolah dalam kerangka kebijakan pendidikan nasional. Penerapan konsep MBS berkaitan dengan elmen-elmen sistem pendidikan lainnya.

2.      Karakteristik manajemen peningkatan mutu berbasis sekolah secara inklusif memuat elemen-elemen sekolah efektif yang dikategorikan menjadi input, proses dan output. Karakteristik ini menerapkan pada keseluruhan aspek pendidikan melalui pendekatan sistem. Penguraian ketiganya diawali dengan output dan diakhiri dengan input.

3.      Mutu Pendidikan sebagai salah satu pilar pengembangan bsumber daya manusia sangat penting maknanya bagi pembangunan nasional. Karena itu upaya peningkatan mutu Pendidikan merupakan hal mutlak yang harus dilaksanakan dalam upaya menciptakan Pendidikan yang berkualitas.

4.      Pada dasarnya Manajemen Berbasis Sekolah memiliki tiga prinsip yakni prinsip otonomi sekolah, prinsip fleksibilitas, dan prinsip partisipasi untuk mencapai sasaran mutu sekolah.

5.      Pemerintah menerapkan kebijakan pembentukan pola baru manajemen pendidikan dalam rangka membentuk kerangka sistem pendidikan yang lebih bermutu di Indonesia. Perubahan dalam pola manajemen sekolah adalah salah satu bentuk kebijaksanaan tersebut.























DAFTAR PUSTAKA


Abas, Erjati. 2012. Menuju Sekolah Mandiri. Jakarta: PT Elex Media Komputindo.

Abd.   Mukhid. 2007. Meningkatkan Kualitas Pendidikan Melalui Sistem Pembelajaran Yang Tepat. Jurnal Pendidikan: 2(1). Hal 125-125.

Aziz, Ahmad Zaini. 2015. Manajemen Berbasis Sekolah Alternatif Peningkatan Mutu Pendidikan Madrasah. Yogyakarta: Universitas Islam Negeri.

Aziz, Ahmad Zaini. 2015. Manajemen Berbasis Sekolah Alternatif Peningkatan Mutu Pendidikan Madrasah. Jurnal Pendidikan Madrasah: vol VIII(1), hal 82-84.

Hamid. 2013. Manajemen Berbasis Sekolah. Jurnal Al-Khwarizmi: Vol.I, hal 87.

Hidayat, Ara dan Machali, Imam. 2012. Manajemen Pendidikan: Konsep    dan

Aplikasi Dalam Mengelola Sekolah dan Madrasah. Yogyakarta: Kukaba.

Minarti, Sri. 2010. Manajemen Sekolah Mengelola Lembaga Pendidikan Secara Mandiri. Yogyakarta: Ar-Ruuz Media.

Mulyasa, E. 2005. Manajemen Berbasis Sekolah; Konsep, Strategi, dan Impementasi. Bandung: PT. Remaja Rosdakarya.

Nurkolis. 2003. Manajemen Berbasis Sekolah Teori, Model Dan Aplikasi. Jakarta:

Gramedia Widiasarana Indonesia.

Pratiwi, Sri Nurabdiah. 20016. Manajemen Berbasis Sekolah Dalam Meningkatkan Kualitas Sekolah. Jurnal EduTech: Vol. 2 No. 1, hal 86.

Susetyo, Benny. 2005. Politik Pendidik Penguasa. Yogyakarta: PT LkiS Printing Cemerlang.

Syafaruddin. 2002. Manajemen Mutu Terpadu. Jakarta: Grasindo.

Syaifuddin, Mohammad & Siti Fatimah Soenarjo. Manajemen Berbabsis Sekolah:

Konsep Dasar Manajamenn Berbasis Sekolah. Jurnal.

Umadedi, dkk. 2011. Manajemen Berbasis Sekolah. Jakarta: Universitas Terbuka.