Wikipedia

Search results

MAKALAH HAKIKAT, TEORI PEMEROLEHAN, DAN PEMBELAJARAN DALAM BAHASA INDONESIA






DAFTAR ISI
BAB 1 PENDAHULUAN………………………………………………………………
A.   Latar Belakang…………………………………………………………………
B.   Rumusan Masalah…………………………………………………………...……...
C.   Tujuan…………………………………………..………………………..
BAB II PEMBAHASAN……………………………...…………………………………
A.   Pengertian Bahasa……….…………………....………………………………….......
B.   Hakikat Bahasa Dalam Bahasa Indonesia………..………………………
C.   Sifat-sifat Bahasa…………………………………………………………………….
D.   Teori pemerolehan Bahasa……………………...………………………...
E.    Teori-teori Pemerolhan Bahasa…………………………....……………..
F.    Pembelajaran Bahasa Indonesia………………………………………….
BAB III PENUTUP…………………………………………………………...…………..
A.   Kesimpulan………………………………………………………………
B.   Daftar Pustaka…………………………………………………………....









BAB I
PENDAHULUAN
A.     LATAR BELAKANG
Manusia adalah mahluk social, sehingga manusia perlu berinteraksi dengan manusia yang lainnya. Pada saat manusia ingin esistensinya terima maka interaksi itu tersa semakin penting. Ketenuan bahasa tentu buka baru lagi bagi kita. Ketentuan bahasa atau berbahasa selalu kita temui dalam ragam komunikasi baik lisan maupun tulis
Namun di samping itu mereka harus menjadi warga Negara Indonesia yang baik. Oleh karena itu pentingnya pentingnya pendidikan sekolah terutaman berbahasa Indonesia, karena dengan berbahasa Indonesia mereka akan menyadari, berpikir, bersikap, berprilaku sebagai warga Indonesia yang baik terlepas keanekaragaman daerah dan bahsa sesui dengan semboyan “Bhineka Tunggal Ikan” malah berbeda-beda tetapi tetap satu juga. Hal ini juga sesuai dengan amanat untuk berbahasa satu yaitu bahsa Indonesia.  Dalam masyarakat kata bahasa sering digunakan dalam berbagai ungkapan dalam berbagai makna.

B.     RUMUSAN MASALAH
1.            Apakah pengertian bahasa?
2.            Apakah yang dimaksud bahasa dalam bahasa Indonesia?
3.            Apa saja sifat-sifat bahasa?

C.   TUJUAN
1.            Untuk menjelaskan pengertian bahasa.
2.            Untuk menjelaskan hakikat bahasa Indonesia.
3.            Untuk menjelaskan sifat-sifat bahasa.




BAB II
PEMBAHASAN

A.   PENGERTIAN BAHASA
Sistem lambing bunyi yang arbitrer (manasuka) yang digunakan oleh anggota para kelompok social untuk berkerja sama, berkomunikasi, dan mengidentikasikan diri. Fungsi utama bahasa adalah sebagai alat komunikasi dan interaksi antar manusia. Selain itu dapat berfungsi sebagai identitas suatu alat pemersatuan.  Terkait itu, keraf (1986) mengatakan bahwa apa yang dalam pengertian kita sehari-hari disebut bahasa itu menangkup doa bidang yaitu: bunyi yang di hasilkan oleh alat-alat ucap dan arti atau makna yang tersirat dalam arus bunyi tadi. Bunyi itu merupa getaran yang bersifat isi yang merangsang alat pendengaran kita juga arti atau makna adalah isi yang terkandung di dalam arus bunyi yang menyebabkan adanya reaksi itu selanjutnya arus bunyi itu kita namakan aru ujar ujaran.
Namun perlu kita ingat bahwa tidak semua ujaran atau bunyian yang dihasilkan alat ucap manusia itu bisa disajikan bahasa. Ujaran manusia bisa dikatakan sebagai bahasa apabila ujaran tersebut mengandung makna, atau apabila doa orang manusia atau lebih menetapkan seperangkat bunyi itu memiliki arti yang mirip. Oleh karena itu, menurut keraf (1986) bahwa apakah setiap ujaran itu mengandung makna atau tidak, haruslah konvesisual kelompok masyarakat tertentu setiap kelompok manusia bahasa, secara konvesisual bahwa setiap struktur bunyi ujaran tertentu akan menghasilkan bermacam-macam satuan struktur bunyi yang berbeda antara satu dengan yang lain.  Kesatuan-kesatuan arus ujaran tadi yang mengandung satu makna yang tertentu secara bersama-sama membentuk perbendaharaan kata dari suata masyarakat bahasa.

B.   HAKIKAT BAHASA DALAM BAHASA INDONESIAA
Merupakan bahasa Indonesia meliputi banyak bahasa yang dikelmpokan dalam kelompok Sumatra,jawa dan berbagai daerah di wilayah Negara kesatuan republic Indonesia. Di antara kelompok tersebut berada bahasa melayu yang berasal dari daerah sumatera yang berfungsi sebagai alat komunikasi antara berbagai kelompok suku bangsa dikawasan nusantara ini. Bahasa ini yang kemudian di kukuhkan sebagai bahasa Indonesia ang kita kenal sekarang ini. Ada ciri yang tampak dalam bahasa ini yaitu pembentukan kata yang dibentuk melalui proses pengimbuhan, pergaulan, dan pemajemuk.
Disamping itu pembentukan kata melalui proses pemendekan tidak pasti tidak surkata yang membentu suatu kata yang busulam hal ini di kenal tiga pemendekan, yaitu singkatan, penggalan, dan akronim. Bentuk jamak di nyatakan dengan penambahan kata bilangan, pergaulan, atau penanda jamak lainnya.

C.   SIFAT-SIFAT BAHASA
Sebagai alat komunikasi, bahasa mengandung beberapa sifat antara lain:
1.     Sitematik
Bahasa disajikan sistematik karena bahasa memiliki pola dan kaidah yang harus ditaati agar bisa didiskusikan oleh pemainnya.
2.     Berwujud lambang
Lambang yang digunakan dalam system bahasa adalah berupa bunyi, yaitu bunyi yang dihasilkan oleh alat ucap manusia,karena lambang yang digunakan berupa bunyi, maka yang dipertimbangkan primer dalam bahasa adalah bahasa yang di ucapkan, atau yang sering disebut bahasa lisan.
Kata lambang sering melihat sebagai symbol tidak bersifat langsung dalam kajian lambang di sebut ilmu semiotika atau simiologi yaitu ilmuyang mempelajari tanda-tanda yang iklandalam kehidupan manusia. Lambang tersebut bersifat arbiter yaitu tidak adanya hubungan langsung yang bersifat wajib antara lambang dengan yang dilambang.
3.     Manasuka ( arbitrer)
Bahasa itu arbiter bisa di artikan sewenang-wenang atau berubah-ubah. Sedangkan istilah arbiter adalah tidak keberadaan hubungan wajib antaralambang bahasa dengan konsep atau pengertian besar yang dimaksud lambang tersebut.
Menurut santoso, dkk (2004), bahasa disebut manasuka karena tidak pastitidak bahasa pilihan secara jack tanpa dasar. Tidak ada hubungan logis antara bunyi dan makna yang disimbolkannya. Sebagai kursi bukan disebut meja.
4.     Berupa bunyi
Bunyi bahasa atau bunyi ujaran (speech suara) adalah sutuan bunyi yang dihasilkan oleh alat ucap manusia yang didalam fonetik(ilmu yang mempelajari tentang bunyi) diami sebagai saya : fonem. Bahasa itubermakna system yang berwujud bunyi atau bunyi katakana.
5.     Bermakna
Bahasa yang bersifat makna adalah sarana dalam menyampaikan pesan, konsep ide atau pemikiran.
6.     Bersifat sebuah konvensional
Bahasa itu konvensional artinya sebuat anggota masyarakat bahasa itu mematuhi bahasa yang kesepuluh digunakan untuk mewakilin konsep yang diwakilkan.
7.     Bersifat unik
Bahasa unik artinya setiap bahasa memiliki system yang telah yang tidak harus ada dalam bahasa berbaring Contoh: bahasa inggris memiliki system yang berbeda sarangga system bahasa Indonesia.

D.   TEORI PEMEROLEHAN BAHASA
Bahasa merupakan alat komunikasi yang paling esensial bagi manusia. Bahasa yang dimiliki oleh manusia sangat dinamis sehingga terus berkembnag dari waktu ke waktu. Dalam kehidupan sehari-hari, manusia menggunakan bahasa sebagai sarana mengungkapkan pikiran, bersosialisasi dan sebagainya. Oleh karena itu berbahasa dapat di katakan adalah kebutuhan dasar setiap manusia.
Di mulai dari bahasa ibu atau bahasa pertama yang di dapatkan seorang anak sejak lahir, sampai kepada bahasa asing (lain) atau biasa juga di kenal bahasa anak yang ingin ia pelajari setelah besar.
Pemerolehan bahasa di artikan sebagai penguasaan bahasa pertama seorang anak dimana dia tinggal. Proses pemerolehan bahasa ini berlangsung secara tidak sadar. Di sisi lain, pembelajaran bahasa proses penguasaan bahasa target (bahasa kedua) yang di lakukan seseorang guna kepentingan tertentu, misalnya untuk tujuan pekerjaan, akademis, ekonomi dan lain-lain. Dalam proses ini tujuan yang ingin di capai oleh individu tersebut jelas sehingga proses ini pun di lakukan dengan sadar.
Meskipun pemerolehan dan pembelajaran bahasa memiliki esensi yang berbeda tetapi keduanya memiliki persamaan dalam prosesnya. Persamaan anatara pemerolehan dan pembelajaran bahasa tersebut seperti yang di terangkan di bawah ini :
1.     Praktik, baik pemerolehan maupun pembelajaran pada hakikatnya adalah pembentukkan kebiasaan berbahasa sehingga ia memiliki kemampuan (capability) berbahasa yang di lakukan melalui serangkaian praktik berbahasa.
2.     Meniru, kegiatan meniru (imitation) juga berlaku bagi pemeroleh maupun pembelajaran bahasa. Peniruan itu baik dari aspek suara, kalimat, dan metode menggunakannya (konteks).
3.     Keduannya melalui tahapan-tahapan dalam proses kebahasaannya.

E.   TEORI-TEORI PEMEROLEHAN BAHASA
1.     Teori Behaviorisme
Teori behaviorisme menjelaskan bahwa bahasa akan dapat diperoleh dan dikuasai karena faktor pembiasaan. Menurut Abdul Chaer (2003: 222) kaum behavioris menekankan bahwa proses pemerolehan bahasa pertama dikendalikan dari luar diri si anak, yaitu oleh rangsangan yang diberikan melalui lingkungan. Istilah bahasa bagi kaum behavioris dianggap kurang tepat karena istilah bahasa itu menyiratkan suatu wujud, sesuatu yang dimiliki atau digunakan, dan bukan sesuatu yang dilakukan. Padahal bahasa itu merupakan salah satu perilaku, di antara perilaku-perilaku manusia lainnya. Oleh karena itu, mereka lebih suka menggunakan istilah perilaku verbal (verbal behavior), agar tampak lebih mirip dengan perilaku yang harus dipelajari.
Menurut kaum behaviorisme  kemampuan berbicara dan memahami bahasa oleh anak di peroleh malalui rangsangan oleh lingkungannya. Anak di anggap sebagai penerima pasif dari tekanan lingkungannya, tidak memiliki peranan yang aktif di dalam proses perkembangan perilaku verbalnya. Proses perkembangan bahasa terutama di tentukan oleh lamanya latihan yang di berikan oleh lingkungannya.
Teori behaviorisme menyoroti aspek perilaku kebahasaan yang dapat diamati langsung dan hubungan antara rangsangan (stimulus) dan reaksi (response). Perilaku bahasa yang efektif adalah membuat reaksi yang tepat terhadap rangsangan. Reaksi ini akan menjadi suatu kebiasaan jika reaksi tersebut dibenarkan. Pada saat ini anak belajar bahasa pertamanya. Sebagai contoh, seorang anak mengucapkan bilangkali untuk barangkali. Sudah pasti si anak akan dikritik oleh ibunya atau siapa saja yang mendengar kata tersebut. Apabila suatu ketika si anak mengucapkan barangkali dengan tepat, dia tidak akan mendapatkan kritikan karena pengucapannya sudah benar. Situasi seperti inilah yang dinamakan membuat reaksi yang tepat terhadap rangsangan dan merupakan hal yang pokok bagi pemerolehan bahasa pertama pada anak.
2.     Teori Nativisme
Teori nativisme bahwa selama proses pemerolehan bahasa pertama, kanak-kanak (manusia) sedikit demi sedikit membuka kemampuan lingualnya secara genetis telah diprogramkan. Kaum nativis berpendapat bahwa bahasa itu terlalu kompleks dan rumit, sehingga mustahil dapat dipelajari dalam waktu singkat melalui metode seperti “peniruan” (imitation).
Chomsky dalam Chaer (2003) melihat bahasa itu bukan hanya kompleks, tetapi juga penuh  dengan keslahan dan penyimpangan kaidah pada pengucapan atau pelaksanaan bahasa (performans). Manusia tidaklah mungkin belajar bahasa pertama dari orang lain. Selama belajar mereka menggunakan prinsip-prinsip yang membimbingnya menyusun tata bahasa. Menurut Chomsky bahasa hanya dapat dikuasai oleh manusia. Binatang tidak mungkin dapat menguasai bahasa manusia. Pendapat ini didasarkan pada asumsi. Pertama, perilaku berbahasa adalah sesuatu yang diturunkan (genetik); pola perkembangan bahasa adalah sama pada semua macam bahasa dan budaya (sesuatu yang universal); dan lingkungan hanya memiliki peranan kecil di dalam proses pematangan bahasa. Kedua, bahasa dapat dikuasai dalam waktu singkat, anak berusia empat tahun sudah dapat berbicara mirip dengan orang dewasa. Ketiga, lingkungan bahasa si anak tidak dapat menyediakan data secukupnya bagi penguasaan tata bahasa yang rumit dari orang dewasa. Chomsky menyatakan bahwa manusia mempunyai “Faculties of the mind” yakni semacam kapling-kapling intelektual dalam otaknya. Salah satunya adalah untuk bahasa. Kapling kodrati yang dibawa sejak lahir ini oleh Chomsky dinamakan Language Acquisition Device (LAD).
3.     Teori Kognitivisme
Aliran kognitivisme berawal dari pernyataan Jean Piaget (1926) yang berbunyi “Logical thinking underlies both linguistic and nonlinguistic developments.” Pernyataan ini memancing para ahli psikologi kognitif menerangkan pertumbuhan kemampuan berbahasa karena menilai penjelasan Chomsky tentang hal itu belum memuaskan.
Teori Kognitivisme menjelaskan bahwa bahasa bukanlah suatu ciri alamiah yang terpisah, melainkan salah satu di antara beberapa kemampuan yang berasal dari kematangan kognitif. Bahasa distrukturi oleh nalar. Perkembangan bahasa harus berlandaskan pada perubahan yang lebih mendasar dan lebih umum di dalam kognisi. Jadi, urutan-urutan perkembangan kognitif menentukan urutan perkembangan bahasa (Chaer, 2003:223). Hal ini tentu saja berbeda dengan pendapat Chomsky yang menyatakan bahwa mekanisme umum dari perkembangan kognitif tidak dapat menjelaskan struktur bahasa yang kompleks, abstrak, dan khas. Begitu juga dengan lingkungan berbahasa. Bahasa harus diperoleh secara alamiah.
Menurut teori kognitivisme, yang paling utama harus dicapai adalah perkembangan kognitif, barulah pengetahuan dapat keluar dalam bentuk keterampilan berbahasa. Dari lahir sampai 18 bulan, bahasa dianggap belum ada. Anak hanya memahami dunia melalui indranya. Anak hanya mengenal benda yang dilihat secara langsung. Pada akhir usia satu tahun, anak sudah dapat mengerti bahwa benda memiliki sifat permanen sehingga anak mulai menggunakan simbol untuk mempresentasikan benda yang tidak hadir dihadapannya. Simbol ini kemudian berkembang menjadi kata-kata awal yang diucapkan anak.
Menurut teori ini perkembangan bahasa harus berlandaskan pada atau diturunkan dari perkembangan dan perubahan yang lebih mendasar dan lebih umum di dalam kognisi manusia. Dengan demikian urutan-urutan perkembangan kognisi seorang anak akan menentukan urutan-urutan perkembangan bahasa dirinya. Menurut aliran ini kita belajar disebabkan oleh kemampuan kita menafsirkan peristiwa atau kejadian yang terjadi di dalam lingkungan.
Titik awal teori kognitif adalah anggapan terhadap kapasitas kognitif anak dalam menemukan struktur dalam bahasa yang didengar di sekelilingnya. Pemahaman, produksi, komprehensi bahasa pada anak dipandang sebagai hasil dari proses kognitif anak yang secara terus menerus berubah dan berkembang. Jadi stimulus  merupakan masukan bagi anak yang berproses dalam otak. Pada otak terjadi mekanisme mental internal yang diatur oleh pengatur kognitif, kemudian keluar sebagai hasil pengolahan kognitif tadi. Dapat dikemukakan bahwa pendekatan kognitif menjelaskan bahwa:
a)     dalam belajar bahasa, bagaimana kita berpikir.
b)    belajar terjadi dan kegiatan mental internal dalam diri kita.
c)     belajar bahasa merupakan proses berpikir yang kompleks.
          Laughlin dalam Elizabeth (1993: 54) berpendapat bahwa dalam belajar bahasa seorang anak perlu proses pengendalian dalam berinteraksi dengan lingkungan. Pendekatan kognitif dalam belajar bahasa lebih menekankan pemahaman, proses mental atau pengaturan dalam pemerolehan, dan memandang anak sebagai seseorang yang berperan aktif dalam proses belajar bahasa.
4.     Teori Interaksionisme
Teori interaksionisme beranggapan bahwa pemerolehan bahasa merupakan hasil interaksi antara kemampuan mental pembelajaran dan lingkungan bahasa. Pemerolehan bahasa itu berhubungan dengan adanya interaksi antara masukan “input” dan kemampuan internal yang dimiliki pembelajar. Setiap anak sudah memiliki LAD sejak lahir. Namun, tanpa ada masukan yang sesuai tidak mungkin anak dapat menguasai bahasa tertentu secara otomatis.

F.     PEMBELAJARAN BAHASA INDONESIA DI SEKOLAH DASAR
        Pembelajaran adalah proses belajar dimana didalamanya terdapat interaksi, bahan dan penilaian. Sedangkan tentang pengertian belajar banyak para ahli pendidikan berbeda-beda dalam memberikan definisi belajar tersebut. Hal tersebut terjdi karena adanya perbedaan dalam mendefinisikan fakta serta perbedaan dalam menginterprestasikannya. Perbedaan istilah yang di gunakan serta konotasi masing-masing istilah, juga perbedaan dalam penekanan aspek tertentu menyebabkan definisi yang berbeda tentang belajar, (Sumadi Suryabrata, 1980:19).
          Dalam pembelajaran dikelas guru mengajarkan Bahasa Indonesia sesuai dengan tuntutan kompetensi dasar dan standart kompetensi yang telah ditentukan. Salah satu fungsi pengajar adalah penggerak terjadinya proses belajar mengajar. Sebagai penggerak, pengajar harus memenuhi beberapa kriteria yang menyatu dalam diri pengajar agar dapat menunjukkan profesionalitasnya dalam membuat rancangan pemebelajaran, pelaksanaan pembelajaran sampai pada kualitas penilaannya.

1.     Tujuan dan Fungsi Pembelajaran Bahasa Indonesia di Sekolah Dasar
  Secara umum tujuan pemebajaran Bahasa Indonesia dinyatakan dalam kurikulum 2004 (Depdiknas, 2004 : 6) adalah sebagai berikut:
a.     Siswa menghargai dan membanggakan bahasa dan astra indonesia sebagai bahasa persatuan (nasional) dan bahasa negara.
b.     Siswa memahami bahasa dan sastra indonesia dari segi bentuk, makna, dan fungsi, serta menggunakannya dengan tepat dan kreatif untuk macam macam tujuan, kepeluan dan keadaan.
c.      Siswa memiliki kemampuan menggunakan bahasa dan sastra indonesia untuk meningkatkan kemampuan intelektual, kematangan emosional dan kematangan sosial.        
d.     Siswa memiliki disiplin alam berfikir dan berbahasa (berbicara dan menulis).
          Fungsi bahasa adalah sebagai alat komunikasi. Komunikasi yang dimaksud adalah suatu proses menyampaikan maksud kepada orang lain dengan menggunakan saluran tertentu. Komunikasi bisa berupa pengungkapan pikiran, gagasan, ide, pendapat, persetujuan, keinginan, penyampaian informasi suatu peristiwa. Hal itu disampaikan dalam aspek kebahasaan berupa kata, kalimat, paragrap atau paraton, ejaan dan tanda baca dalam bahasa tulis, serta unsur-unsur prosodi (intonasi, nada, irama, tekanan, dan tempo) dalam bahasa lisan.
2.     Pendekatan Pembelajaran Bahasa Indonesia di SD
a.   Prinsip Fungsional
Pembelajaran Bahasa Indonesia yang berprinsip funsional pada hakikatnya sejalan dengan konsep pembelajaran yang komunikatif. Dalam pelaksanaannya adalah melatih siswa menggunakan bahasa baik lisan maupun tulisan.
b.  Prinsip Kontektual
Pembelajaran Bahasa Indonesia yang berprinsip kontektual adalah pembelajaran yang mengaitkan materi yang diajarkan dengan dunia nyata. Prinsip pembelajaran kontektual ini mencakup tujuh komponen yaitu : konstruktifisme, bertanya, inkuiri, masyarakat belajar, pemodelan, dan penilaian sebenarnya.
c.   Prinsip Apresiatif.
Pembelajaran Bahasa Indonesia yang beprinsip apresiatif lebih ditekankan pada pembelajaran sastra. Haln ini mengandung arti bahwa prinsip pembelajaran yang digunakan adalah menyenangkan.
d.   Prinsip Humanisme, Rekontruksionalisme dan Progresip.
1.       Manusia secara fitrah memiliki bekal yang sama dalam upaya memahami sesuatu. Implikasi wawasan ini dalam kegiatan pengajaran bahasa indonesia adalah a) guru bukan erupakan satu-satunya sember informasi, b) siswa disikapi sebagai subjek belajar yang secara kreatif mampu menemukan pemahaman sendiri, c) dalam proses belajat mengajar guru lebih banyak bertindak sebagai model, teman, pendamping, pemotivasi, fasilitator, dan aktor yang bertindak sebagai pembelajar.
2.     Perilaku manusia dilandasi sebagai motif dan minat tertentu. Implikasi dari wawasan tersebut dalam kegitan pengajaran bahasa indonesia adalah a) isi pembelajaran harus memiliki kegunaan bagi pembelajar secara aktual, b) dalam kegiatan belajarannya siswa harus menyadari manfaat penguasaan is pembelajaran bagi kehidupannya, c) isi pembelajaran harus sesuai dengan tingkat perkembangan, pengalaman, dan pengetahuan pembelajaran.




BAB III
A.   Kesimpulan
Pada hakikat Bahasa Indonesia merupakan Bahasa nasional Indonesia dan sarana untuk berkomunikasi antar sesame manusia. Kemampuan berbahasa merupakan kemampuan yang hanya dimiliki oleh manusia. Namun kemanpuan itu tidak di bawa sejak lahir dan dikuasai dengan sendirinya, melainkan harus dipelajari. Tanpa Bahasa tidak akan mungkin manusia dapat berfikir lanjut serta mencapai kemajuan dan teknologi seperti sekarang ini. Untuk itu sangatlah penting mempelajari hakikat dan Bahasa.

B.   KRITIK DAN SARAN
Kami menyadari dalam pembuatan makalah ini jauh dari kata kesempurnaan. Oleh karena itu, kami sebagai penyusun berharap agar ada kritik dan saran dari semua pihak terutama dosen. Kami hanyalah manusia biasa. Jika ada kesalahan, itu datangnya dari kami sendiri. Dan jika ada kebenaran, itu datangnya dari Allah SWT.





DAFTAR PUSTAKA

 Alwi, Hasan. Dkk. 1988. Tata Bahasa Baku Bahasa Inodonesia ed ke 3. Jakarta: Balai   Pustaka.
Faisal, M. Dkk. 2009. Kajian Bahasa Indonesia SD. Jakarta: Dirjen Pendidikan Tinggi Departeman Pendidikan Nasional.
Suyitno, imam . 2007. Pengembangan Bahan Ajar Bahasa Indonesia Untuk Penutur Asing  (BIPA) Berdasarkan Hasil Analisis Kebutuhan Belajar.