PENDIDIKA INKLUSI
TUNALARAS
BAB I
PENDAHULUAN
A.
Latar
Belakang
Dalam
kehidupan sehari-hari banyak sekali macam ringkah laku, karakteristik dan
bentuk fisik manusia yang kita temui. Baik itu orang normal maupun tidak
normal. Dalam pendidikan juga ada yang utnuk anak normal dan utnuk anak yang
memebutuhkan layanan khusus atau sekolah luar biasa (SLB).
Anak
luar biasa adalah anak yang mengalami gangguan atau hambatan perkembangan baik
fisik maupun mentalnya sehingga mereka membutuhkan perhatian dan layanan
khusus, hal ini dengan tujuan agar mereka mampu menjalani kehidupan sehari-hari
tanpa memtuhkan orang lain.
Salah
satu anak yang mengalami hambatan atau gangguan yaitu anak tunalaras. Anak
tunalaras adalah anak yang mengalami gangguan emosi dan mentalnya dimana anak
ini berbuat sesuatu yang tidak biasa dilakukan oleh anak seusianya. Contohnya
perilaku yang dilakukan adalah mencuri, membuat keributan atau ceman orang
lain, menyakiti orang lain dan sebagainya yang tidak biasa dilakukan oleh anak
seusianya. Orang tua atau guru harus bisa mendeteksi dini kalau anaknya
mengalami hambatan, hal ini bertujuan agar kelainan yang dialami anak tidak
berkembang atau bertambah parah. Misalnya kalau anak mengalami ketunalarasan
maka pihak yang bersangkutan harus cepat mencegahnya, agar kelainan tidak
tambah parah.
Faktor
lingkungan sangat mempengaruhi perkembangan anak baik itu lingkungan keluarga,
sekolah maupun masyarakat. Dimana kalau anak hidup dalam keluarga yang bisa
mneghargai dan mendidik anak dengan baik maka anak akan bisa tumbuh kembang
dengan baik dan begitujuga sebaliknya karena keluarga tempat yang paling utama
anak mendapat pendidikan.
Dalam
lingkungan keluarga anaka mendapat pendidikan yang baik, tapi lingkungan tidak
baik maka anak juga bisa mempunyai sifat atau kelainan misalnya suka membuat
keributan dan cemas orang lain.
Untuk
mengatasi kelainan tersebut yaitu dengan lebih memperhatikan anak baik dari
lingkungan keluarga, sekolah dan masyarakat. Kalau anak sudah mempunyai
pergaulan yang tidak baik maka, orang tua harus cepat tanggap dan mencegahnya
agar anak tidak berlarut-larut dalam permasalahan tersebut.
B.
Rumusan
Masalah
1. Apa
definisi tentang tunalaras?
2. Apa
saja klasifikasi tentang tunalaras?
3. Apa
sajakah karakteristik anak tunalaras?
4. Sebutkan
layanan belajar anak tunalaras?
C.
Tujuan
1. Mengetahui
definisin tentang tunalaras.
2. Mengetahui
apa saja kalasifikasi tentang tunalaras.
3. Mengetahui
karakteristik anak tunalaras.
4. Mengetahui
bebeapa layanan belajar anak tunalaras.
BAB II
PEMBAHASAN
A.
Definisi
Anak Tunalaras
Tunalaras
adalah individu yang mengalami hambatan dalam mengendalikan emosi dan kontrol
sosial. Definisi anak tunalaras atau emotionally
handicapped atau behavioral disorder lebih
terarah berdasarkan definisi dari Eli M Bower
(Bandi Delphie, 2006: 17) bahwa anak dengan hambatan emosional atau
kelainan perilaku, apabila menunjukkan adanya satu atau lebih dari lima
komponen berikut ini: tidak mampu belajr bukan disebabkan karena faktor
intelektual, sensori atau kesehatan; tidak mampu unutk melakukan hubungan baik
dengan teman-teman dan guru-guru; bertingkah laku atau berperasaan tidak pada
tempatnya; secara umum mereka selalu dalam keadaan tidak gembira atau depresi;
dan bertendensi ke arah simptom fisik seperti merasa sakit atau ketakutan yang
berkaitan dengan orang atau permasalahan disekolah.
Anak
tunalaras secara umum dikatakan sebagai anak yang mengalami gangguan emosi dan
penyimpangan tingkah laku. Menurut pendapat Yulia Putri (2010) anak tunalaras
adalah anak yang mempunyai tingkah laku berlainan, tidak memiliki sikap yang
dewasa, melakukan pelanggaran norma-norma sosial dengan frekuensi yang cukup
besar, tidak/kurang mempunyai toleransi kepada orang lain/kelompok, serta mudah
terpengaruh oleh suasana, sehingga menimbulkan kesulitan bagi dirinya sendiri serta
orang lain.
Berdasarkan beberapa pendapat di
atas, dapat dijelaskan bahwa anak tunalaras adalah anak yang mengalami gangguan
emosi dan penyimpangan tingkah laku serta kurang dapat menyesuaikan diri dengan
lingkungannya, baik di dalam keluarga, sekolah, maupun masyarakat.
B. Klasifikasi Anak Tunalaras
Dilihat
dari gejala gangguan tingkah laku anak tunalaras dapat dikelompokkan menjadi
dua bagian (Rusli Ibrahim, 2005: 48), yaitu:
a. Socially Maladjusted Children
Yaitu
anak-anak yang terganggu aspek sosialnya. Kelompok ini menunjukkan tingkah laku
yang tidak dapat menyesuaikan diri dengan baik menurut ukuran norma norma
masyarakat dan kebudayaan setempat, baik di rumah, di sekolah atau di
masyarakat luas. Kelompok ini dapat diklasifikasikan menurut berat ringannya
kelainanan perilaku menjadi tiga kelompok, yaitu :
1)
Semi Socialized Children, yaitu kelompok anak yang masih dapat melakukan
hubungan sosial yang terbatas pada kelompok tertentu.
2)
Socialized Primitive Children, yaitu anak yang dalam perkembangan sikap-sikap
sosialnya sangat rendah yang disebabkan tidak adanya bimbingan dari kedua orang
tua pada masa kecil.
3)
Unsocialized Children, yaitu kelompok anak-anak yang mengalami hambatan dalam
perkembangan dan penyesuaian sosial yang sangat berat.
b. Emotionally Disturbed Children
Yaitu
kelompok anak-anak yang terganggu perkembangan emosinya. Kelompok ini
menunjukkan adanya ketegangan batin, menunjukkan kecemasan, penderita neorotis
atau bertingkah laku psikotis. Menurut berat ringannya gangguan perilakunya,
kelompok ini dapat dibagi menjadi tiga bagian, yaitu :
1. Gangguan
jiwa psikotik, yaitu tipe yang terberat yang sakit jiwanya.
2. Gangguan psikoneurotik, yaitu kelompok yang
terganggu jiwanya, jadi lebih ringan dari psikotik.
3. Gangguan psikosomatis, yaitu kelompok
anak-anak yang terganggu emosi sebagai akibat adanya tekanan mental, gangguan
fungsi reinforcement dan faktor-faktor lain:
Pengklasifikasian anak tunalaras menurut
Rosembera (Silvia Frans, 2011) dapat dikelompokkan atas tingkah laku yang
beresiko tinggi dan rendah, yang berisiko tinggi, yaitu hiperaktif, agresif,
pembangkang, delinkuensi dan anak yang menarik diri dari pergaulan sosial,
sedangkan yang berisiko rendah yaitu autisme dan skizofrenia.
Sistem
klasifikasi kelainan perilaku yang dikemukakan oleh Samuel A. Kirk dan James J.
Gallagher (Moh. Amin, 1991: 51) sebagai berikut:
a. Anak yang mengalami gangguan perilaku
yang kacau (conduct disorder) mengacu pada tipe anak yang melawan kekuasaan,
seperti bermusuhan dengan polisi dan guru, kejam, jahat, suka menyerang, dan
hiperaktif.
b. Anak yang cemas menarik diri
(anxious-withdraw) adalah anak yang pemalu, takut-takut, suka menyendiri, peka
dan penurut dan tertekan batinnya.
c. Dimensi ketidakmatangan (immaturity)
mengacu pada anak yang tidak ada perhatian, lambat, tidak berminat sekolah,
pemalas, suka melamun dan pendiam. Mereka mirip seperti anak autistik.
d. Anak agresi sosialisasi (socializ
aggressive) mempunyai ciri atau masalah perilaku yang sama dengan gangguan
perilaku yang bersosialisasi dengan “geng” tertentu. Anak tipe ini termasuk
dalam perilaku pencurian dan pembolosan serta merupakan suatu bahaya bagi
masyarakat umum. Secara garis besar anak tunalaras dapat diklasifikasikan
menjadi anak yang mengalami kesukaran dalam menyesuaikan diri dengan lingkungan
sosial dan anak yang mengalami gangguan emosi. Sehubungan dengan itu, William
Crain (Suadin, 2010) mengemukakan kedua
klasifikasi
tersebut antara lain:
a.
Anak yang mengalami kesulitan dalam menyesuaikan diri dengan lingkungan sosial:
1. The
Semi-socialize child, anak yang termasuk dalam kelompok ini dapat mengadakan
hubungan sosial tetapi terbatas pada lingkungan tertentu. Misalnya. keluarga
dan kelompoknya. Keadaan seperti ini datang dari lingkungan yang menganut
norma-norma tersendiri, yang mana norma tersebut bertentangan dengan norma yang
berlaku di masyarakat. Dengan demikian anak selalu merasakan ada suatu masalah
dengan lingkungan di luar kelompoknya.
2. Children
arrested at a primitive level of socialization, anak pada kelompok ini dalam
perkembangan sosialnya, berhenti pada level atau tingkatan yang rendah. Pada
kelompok ini adalah anak yang tidak pernah mendapat bimbingan ke arah sikap
sosial yang benar dan terlantar dari pendidikan, sehingga ia melakukan apa saja
yang dikehendakinya. Hal ini disebabkan karena tidak adanya perhatian dari
orang tua yang mengakibatkan perilaku anak di kelompok ini cenderung dikuasai
oleh dorongan nafsu saja. Meskipun demikian anak masih dapat memberikan respon
pada perlakuan yang ramah.
3. Children
with minimum socialization capacity, anak kelompok ini tidak mempunyai
kemampuan sama sekali untuk belajar sikap-sikap sosial. Ini disebabkan oleh
pembawaan/kelainan atau anak tidak pernah mengenal hubungan kasih sayang
sehingga anak pada golongan ini banyak bersikap apatis dan egois.
b.
Anak yang mengalami gangguan emosi, terdiri dari:
1. Neurotic
behavior, anak pada kelompok ini masih bisa bergauldengan orang lain akan
tetapi mereka mempunyai masalah pribadi yang tidak mampu diselesaikannya. Anak
pada kelompok ini sering dan mudah dihinggapi perasaan sakit hati, perasaan
cemas, marah, agresif dan perasaan bersalah. Di samping itu kadang mereka
melakukan tindakan lain seperti mencuri dan bermusuhan. Anak seperti ini
biasanya dapat dibantu dengan terapi seorang konselor. Keadaan neurotik ini
biasanya disebabkan oleh sikap keluarga yang menolak atau sebaliknya, terlalu
memanjakan anak serta pengaruh pendidikan yaitu karena kesalahan pengajaran
atau juga adanya kesulitan belajar yang berat.
2. Children with psychotic processes, anak pada
kelompok ini mengalami gangguan yang paling berat sehingga memerlukan
penanganan yang lebih khusus. Pada kelompok ini sudah menyimpang dari kehidupan
yang nyata, sudah tidak memiliki kesadaran diri serta tidak memiliki identitas
diri. Adanya ketidaksadaran ini disebabkan oleh gangguan pada sistem syaraf
sebagai akibat dari keracunan, misalnya minuman keras dan obat-obatan .
Berdasarkan klasifikasi anak tunalaras
di atas, maka dalam penelitian ini anak tunalaras merupakan anak tunalaras tipe
hiperaktif, yang secara umum anak tunalaras tipe hiperaktif menunjukkan
ciri-ciri tingkah laku yang ada persamaannya pada setiap klasifikasi yaitu
kekacauan tingkah laku, kecemasan dan menarik diri, kurang dewasa, dan agresif.
C. Karakteristik Anak Tunalaras
Karakteristik
Psikologis Anak Tunalaras Karakteristik anak tunalaras menurut Rusli Ibrahim
(2005: 49-50), sebagai berikut:
- Intelegensia
dan Prestasi Akademis
Anak tunalaras rata-rata memiliki
kecerdasan (IQ) yang setelah diuji menghasilkan sebaran normal 90, dan sedikit
yang memiliki nilai di atas sebaran nilai anak-anak normal dan kemungkinan
besar memiliki nilai IQ keterbelakangan mental serta ada juga yang memiliki
kecerdasan sangat tinggi dalam nilai tes kecerdasan. Anak tunalaras biasanya
tidak mencapai taraf yang diharapkan pada usia mentalnya dan jarang ditemukan
yang berprestasi akademisnya meningkat, dan rendahnya prestasi mereka pada
pelajaran membaca dan matematika sangat menonjol.
- Persepsi
dan Keterampilan Motorik
Anak tunalaras sulit melakukan aktivitas
yang kompleks, merasa enggan dalam aktivitas, malas dan merasa tidak mampu
dalam melakukan aktivitas jasmani. Keterampilan motorik sangat menunjang bagi
pertumbuhan dan perkembangan individu di samping keuntungan lain, seperti
perkembangan sosial, kemampuan berpikir dan kesadaran 20 persepsi. Oleh karena
itu, di sinilah penting letaknya pembelajaran pendidikan jasmani seperti
permainan sepak bola bagi anak tunalaras. Karakteristik anak tunalaras yang
dikemukakan Hallahan dan Kauffman (1986) berdasarkan dimensi tingkah laku anak
tuna laras adalah sebagai berikut:
1) Anak
yang mengalami gangguan perilaku:
a. berkelahi,memukul
menyerang.
b. pemarah.
c. Pembangkang.
d. Suka
merusak.
e. Kurang
ajar tidsk sopan.
f. Penentang
ditak mau bekerjasama.
g. Suka
mengganggu.
h. Suka
ribut, pembolos.
i.
Mudah marah suka pamer.
j.
Hiperaktif, pembohong
k. Iri
hati, pembantah.
l.
Ceroboh, pengacau.
m. Suka
menyalahkan orang lain.
n. Mementingkan
diri sendiri.
2) Anak
yang mengalami kecemasan dan menyendiri:
a. Cemas.
b. Tegang.
c. Tidak
punya teman
d. Tertekan.
e. Sensitif.
f. Rendah
hati.
g. Mudah
frustasi
h. Pendiam.
i.
Mudah bimbang.
3) Anak
yang kurang dewasa:
a. Pemalu.
b. Kaku.
c. Pasif.
d. Mudah
dipengaruhi.
e. Pengantuk.
f. Pembosan.
4) Anak
yang agresif bersosialisasi:
a. Mempunyai
komplota jahat.
b. Berbuat
onar bersama komplotan.
c. Membuat
geng.
d. Suka
diluar rumah sampai larut.
e. Bolos
sekolah.
f. Pergi
dari rumah.
Selain
karakteristik di atas, berikut ini karakteristik yang berkaitan dengan segi
akademik, sosial/emosional dan fisik/kesehatan anak tunalaras (Moh. Amin, 1991:
52-53), yaitu:
1) Karakteristik
Akademik
Kelainan
perilaku mengakibatkan penyesuaian sosial dan sekolah yang buruk. Akibatnya,
dalam belajarnya memperlihatkan ciri-ciri sebagai berikut :
a. Hasil
belajar di bawah rata-rata.
b. Sering berurusan dengan guru BK.
c. Tidak naik kelas.
d. Sering membolos.
e. Sering melakukan pelanggaran, baik di sekolah
maupun di masyarakat, dan lain-lain.
2)
Karakteristik Sosial/Emosional :
Karakteristik sosial/emosional tunalaras
dapat dijelaskan sebagai berikut:
a. Karakteristik
Sosial
Masalah
yang menimbulkan gangguan bagi orang lain:
1. Perilaku
itu tidak diterima masyarakat, biasanya melanggar norma budaya.
2. Perilaku itu bersifat menggangu, dan dapat
dikenai sanksi oleh kelompok sosial.
3. Perilaku
itu ditandai dengan tindakan agresif, yaitu :
a) Tidak
mengikuti aturan.
b) Bersifat mengganggu.
c) Bersifat membangkang dan menentang.
d) Tidak
dapat bekerjasama.
4. Melakukan
tindakan yang melanggar hukum dan kejahatan remaja.
b.
Karakteristik Emosional
(1)
Hal-hal yang menimbulkan penderitaan bagi anak, misalnya tekanan batin dan rasa
cemas.
(2)
Ditandai dengan rasa gelisah, rasa malu, rendah diri, ketakutan dan sifat
perasa/sensitif.
c.
Karakteristik Fisik/Kesehatan:
Pada
anak tuna laras umumnya masalah fisik/ kesehatan yang dialami berupa gangguan
makan, gangguan tidur atau gangguan gerakan. Umumnya mereka merasa ada yang
tidak beres dengan jasmaninya, ia mudah mengalami kecelakaan, merasa cemas pada
kesehatannya, seolah-olah merasa sakit, dll. Kelainan lain yang berupa fisik
yaitu gagap, buang air tidak terkontrol, sering mengompol, dan lain-lain.
D. Layanan Belajar Anak Tunalaras
1. Dasar Hukum
Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003 SisdikNas : “Warga
Negara yang memiliki kelainan fisik, emosional, mental, intelektual, dan atau
sosial berhak memperoleh pendidikan khusus”
2. Definisi
Pendidikan khusus merupakan pendidikan bagi peserta
didik yang memiliki tingkat kesulitan dalam mengikuti proses pembelajaran
karena kelainan fisik, emosional, mental, sosial, dan/atau memiliki potensi
kecerdasan dan bakat istimewa. (Pasal 32 UU Sisdiknas, ayat 1)
3. Maksud
Perlunya pengembangan layanan pendidikan terpadu yang
komprehensif dan integratif yang bertujuan untuk meningkatkan kecerdasan
intelektual, emosional, keterampilan dan kecakapan hidupyang sesuai dengan
potensi dan kemampuan masing-masing siswa berkebutuhan khusus.
4. Tujuan
Membantu anak didik penyandang perilaku sosial dan
emosi, agar mampu mengembangkan sikap, pengetahuan dan keterampilan sebagai pribadi
maupun anggota masyarakat dalam menggalakkan hubungan timbal balik dengan
lingkungan sosial budaya dan alam sekitar serta dapat mengembangkan kemampuan
dalam dunia kerja atau mengikuti
pendidikan
selanjutnya.
E. PENDEKATAN PENDIDIKAN ANAK TUNALARAS
(sumber:
Triyanto Pristiwaluyo & m. Sodiq AM. (2005). Pendidikan Anak Gangguan Emosi.
Depdiknas Dikti)
A. Pendidikan Alternatif
Rasionalisasi
Pendekatan pendidikan alternative diperlukan karena
adanya kondisi-kondisi khusus anak tunalaras yang harus mempengaruhi intervensi
pendidikannya, baik di sekolah khusus maupun di sekolah inklusi, yaitu :
a.
Diskriminasi social, pada kasus anak tunalaras yang
berasal dari keluarga marginal (ekonomi sosial menengah-ke bawah)
b.
Putus sekolah
c.
Isu-isu penempatan di institusi luar sekolah (seperti
di lembaga permasyarakatan anak, dll)
d.
Prestasi akademik rendah
Dimensi-Dimensi Kebutuhan &
Situasi yang Dicermati
a.
Interaksi hubungan yang kaku antara guru dengan murid
b.
Gangguan emosi & perilaku kronis dan permasalahan
belajar belum terpecahkan oleh Program sekolah
c.
Siswa antisosial tidak terpengaruh pada sistem
motivasi belajar umum
d.
Perlunya pendekatan pembelajaran individual
e.
Ketidaksiapan siswa menghadapi evaluasi pembelajaran
Bentuk-Bentuk Program
a.
POLA KELAS BARU = integrasi, dengan mengurangi jumlah
siswa umum, terdapat guru khusus di kelas.
b.
STRUKTUR BARU = minischool, dengan hubungan antar
komponen yang fleksibel.
c.
KURIKULUM BARU = relevan dengan kebutuhan
METODE
|
KARAKTERISTIK TUNALARAS
|
Menciptakan
cara-cara baru bertindak
bukan
hanya modifikasi tingkah laku.
|
Karakteristik
perilaku sangat spesifik &
individual.
Terkadang juga disertai problem yang komplek.
|
Menemukan
program yang sesuai &memberi peluang ketercapaian program.
|
Gangguan
emosi & perilaku akan membatasi
keberhasilan
hubungan sosial.
|
Menawarkan
program-programpilihan, pengalaman relevan dan realistis
|
Salah satu
tipe gangguan emosi & perilaku : anti sosial, menarik diri
|
Pendidikan Terbuka
Konsep
Pendidikan
Terbuka sebagai pendidikan responsif :
a.
Respon terhadap konflik diri siswa terhadap otoritas
guru.
b.
Respon terhadap penarikan diri siswa.
c.
Respon terhadap perasaan gagal siswa
Fokus dan
Rasionalisasi :
a.
Anak memiliki potensi untuk merubah perilaku lebih
baik.
b.
Melibatkan seluruh bagian dari lingkungan keluarga,
masyarakat, dan sekolah untuk membantu pemulihan perilaku.
c.
Merespon kebutuhan anak dalam gangguan emosi dan
perilaku
BAB III
PENUTUP
Kesimpulan
Anak
luar biasa adalah anak yang mengalami gangguan atau hambatan perkembangan baik
fisik maupun mentalnya sehingga mereka membutuhkan perhatian dan layanan
khusus, hal ini dengan tujuan agar mereka mampu menjalani kehidupan sehari-hari
tanpa memtuhkan orang lain.
Salah
satu anak yang mengalami hambatan atau gangguan yaitu anak tunalaras. Anak
tunalaras adalah anak yang mengalami gangguan emosi dan mentalnya dimana anak
ini berbuat sesuatu yang tidak biasa dilakukan oleh anak seusianya. Contohnya
perilaku yang dilakukan adalah mencuri, membuat keributan atau ceman orang
lain, menyakiti orang lain dan sebagainya yang tidak biasa dilakukan oleh anak
seusianya. Orang tua atau guru harus bisa mendeteksi dini kalau anaknya
mengalami hambatan, hal ini bertujuan agar kelainan yang dialami anak tidak
berkembang atau bertambah parah. Misalnya kalau anak mengalami ketunalarasan
maka pihak yang bersangkutan harus cepat mencegahnya, agar kelainan tidak
tambah parah.
Saran
Untuk mengatasi kelainan tersebut yaitu dengan
lebih memperhatikan anak baik dari lingkungan keluarga, sekolah dan masyarakat.
Kalau anak sudah mempunyai pergaulan yang tidak baik maka, orang tua harus
cepat tanggap dan mencegahnya agar anak tidak berlarut-larut dalam permasalahan
tersebut.
DAFTAR
PUSTAKA
Eprints.uny.ac.id/by A Anarimah – 2012 (PDF
:http://staff.uny.ac.id/sites/default/files/pendidikan/Aini%20Mahabbati,%20S.Pd.,%20M.A./4siap%20print%20materi%20patl.pdf
Romiariyanto.blogspot.com/2011/01/makalah-tentang-anak-tunalaras.html