BAB I
1.1 Latar Belakang
Upaya penerapan pendekatan saintifik dalam proses pembelajaran merupakan ciri
khas dan menjadi kekuatan dari Kurikulum 2013. Pendekatan saintifik menjadikan siswa
lebih aktif dalam mengkonstruk pengetahuan dan ketrampilannya, mendorong siswa
untuk melakukan penyelidikan menemukan fakta-fakta dari suatu fenomena atau kejadian.
Proses pembelajaran dalam pendekatan saintifik, siswa dibelajarkan dan dibiasakan
untuk menemukan kebenaran ilmiah, bukan beropini dalam melihat fenomena. Siswa
dilatih untuk mampu berpikir kritis, logis, runut dan sistematis dengan menggunakan
kapasitas berpikir tingkat tinggi (High Order Thinking/HOT).Penerapan pendekatan
saintifik dalam pembelajaran menuntut adanya perubahan setting dan bentuk
pembelajaran tersendiri yang berbeda dengan pembelajaran konvensional.
Kata “Inquiry” berasal dari Bahasa Inggris yang berarti mengadakan
penyelidikan, menanyakan keterangan, melakukan pemeriksaan (Echols dan Hassan
Shadily, 2003: 323). Sedangkan menurut Gulo (2005:84) inkuiri berarti
pertanyaan atau pemeriksaan, penyelidikan. Pendekatan IBL adalah suatu
pendekatan yang digunakan dan mengacu pada suatu cara untuk mempertanyakan,
mencari pengetahuan (informasi), atau mempelajari suatu gejala. Pembelajaran
dengan pendekatan IBL selalu mengusahakan agar siswa selalu aktif secara mental
maupun fisik. Materi yang disajikan guru bukan begitu saja diberitahukan dan
diterima oleh siswa, tetapi siswa diusahakan sedemikian rupa sehingga mereka
memperoleh berbagai pengalaman dalam rangka “menemukan sendiri” konsep-konsep
yang direncanakan oleh guru.
Dalam bidang pembelajaraan, dikenal pendekatan
pembelajaran yang disebut Inquiry-Based Learning (IBL) dan pendekatan pengajaran
yang disebut Inquiry-Based Teaching (IBT). IBL adalah cara memperoleh
pengetahuan melalui proses inquiry (Hebrank, 2000). Sementara itu, IBT adalah
sebuah pendekatan pengajaran yang memandatkan guru untuk menciptakan situasi
yang memposisikan pemelajar sebagai ilmuwan. Pembelajar mengambil inisiatif
untuk mempertanyakan suatu fenomena, mengajukan hipotesis, melakukan observasi
di lapangan, menganalisis data, dan menarik simpulan, serta menjelaskan
temuannya itu kepada orang lain. Jawaban yang diharapkan atas pertanyaan
tersebut tidak bersifat tunggal tetapi jamak. Yang penting adalah bahwa dalam
mencari jawaban, pemelajar bekerja dengan menggunakan standar tertentu yang
jelas sehingga hasilnya dapat dipertanggungjawabkan. Oleh karena itu, dimungkinkan
pemelajar mengintegrasikan dan mensinergikan berbagai disiplin ilmu dan/atau
metode yang berbeda (Budnitz, 2003).
Pembelajaran dengan pendekatan
inkuiri dapat menggunakan berbagai macam metode. Apapun
metode yang dipilih hendaknya tetap mencerminkan ciri-ciri pembelajaran dengan
pendekatan inkuiri. Ada beberapa metode pembelajaran yang dapat digunakan
dengan pendekatan inkuiri, antara lain: tanya jawab, diskusi, demonstrasi,
eksperimen dan lain-lain.
1.2 Rumusa Masalah
1.
Bagaimana kegunaan inquiri based
learning dalam penilaian karakter siswa?
2.
Apa kelebihan dan kelemahan dalam
inquiri based learning ini?
3.
Bagaimana solusi yang baik dalam
penilaian karakter?
1.3 Tujuan
1.
Untuk mengetahui kegunaan inquiri based
learning dalam penelitian karakter siswa.
2.
Untuk mengetahui kelebihan dan kelemahan
inquiri based learning.
3.
Untuk memudahkan guru dalam mengajar.
4.
Keterlibatan siswa secara maksimal dalam
proses kegiatan relajar mengajar
5.
Mengembangkan sikap percaya pada diri
sendiri (self-belief) pada diri siswa tentang
apa
yang ditemukan dalam proses inkuiri.
1.4 Manfaat
1.
Memudahkan guru dalam mengambil langkah
metode atau pun model belajar yang tepat.
2.
Guru dalam mengimplementasikan kurikulum
dan pembelajaran lebih menekankan pada penguasaan materi sesuai target
kurikulum.
3.
Untuk pembelajaran disekolah agar tidak
selalu digunakan metode ceramah. Menitik beratkan pada aktivitas siswa dalam
proses belajar.
4.
Memudahkan siswa bersosialisasi dalam
kehidupan masyarakat dan lebih memiliki pengalaman untuk menambah pengetahuan
atau ilmu secara langsung dengan masyarakat itu sendiri.
1.5 Batas Penelitian
Permasalahan
yang ada di sekolah adalah guru dalam proses pembelajaran sebagian besar hanya
menggunakan metode ceramah. Penyampaian materi hanya sebatas menyampaikan teori
yang ada di buku dan materi dapat terselesaikan dalam satu semester. Proses
penyampaian materi yang demikian mnyebabkan siswa hanya mampu dalam aspek
kognitif semata dan lemah dalam aspek afektif dan psikomotor. Sumber belajar
yang ada di lingkungan sekolah belum dimanfaatkan secara maksimal, karena guru
mempunyai peran dominan dalam proses pembelajaran. Fakta yang ada di sekolah
bahwa tidak semua elemen dan unsur siap untuk melaksanakan pembelajaran dengan
Kurikulum 2013.Pembelajaran di dalam kelas dalam Kurikulum 2013 diharapkan
untuk melaksanakan pembelajaran dengan pendekatan saintifik dengan beberapa
model pembelajaran. Kenyataannya kesiapan dari guru dan kebiasaan siswa dalam
belajar masih menggunakan metode yang konvensional.
BAB II
KAJIAN PUSTAKA
2.1 Kajian Teori
2.1.1 Pengertian Progaram
Inquiri Based Learning
Menurut Sukrisno Program
adalah kata, ekspresi, atau pernyataan yang disusun dan dirangkai menjadi satu
kesatuan prosedur, yang berupa urutan langkah, untuk menyelesaikan masalah yang
diimplementasikan dengan menggunakan bahasa pemrograman sehingga dapat
dieksesuksi oleh komputer.
Inquiry
adalah kata yang memiliki banyak makna bagi banyak orang dalam
berbagai konteks yang
berbeda. Dalam bidang sains, inquiry berarti seni atau ilmu
bertanya tentang alam
dan menemukan jawaban atas pertanyaan tersebut. Inquiry
dilakukan melalui
langkah-langkah seperti observasi dan pengukuran, hipotesis,
interpretasi, dan
penyusunan teori. Inquiry memerlukan eksperimentasi, refleksi, dan pengenalan
terhadap kekuatan dan kelemahan metode yang digunakan (Hebrank, 2000).
Dalam
bidang pembelajaraan, dikenal pendekatan pembelajaran yang disebut
Inquiry-Based Learning
(IBL) dan pendekatan pengajaran yang disebut Inquiry-Based Teaching (IBT). IBL
adalah cara memperoleh pengetahuan melalui proses inquiry (Hebrank, 2000). Pendekatan
saintifik dengan metode Inquiry Based Learning dalam proses pembelajaran
diharapkan memberikan suatu pencerahan dan rekontruksi atas proses pembelajaran
yang berkembang sekarang ini.
Dapat disimpulkan Program Inquiry Based Learning adalah langkah
untuk menyelesaikan suatu masalah menggunakan model Inquiry Based Learning yang
dapat membantu dalam konteks penilaian karakter anak. Penelitian penilaian
karakter anak memerlukan eksperimentas,refleksi, dan pengenalan terhadap
kekutan dan kelemahan dalam metode tersebut.
2.1.2
Penilaian
Karakter Siswa
Menurunnya karakter berkebangsaan pada generasi maka
dicetuskan pendidikan karakter bangsa sebagai wujud pendidikan karakter
kebangsaan kepada peserta didik. Pendidikan karakter bangsa Indonesia. Dalam
pelaksanaannya pendidikan karakter bangsa indonesia tidak berdiri sendiri
tetapi berintegrasi dengan pelajan-pelajaran yangada dengan memasukkan nilai-nilai
karakter dan budaya bangsa Indonesia.
Instrumen yang digunakan bisa dalam bentuk
kuesioner. Bentuk kuesioner ini
memiliki kelemahan dan kebaikannya. Kebaikannya adalah
cakupan materi yang ditanyakan bisa lebih banyak. Kelemahan penggunaan
instrumen kuesioner dalam mengukur karakter atau aspek afektif sesorang adalah
pada validitas jawaban. Karena yang dijawab belum tentu yang dipraktikkan
sehari-hari. Ada unsur social desirability, yaitu apa yang dianggap baik oleh
masyarakat. Oleh karena itu, instrumen tersebut harus dilengkapi dengan data
hasil kegiatan pengamatan. Pengamatan karakteristik afektif peserta didik
dilakukan di tempat terjadinya kegiatan belajar dan mengajar serta di
lingkungan sekolah. Untuk mengetahui keadaan ranah afektif peserta didik,
pendidik harus menyiapkan diri untuk mencatat setiap tindakan yang muncul dari
peserta didik yang berkaitan dengan indikator ranah afektif peserta didik.
Untuk itu, perlu ditentukan indikator substansi yang akan diukur. Seperti
indikator jujur, tanggungjawab, kerja sama, hormat pada orang lain, ingin
selalu berbuat baik, dan sebagainya.
Karakter
merupakan bagian dari ranah afektif. Menurut Andersen (1980) ada dua metode
yang dapat digunakan untuk mengukur ranah afektif, yaitu metode observasi dan
metode laporan-diri. Penggunaan metode observasi berdasarkan pada asumsi bahwa
karateristik afektif dapat dilihat dari perilaku atau perbuatan yang
ditampilkan, reaksi psikologi, atau keduanya. Metode laporan-diri berasumsi
bahwa yang mengetahui keadaan afektif seseorang
adalah dirinya sendiri. Namun, hal ini menuntut kejujuran dalam mengungkap
karakteristik afektif diri sendiri.
Menurut
Lewin (dalam Andersen, 1980), perilaku seseorang merupakan fungsi dari watak
yang terdiri atas kognitif, afektif, dan psikomotor, dan karakteristik
lingkungan saat perilaku atau perbuatan ditampilkan. Jadi, tindakan atau
perbuatan seseeorang ditentukan watak dirinya dan kondisi lingkungan.
Penilaian adalah kegiatan untuk menentukan pencapaian hasil
pembelajaran. Hasil pembelajaran dapat dikategorikan menjadi tiga ranah, yaitu
ranah kognitif, psikomotor, dan afektif. Setiap peserta didik memiliki tiga
ranah tersebut, hanya kedalamannya tidak sama. Ada peserta didik yang memiliki
keunggulan pada ranah kognitif, atau pengetahuan, dan ada yang memiliki
keunggulan pada ranah psikomotor atau keterampilan. Namun, keduanya harus
dilandasi oleh ranah afektif yang baik. Pengetahuan yang dimiliki seseorang
harus dimanfaatkan untuk kebaikan masyarakat. Demikian juga keterampilan yang
dimiliki peserta didik juga harus dilandasi olah ranah afektif yang baik, yaitu
dimanfaatkan untuk kebaikan orang lain.
Pengamatan
karakteristik afektif peserta didik dilakukan di tempat
terjadinya kegiatan
belajar dan mengajar serta di lingkungan sekolah. Untuk mengetahui keadaan
ranah afektif peserta didik, pendidik harus menyiapkan diri untuk mencatat
setiap tindakan yang muncul dari peserta didik yang berkaitan dengan indikator
ranah afektif peserta didik. Untuk itu, perlu ditentukan indikator substansi
yang akan diukur. Seperti indikator jujur, tanggungjawab, kerja sama, hormat
pada orang lain, ingin selalu berbuat baik, dan sebagainya.
Karakter
yang baik melibatkan pemahaman, perhatian, dan bertindak sesuai dengan nilai-nilai
etika. Pendekatan yang holistik terhadap pengembangan karakter oleh karenanya
mencari untuk mengembangkan kognitif, emosi, dan aspek prilaku dari kehidupan
moral. Peserta didik berkembang untuk memahamai nilai inti dengan
mempelajarinya, mendiskusikannya, mengamati model perilaku, dan memecahkan
masalah yang mencakup nilai-nilai. Jadi, peserta didik harus paham nilai inti
dan komitmen mempraktikkannya dalam kehidupan sehari-hari.
2.1.3
Tipe
Karakteristik Efefektif
Ada
empat tipe karakteristik afektif yang penting, yaitu sikap, minat, konsep diri,
dan nilai. Empat tipe afektif yang akan dibahas dalam pedoman ini, khususnya
tentang penilaiannya. Pembahasan meliputi definisi konseptual, definisi
operasional dan penentuan indikator. Sesuai dengan karakteristik afektif yang
terkait dengan mata pelajaran, masalah yang akan dibahas mencakup empat ranah,
yaitu minat, sikap, nilai., dan konsep diri.
1. Sikap
Sikap
menurut Fishbein dan Ajzen (1975) adalah suatu predisposisi yang dipelajari
untuk merespon secara positif atau negatif terhadap suatu objek, situasi,
konsep, atau orang. Objek sekolah adalah sikap siswa terhadap sekolah, sikap siswa
terhadap mata pelajaran. Ranah sikap siswa ini penting untuk ditingkatkan
(Popham, 1999:204).
Sikap
siswa terhadap mata pelajaran, misalnya bahasa Inggeris, harus lebih positif
setelah siswa mengikuti pelajaran bahasa Inggeris. Jadi, sikap siswa setelah
mengikuti pelajaranharus lebih positif dibanding sebelum mengikuti pelajaran.
Perubahan ini merupakan salah satu indikator keberhasilan guru dalam melaksanakan
proses belajar mengajar. Untuk itu, guru harus membuat rencana pembelajaran
termasuk pengalaman belajar siswa yang membuat sikap siswa terhadap
matapelajaran menjadi lebih positif.
2. Minat
Menurut
Getzel (1966:98), minat adalah suatu disposisi yang terorganisir melalui
pengalaman yang mendorong seseorang untuk memperoleh objek khusus, aktivitas,
pemahaman, dan keterampilan untuk tujuan perhatian atau pencapaian. Hal penting
pada minat adalah intensitasnya. Secara umum minat termasuk karakteristik
afektif yang memiliki intensitas tinggi.
3.
Nilai
Nilai
menurut Rokeach (1968) merupakan suatu keyakinan yang dalam tentang perbuatan,
tindakan, atau perilaku yang dianggap baik dan yang dianggap jelek. Menurut
Andersen target nilai cenderung menjadi ide, tetapi sesuai dengan definisi oleh
Rokeach, target dapat juga berupa sesuatu seperti sikap dan perilaku. Arah
nilai dapat positif dapat negatif. Selanjutnya intensitas nilai dapat dikatakan
tinggi atau rendah tergantung pada situasi dan nilai yang diacu.
Definisi
lain tentang nilai disampaikan oleh Tyler (1973:7), yaitu nilai adalah suatu
objek, aktivitas, atau ide yang dinyatakan oleh individu yang mengendalikan
pendidikan dalam mengarahkan minat, sikap, dan kepuasan. Selanjutnya,
dijelaskan bahwa sejak manusia belajar menilai suatu objek, aktivitas, dan ide
sehingga objek ini menjadi pengatur penting minat, sikap, dan kepuasan. Oleh
karena itu, sekolah harus menolong siswa menemukan dan menguatkan nilai yang
bermakna dan signifikan bagi siswa dalam memperoleh kebahagiaan personal dan
memberi konstribusi positif terhadap masyarakat.
Beberapa
ranah afektif yang tergolong penting adalah sebagai berikut.
(a)
Kejujuran: peserta didik harus jujur dalam perkataan dan perbuatan dalam
berinteraksi
dengan lingkungan termasuk orang lain.
(b) Integritas: peserta
didik harus mengikat pada kode nilai, misalnya etika, dan moral.
(c)
Adil: peserta didik harus berpendapat bahwa semua orang memperoleh perlakuan
hukum
yang sama.
(d) Kebebasan: peserta
didik harus yakin bahwa mereka memiliki kebebasan yang terbatas, dalam arti
bebas tetapi tidaka merugikan pihak lain.
(e) Kerjasama:
peserta didik harus mempu bekerja sama dengan orang lain dalam mengerjakan
kebaikan.
4. Konsep Diri
Menurut Smith
(…….. : ….), konsep diri adalah evaluasi yang dilakukan individu terhadap
kemampuan dan kelemahan yang dimilikinya. Target, arah, dan intensitas konsep
diri pada dasarnya seperti ranah afektif yang lain. Target konsep diri biasanya
orang tetapi dapat juga institusi seperti sekolah. Arah konsep diri bisa
posititf atau negatif, dan intensitasnya bisa dinyatakan dalam suatu daerah
kontinum, yaitu mulai dari yang rendah sampai yang tinggi.
Konsep
diri ini penting untuk menentukan jenjang karir peserta didik,, yaitu dengan
mengetahui kekuatan dan kelemahan diri sendiri sehingga ia bisa memilih karir
yang tepat bagi dirinya. Selain itu, informasi konsep diri ini penting bagi
sekolah untuk memotivasi belajar siswa dengan tepat.
Dalam
memililih karakterisitk afektif untuk pengukuran, para pengelola pendidikan
harus mempertimbangkan rational teorie dan isi program sekolah. Masalah yang
timbul adalah bagaimana ranah afektif akan diukur. Isi dan validitas konstruk
ranah afektif tergantung pada definisi operasional yang secara langung
mengikuti definisi konseptual. Andersen (1980) menggambarkan dua pendekatan
untuk mengukur ranah afektif, yaitu pendekatan acuan ranah dan pendekatan peta
kalimat. Pada pendekatan acuan ranah, hal yang pertama diperhatikan adalah
target dan arah karakteristik afektif dan selanjutnya memperhatikan
intensitasnya.
2.2
Kajian
Penelitian Yang Relevan
Marlyen
Sharly Sapulette, Amika Wardana(2016) mengadakan penelitian tentang Peningkatan
Karakter Siswa Melalui Pembelajaran PPKn Dengan Media Cerita Rakyat. Penelitian
ini merupakan penelitian tindakan kelas (classroom
action research) yang bertujuan untuk meningkatkan karakter siswa SD dengan
pemanfaatan cerita rakyat sebagai media praktek pembelajaran PPKn. Dalam
penelitian ini menggunakan model siklus. Inti dari model siklus tersebut bahwa
setiap siklus memilki tiga tahap yaitu OBSERVASI Mengumpulkan informasi (data),
MENGELOLAH Menggambarkan informasi (menganalisis), dan MELAKUKAN TINDAKAN
Menggunakan hasil gambaran dan analisis (merencanakan, melaksanakan,
mengevaluasi).
Hasil
penelitian ini antara lain: (1) Guru saat mengajar PPKn mengetahui karakter
(kejujuran, toleransi, disiplin, kerja keras, dan tanggung jawab).
(2)Pelaksanaan pembelajaran sesuai dengan RPP yang sudah disusun dan di buat
dalam langkah-langkah tindakan kelas. Serta membuat minat belajar siswa
meningkat.
Tindakan
pembelajaran yang dilakukan pada kelas lebih ditekankan pada karakter dengan
menggunakan media cerita rakyat, dengan maksud mewujudkan tercapainya tujuan
pembelajaran PPKn yang diharapkan melalui beberapa tagihan. Tujuan pembelajaran
PPKn yang diaharapkan yaitu memiliki nilai-nilai karakter dalam kehidupan
sehari-hari serta mengikuti pembelajaran PPKn melalui berbagai kegiatan yang
yang mendukung.
(Persamaan dalam
Penelitian)
Penelitian
yang saya ambil adalah kata kuncinya penilain karakter siswa, jadi dalam hal
ini ada persamaan penekanan pada penilaian karakter siswa dalam proses
pembelajaran berlangsung. Penelitian tindakan dalam kelas utntuk memudahlkan
penilaian dengan pengamatan secara langsung.
(Perbedaan dalam
Penelitian)
Penelitian
yang saya ambil adalah Program Inquiry Based Learning dalam Penilaian Karakter
Siwa. Dari sebgian judul sudah terlihat pernedaanya. Pengunaan model
pembelajaran. Dalam penelitian ini menggunakan model Inquiry Based Learning,
dimana penilaian Karakter Siswa dalam pemecahan masalah saat pembelajaran
didalam kelas.
Penggunaan
penilaian, disini menggunakan penilaian sikap, minat, nilai, konsep diri. Karena
karakter yang baik melibatkan pemahaman, perhatian, dan bertindak sesuai dengan
nilai-nilai etika. Selanjutnya, dijelaskan bahwa sejak belajar menilai suatu
objek, aktivitas, dan ide sehingga objek ini menjadi pengatur penting minat,
sikap, dan kepuasan. Oleh karena itu, sekolah harus menolong siswa menemukan
dan menguatkan nilai yang bermakna dan signifikan bagi siswa dalam memperoleh
kebahagiaan personal dan memberi konstribusi positif terhadap masyarakat.
2.3
Kerangka
Pikir
BAB III
METODE PENELITIAN
3.1 Pendekatan dan Jenis Penelitian
Pendekatan yang digunakan dalam penelitian ini adalah pendekatan
kualitatif. Jenis penelitian metode deskriptif. Dalam penelitian kualitatif
data yang dikumpulkan bukan berupa bukan berupa angka melainkan data yang
diperoleh dari hasil pengumpulan data dan informasi.
Menurut Sukmadinata (2005) dasar penelitian kualitatif adalah konstruktivisme yang berasumsi
bahwa kenyataan itu berdimensi jamak, interaktif dan suatu pertukaran
pengalaman sosial yang diinterpretasikan oleh setiap individu. Peneliti kualitatif percaya bahwa kebenaran adalah dinamis
dan dapat ditemukan hanya melalui penelaahan terhadap orang-orang melalui
interaksinya dengan situasi sosial mereka (Danim, 2002).
Penelitian
kualitatif mengkaji perspektif partisipan dengan strategi-strategi yang bersifat
interaktif dan fleksibel. Penelitian kualitatif ditujukan untuk memahami fenomena-fenomena
sosial dari sudut pandang partisipan. Dengan demikian arti atau pengertian
penelitian kualitatif tersebut adalah penelitian yang digunakan untuk meneliti pada
kondisi objek alamiah dimana peneliti merupakan instrumen kunci (Sugiyono,
2005).
3.2 Kehadiran penelitian
Kehadiran peneliti
diperlukan untuk mengumpulkan data yang diperlukan guna melengkapi informasi
yang dibutuhkan dalam penelitian.
3.3 Tempat dan Waktu Penelitian
Tempat : SDN 14 Kota Bima NTB
Waktu Penelitian : Pada Bulan April 2018
3.4 Sumber Data
Sumber data dari
penelitian ini adalah
a. Siswa
b. Guru
c. Orang
tua
d. Masyarakat
3.5 Intrumen Penelitian
Instrumen yang digunakan bisa dalam bentuk kuesioner. Bentuk
kuesioner ini
memiliki kelemahan dan kebaikannya. Kebaikannya adalah
cakupan materi yang ditanyakan bisa lebih banyak. Kelemahan penggunaan
instrumen kuesioner dalam mengukur karakter atau aspek afektif sesorang adalah
pada validitas jawaban. Karena yang dijawab belum tentu yang dipraktikkan
sehari-hari.
3.6 Prosedur Penelitian
Dalam prosedur
penelitian ini, peneliti melakukan obsevasi langsung ke lapangan dengan
mendatangi kepala sekolah dan meminta izin untuk melakukan observasi disekolah
tersebut. Tekniknya adalah observasi dan wawancara.
3.7 Analisis Data
3.7.1
Reduksi
Data
Reduksi data dalam analisis data penelitian kualitatif, menurut Miles & Huberman(1992: 16) sebagaimana ditulis Malik diartikan sebagai proses pemilihan, pemusatan
perhatian pada penyederhanaan, pengabstakan, dan transformasi data “kasar” yang
muncul dari catatan-catatan tertulis di lapangan. Reduksi data berlangsung
terus-menerus selama proyek yang berorientasi penelitian kualitatif
berlangsung.
3.7.2
Penyajian
Data
Dalam penelitian
kualitatif,penyajia data bisa dilakukan dalam bentuk uraian singkat, bagan,
hubungan antar kategori, flowchart dan sejenisnya. Dalam hal ini Miles &
Huberman (dalam Sugino, 2012) mengatakan yang paling sering digunakan untuk
menyajikan data dalam penelitian kualitatif adalah dengan teks yang bersifat
naratif. Dengan mendisplaykan data, maka akan memudahkan untuk memahami apa
yang terjadi, merencakan kerja selanjutnya berdasarkan apa yang telah dipahami
tersebut (Miles & Huberman, dalam Sugino, 2012).
3.7.3
Kesimpulan
Menurut Miles &
Humberman, sebagaiman dikutip oleh Sugiyono (2014: 99), langkah ketiga dalam
analisis data kualitatif adalah penarikan simpulan dan verifikasi. Menarik
kesimpulan atau verivikasi adalah sebagian dari satu kegiatan konfigurasi yang
utuh sehingga mampu menjawab rumusan masalah penelitian. Simpulan disapat dari
membandingkan analisis hasil wawancara sehingga dapat diketahui jenis dan
faktor penyebab kesalahan siswa dalam menyelesaikan pembelajaran.
3.7.4
Teknik
Keabsahan
Teknik yang digunakan
dalam pemeriksaan keabsahan data seperti yang dikemukakan oleh Moleong (2006:
327), adalah perpanjangan keikut sertaan, ketekunan pengamatan, tiangulasi,
pengecekan sejawat, analisi kasus negative, kecukupan refernsial, dan
pengecekan dengan anggota yang terlibat dalam penelitian. Pengujian keabsahan
data menggunakan empat criteria sebagaimana yang dikemukakan oleh Sugiyono,
yaitu: kredibilitas (credibility), keteralihan (transferability),
kebergantungan/reliabilitas (dependability), dan kepastian/dapat dikonfirmasi
(confirmability).