A. PENGERTIAN
BAHASA
Sistem lambing bunyi yang arbitrer (manasuka) yang
digunakan oleh anggota para kelompok social untuk berkerja sama, berkomunikasi,
dan mengidentikasikan diri. Fungsi utama bahasa adalah sebagai alat komunikasi
dan interaksi antar manusia. Selain itu dapat berfungsi sebagai identitas suatu
alat pemersatuan. Terkait itu, keraf
(1986) mengatakan bahwa apa yang dalam pengertian kita sehari-hari disebut
bahasa itu menangkup doa bidang yaitu: bunyi yang di hasilkan oleh alat-alat
ucap dan arti atau makna yang tersirat dalam arus bunyi tadi. Bunyi itu merupa
getaran yang bersifat isi yang merangsang alat pendengaran kita juga arti atau
makna adalah isi yang terkandung di dalam arus bunyi yang menyebabkan adanya
reaksi itu selanjutnya arus bunyi itu kita namakan aru ujar ujaran.
Namun perlu kita ingat bahwa tidak semua ujaran atau bunyian yang
dihasilkan alat ucap manusia itu bisa disajikan bahasa. Ujaran manusia bisa
dikatakan sebagai bahasa apabila ujaran tersebut mengandung makna, atau apabila
doa orang manusia atau lebih menetapkan seperangkat bunyi itu memiliki arti
yang mirip. Oleh karena itu, menurut keraf (1986) bahwa apakah setiap ujaran
itu mengandung makna atau tidak, haruslah konvesisual kelompok masyarakat
tertentu setiap kelompok manusia bahasa, secara konvesisual bahwa setiap
struktur bunyi ujaran tertentu akan menghasilkan bermacam-macam satuan struktur
bunyi yang berbeda antara satu dengan yang lain. Kesatuan-kesatuan arus ujaran tadi yang mengandung
satu makna yang tertentu secara bersama-sama membentuk perbendaharaan kata dari
suata masyarakat bahasa.
B. HAKIKAT
BAHASA DALAM BAHASA
INDONESIAA
Merupakan bahasa Indonesia meliputi banyak bahasa yang
dikelmpokan dalam kelompok Sumatra,jawa dan berbagai daerah di wilayah Negara
kesatuan republic Indonesia. Di antara kelompok tersebut berada bahasa melayu
yang berasal dari daerah sumatera yang berfungsi sebagai alat komunikasi antara
berbagai kelompok suku bangsa dikawasan nusantara ini. Bahasa ini yang kemudian
di kukuhkan sebagai bahasa Indonesia ang kita kenal sekarang ini. Ada ciri yang
tampak dalam bahasa ini yaitu pembentukan kata yang dibentuk melalui proses
pengimbuhan, pergaulan, dan pemajemuk.
Disamping itu pembentukan kata melalui proses pemendekan tidak pasti
tidak surkata yang membentu suatu kata yang busulam hal ini di kenal tiga
pemendekan, yaitu singkatan, penggalan, dan akronim. Bentuk jamak di nyatakan
dengan penambahan kata bilangan, pergaulan, atau penanda jamak lainnya.
C. SIFAT-SIFAT
BAHASA
Sebagai
alat komunikasi, bahasa mengandung beberapa sifat antara lain:
1.
Sitematik
Bahasa disajikan sistematik
karena bahasa memiliki pola dan kaidah yang harus ditaati agar bisa
didiskusikan oleh pemainnya.
2.
Berwujud lambang
Lambang yang digunakan dalam
system bahasa adalah berupa bunyi, yaitu bunyi yang dihasilkan oleh alat ucap
manusia,karena lambang yang digunakan berupa bunyi, maka yang dipertimbangkan
primer dalam bahasa adalah bahasa yang di ucapkan, atau yang sering disebut
bahasa lisan.
Kata lambang sering melihat
sebagai symbol tidak bersifat langsung dalam kajian lambang di sebut ilmu
semiotika atau simiologi yaitu ilmuyang mempelajari tanda-tanda yang iklandalam
kehidupan manusia. Lambang tersebut bersifat arbiter yaitu tidak adanya
hubungan langsung yang bersifat wajib antara lambang dengan yang dilambang.
3.
Manasuka (
arbitrer)
Bahasa itu arbiter bisa di
artikan sewenang-wenang atau berubah-ubah. Sedangkan istilah arbiter adalah
tidak keberadaan hubungan wajib antaralambang bahasa dengan konsep atau
pengertian besar yang dimaksud lambang tersebut.
Menurut santoso, dkk (2004),
bahasa disebut manasuka karena tidak pastitidak bahasa pilihan secara jack
tanpa dasar. Tidak ada hubungan logis antara bunyi dan makna yang
disimbolkannya. Sebagai kursi bukan disebut meja.
4.
Berupa bunyi
Bunyi bahasa atau bunyi
ujaran (speech suara) adalah sutuan bunyi yang dihasilkan oleh alat ucap
manusia yang didalam fonetik(ilmu yang mempelajari tentang bunyi) diami sebagai
saya : fonem. Bahasa itubermakna system yang berwujud bunyi atau bunyi katakana.
5.
Bermakna
Bahasa yang bersifat makna
adalah sarana dalam menyampaikan pesan, konsep ide atau pemikiran.
6.
Bersifat sebuah
konvensional
Bahasa itu konvensional
artinya sebuat anggota masyarakat bahasa itu mematuhi bahasa yang kesepuluh
digunakan untuk mewakilin konsep yang diwakilkan.
7.
Bersifat unik
Bahasa unik artinya setiap
bahasa memiliki system yang telah yang tidak harus ada dalam bahasa berbaring
Contoh: bahasa inggris memiliki system yang berbeda sarangga system bahasa
Indonesia.
D. TEORI
PEMEROLEHAN BAHASA
Bahasa merupakan alat komunikasi yang paling esensial
bagi manusia. Bahasa yang dimiliki oleh manusia sangat dinamis sehingga terus
berkembnag dari waktu ke waktu. Dalam kehidupan sehari-hari, manusia
menggunakan bahasa sebagai sarana mengungkapkan pikiran, bersosialisasi dan
sebagainya. Oleh karena itu berbahasa dapat di katakan adalah kebutuhan dasar
setiap manusia.
Di mulai dari bahasa ibu atau bahasa pertama yang di
dapatkan seorang anak sejak lahir, sampai kepada bahasa asing (lain) atau biasa
juga di kenal bahasa anak yang ingin ia pelajari setelah besar.
Pemerolehan bahasa di artikan sebagai penguasaan
bahasa pertama seorang anak dimana dia tinggal. Proses pemerolehan bahasa ini
berlangsung secara tidak sadar. Di sisi lain, pembelajaran bahasa proses
penguasaan bahasa target (bahasa kedua) yang di lakukan seseorang guna
kepentingan tertentu, misalnya untuk tujuan pekerjaan, akademis, ekonomi dan
lain-lain. Dalam proses ini tujuan yang ingin di capai oleh individu tersebut
jelas sehingga proses ini pun di lakukan dengan sadar.
Meskipun pemerolehan dan pembelajaran bahasa memiliki
esensi yang berbeda tetapi keduanya memiliki persamaan dalam prosesnya.
Persamaan anatara pemerolehan dan pembelajaran bahasa tersebut seperti yang di
terangkan di bawah ini :
1.
Praktik, baik
pemerolehan maupun pembelajaran pada hakikatnya adalah pembentukkan kebiasaan
berbahasa sehingga ia memiliki kemampuan (capability) berbahasa yang di lakukan
melalui serangkaian praktik berbahasa.
2.
Meniru, kegiatan
meniru (imitation) juga berlaku bagi pemeroleh maupun pembelajaran bahasa.
Peniruan itu baik dari aspek suara, kalimat, dan metode menggunakannya
(konteks).
3.
Keduannya
melalui tahapan-tahapan dalam proses kebahasaannya.
E. TEORI-TEORI
PEMEROLEHAN BAHASA
1.
Teori
Behaviorisme
Teori behaviorisme
menjelaskan bahwa bahasa akan dapat diperoleh dan dikuasai karena faktor
pembiasaan. Menurut Abdul Chaer (2003: 222) kaum behavioris menekankan bahwa
proses pemerolehan bahasa pertama dikendalikan dari luar diri si anak, yaitu
oleh rangsangan yang diberikan melalui lingkungan. Istilah bahasa bagi kaum
behavioris dianggap kurang tepat karena istilah bahasa itu menyiratkan suatu
wujud, sesuatu yang dimiliki atau digunakan, dan bukan sesuatu yang dilakukan.
Padahal bahasa itu merupakan salah satu perilaku, di antara perilaku-perilaku
manusia lainnya. Oleh karena itu, mereka lebih suka menggunakan istilah
perilaku verbal (verbal behavior), agar tampak lebih mirip dengan perilaku yang
harus dipelajari.
Menurut kaum
behaviorisme kemampuan berbicara dan
memahami bahasa oleh anak di peroleh malalui rangsangan oleh lingkungannya.
Anak di anggap sebagai penerima pasif dari tekanan lingkungannya, tidak
memiliki peranan yang aktif di dalam proses perkembangan perilaku verbalnya.
Proses perkembangan bahasa terutama di tentukan oleh lamanya latihan yang di
berikan oleh lingkungannya.
Teori behaviorisme menyoroti aspek perilaku kebahasaan
yang dapat diamati langsung dan hubungan antara rangsangan (stimulus) dan
reaksi (response). Perilaku bahasa yang efektif adalah membuat reaksi yang
tepat terhadap rangsangan. Reaksi ini akan menjadi suatu kebiasaan jika reaksi
tersebut dibenarkan. Pada saat ini anak belajar bahasa pertamanya. Sebagai
contoh, seorang anak mengucapkan bilangkali untuk barangkali. Sudah pasti si
anak akan dikritik oleh ibunya atau siapa saja yang mendengar kata tersebut.
Apabila suatu ketika si anak mengucapkan barangkali dengan tepat, dia tidak
akan mendapatkan kritikan karena pengucapannya sudah benar. Situasi seperti
inilah yang dinamakan membuat reaksi yang tepat terhadap rangsangan dan
merupakan hal yang pokok bagi pemerolehan bahasa pertama pada anak.
2.
Teori Nativisme
Teori nativisme bahwa selama
proses pemerolehan bahasa pertama, kanak-kanak (manusia) sedikit demi sedikit
membuka kemampuan lingualnya secara genetis telah diprogramkan. Kaum nativis
berpendapat bahwa bahasa itu terlalu kompleks dan rumit, sehingga mustahil
dapat dipelajari dalam waktu singkat melalui metode seperti “peniruan”
(imitation).
Chomsky dalam Chaer (2003)
melihat bahasa itu bukan hanya kompleks, tetapi juga penuh dengan keslahan dan penyimpangan kaidah pada
pengucapan atau pelaksanaan bahasa (performans). Manusia tidaklah mungkin
belajar bahasa pertama dari orang lain. Selama belajar mereka menggunakan
prinsip-prinsip yang membimbingnya menyusun tata bahasa. Menurut Chomsky bahasa
hanya dapat dikuasai oleh manusia. Binatang tidak mungkin dapat menguasai
bahasa manusia. Pendapat ini didasarkan pada asumsi. Pertama, perilaku
berbahasa adalah sesuatu yang diturunkan (genetik); pola perkembangan bahasa
adalah sama pada semua macam bahasa dan budaya (sesuatu yang universal); dan
lingkungan hanya memiliki peranan kecil di dalam proses pematangan bahasa.
Kedua, bahasa dapat dikuasai dalam waktu singkat, anak berusia empat tahun
sudah dapat berbicara mirip dengan orang dewasa. Ketiga, lingkungan bahasa si
anak tidak dapat menyediakan data secukupnya bagi penguasaan tata bahasa yang
rumit dari orang dewasa. Chomsky menyatakan bahwa manusia mempunyai “Faculties
of the mind” yakni semacam kapling-kapling intelektual dalam otaknya. Salah
satunya adalah untuk bahasa. Kapling kodrati yang dibawa sejak lahir ini oleh
Chomsky dinamakan Language Acquisition Device (LAD).
3.
Teori
Kognitivisme
Aliran kognitivisme berawal
dari pernyataan Jean Piaget (1926) yang berbunyi “Logical thinking underlies
both linguistic and nonlinguistic developments.” Pernyataan ini memancing para
ahli psikologi kognitif menerangkan pertumbuhan kemampuan berbahasa karena
menilai penjelasan Chomsky tentang hal itu belum memuaskan.
Teori Kognitivisme
menjelaskan bahwa bahasa bukanlah suatu ciri alamiah yang terpisah, melainkan
salah satu di antara beberapa kemampuan yang berasal dari kematangan kognitif.
Bahasa distrukturi oleh nalar. Perkembangan bahasa harus berlandaskan pada
perubahan yang lebih mendasar dan lebih umum di dalam kognisi. Jadi,
urutan-urutan perkembangan kognitif menentukan urutan perkembangan bahasa
(Chaer, 2003:223). Hal ini tentu saja berbeda dengan pendapat Chomsky yang
menyatakan bahwa mekanisme umum dari perkembangan kognitif tidak dapat
menjelaskan struktur bahasa yang kompleks, abstrak, dan khas. Begitu juga
dengan lingkungan berbahasa. Bahasa harus diperoleh secara alamiah.
Menurut teori kognitivisme,
yang paling utama harus dicapai adalah perkembangan kognitif, barulah
pengetahuan dapat keluar dalam bentuk keterampilan berbahasa. Dari lahir sampai
18 bulan, bahasa dianggap belum ada. Anak hanya memahami dunia melalui
indranya. Anak hanya mengenal benda yang dilihat secara langsung. Pada akhir
usia satu tahun, anak sudah dapat mengerti bahwa benda memiliki sifat permanen
sehingga anak mulai menggunakan simbol untuk mempresentasikan benda yang tidak
hadir dihadapannya. Simbol ini kemudian berkembang menjadi kata-kata awal yang
diucapkan anak.
Menurut teori ini
perkembangan bahasa harus berlandaskan pada atau diturunkan dari perkembangan
dan perubahan yang lebih mendasar dan lebih umum di dalam kognisi manusia.
Dengan demikian urutan-urutan perkembangan kognisi seorang anak akan menentukan
urutan-urutan perkembangan bahasa dirinya. Menurut aliran ini kita belajar
disebabkan oleh kemampuan kita menafsirkan peristiwa atau kejadian yang terjadi
di dalam lingkungan.
Titik awal teori kognitif
adalah anggapan terhadap kapasitas kognitif anak dalam menemukan struktur dalam
bahasa yang didengar di sekelilingnya. Pemahaman, produksi, komprehensi bahasa
pada anak dipandang sebagai hasil dari proses kognitif anak yang secara terus
menerus berubah dan berkembang. Jadi stimulus
merupakan masukan bagi anak yang berproses dalam otak. Pada otak terjadi
mekanisme mental internal yang diatur oleh pengatur kognitif, kemudian keluar
sebagai hasil pengolahan kognitif tadi. Dapat dikemukakan bahwa pendekatan
kognitif menjelaskan bahwa:
a) dalam belajar bahasa, bagaimana kita berpikir.
b) belajar terjadi dan kegiatan mental internal dalam
diri kita.
c) belajar bahasa merupakan proses berpikir yang
kompleks.
Laughlin dalam Elizabeth (1993: 54) berpendapat bahwa dalam
belajar bahasa seorang anak perlu proses pengendalian dalam berinteraksi dengan
lingkungan. Pendekatan kognitif dalam belajar bahasa lebih menekankan
pemahaman, proses mental atau pengaturan dalam pemerolehan, dan memandang anak
sebagai seseorang yang berperan aktif dalam proses belajar bahasa.
4.
Teori
Interaksionisme
Teori interaksionisme
beranggapan bahwa pemerolehan bahasa merupakan hasil interaksi antara kemampuan
mental pembelajaran dan lingkungan bahasa. Pemerolehan bahasa itu berhubungan
dengan adanya interaksi antara masukan “input” dan kemampuan internal yang
dimiliki pembelajar. Setiap anak sudah memiliki LAD sejak lahir. Namun, tanpa
ada masukan yang sesuai tidak mungkin anak dapat menguasai bahasa tertentu
secara otomatis.
F.
PEMBELAJARAN BAHASA INDONESIA DI SEKOLAH DASAR
Pembelajaran adalah proses belajar dimana didalamanya
terdapat interaksi, bahan dan penilaian. Sedangkan tentang pengertian belajar
banyak para ahli pendidikan berbeda-beda dalam memberikan definisi belajar
tersebut. Hal tersebut terjdi karena adanya perbedaan dalam mendefinisikan
fakta serta perbedaan dalam menginterprestasikannya. Perbedaan istilah yang di
gunakan serta konotasi masing-masing istilah, juga perbedaan dalam penekanan
aspek tertentu menyebabkan definisi yang berbeda tentang belajar, (Sumadi
Suryabrata, 1980:19).
Dalam pembelajaran dikelas guru
mengajarkan Bahasa Indonesia sesuai dengan tuntutan kompetensi dasar dan
standart kompetensi yang telah ditentukan. Salah satu fungsi pengajar adalah
penggerak terjadinya proses belajar mengajar. Sebagai penggerak, pengajar harus
memenuhi beberapa kriteria yang menyatu dalam diri pengajar agar dapat
menunjukkan profesionalitasnya dalam membuat rancangan pemebelajaran, pelaksanaan
pembelajaran sampai pada kualitas penilaannya.
1. Tujuan dan Fungsi
Pembelajaran Bahasa Indonesia di Sekolah Dasar
Secara umum tujuan pemebajaran Bahasa
Indonesia dinyatakan dalam kurikulum 2004 (Depdiknas, 2004 : 6) adalah sebagai
berikut:
a.
Siswa menghargai dan
membanggakan bahasa dan astra indonesia sebagai bahasa persatuan (nasional) dan
bahasa negara.
b.
Siswa memahami bahasa
dan sastra indonesia dari segi bentuk, makna, dan fungsi, serta menggunakannya
dengan tepat dan kreatif untuk macam macam tujuan, kepeluan dan keadaan.
c.
Siswa memiliki
kemampuan menggunakan bahasa dan sastra indonesia untuk meningkatkan kemampuan
intelektual, kematangan emosional dan kematangan sosial.
d.
Siswa memiliki disiplin
alam berfikir dan berbahasa (berbicara dan menulis).
Fungsi
bahasa adalah sebagai alat komunikasi. Komunikasi yang dimaksud adalah suatu
proses menyampaikan maksud kepada orang lain dengan menggunakan saluran
tertentu. Komunikasi bisa berupa pengungkapan pikiran, gagasan, ide, pendapat,
persetujuan, keinginan, penyampaian informasi suatu peristiwa. Hal itu
disampaikan dalam aspek kebahasaan berupa kata, kalimat, paragrap atau paraton,
ejaan dan tanda baca dalam bahasa tulis, serta unsur-unsur prosodi (intonasi,
nada, irama, tekanan, dan tempo) dalam bahasa lisan.
2. Pendekatan Pembelajaran
Bahasa Indonesia di SD
a.
Prinsip Fungsional
Pembelajaran
Bahasa Indonesia yang berprinsip funsional pada hakikatnya sejalan dengan
konsep pembelajaran yang komunikatif. Dalam pelaksanaannya adalah melatih siswa
menggunakan bahasa baik lisan maupun tulisan.
b.
Prinsip Kontektual
Pembelajaran
Bahasa Indonesia yang berprinsip kontektual adalah pembelajaran yang mengaitkan
materi yang diajarkan dengan dunia nyata. Prinsip pembelajaran kontektual ini
mencakup tujuh komponen yaitu : konstruktifisme, bertanya, inkuiri, masyarakat
belajar, pemodelan, dan penilaian sebenarnya.
c.
Prinsip Apresiatif.
Pembelajaran
Bahasa Indonesia yang beprinsip apresiatif lebih ditekankan pada pembelajaran
sastra. Haln ini mengandung arti bahwa prinsip pembelajaran yang digunakan
adalah menyenangkan.
d.
Prinsip Humanisme,
Rekontruksionalisme dan Progresip.
1. Manusia
secara fitrah memiliki bekal yang sama dalam upaya memahami sesuatu. Implikasi
wawasan ini dalam kegiatan pengajaran bahasa indonesia adalah a) guru bukan
erupakan satu-satunya sember informasi, b) siswa disikapi sebagai subjek
belajar yang secara kreatif mampu menemukan pemahaman sendiri, c) dalam proses
belajat mengajar guru lebih banyak bertindak sebagai model, teman, pendamping,
pemotivasi, fasilitator, dan aktor yang bertindak sebagai pembelajar.
2. Perilaku
manusia dilandasi sebagai motif dan minat tertentu. Implikasi dari wawasan
tersebut dalam kegitan pengajaran bahasa indonesia adalah a) isi pembelajaran
harus memiliki kegunaan bagi pembelajar secara aktual, b) dalam kegiatan
belajarannya siswa harus menyadari manfaat penguasaan is pembelajaran bagi
kehidupannya, c) isi pembelajaran harus sesuai dengan tingkat perkembangan,
pengalaman, dan pengetahuan pembelajaran.
DAFTAR
PUSTAKA
Alwi, Hasan. Dkk. 1988. Tata Bahasa Baku Bahasa Inodonesia ed ke 3. Jakarta: Balai Pustaka.
Faisal,
M. Dkk. 2009. Kajian Bahasa Indonesia SD.
Jakarta: Dirjen Pendidikan Tinggi Departeman Pendidikan Nasional.
Suyitno,
imam . 2007. Pengembangan Bahan Ajar
Bahasa Indonesia Untuk Penutur Asing
(BIPA) Berdasarkan Hasil Analisis Kebutuhan Belajar.