Wikipedia

Search results

MAKALAH KARYA SASTRA ANAK

BAB I

PENDAHULUAN


A.   Latar Belakang

Sastra anak merupakan salah satu wujud dari karya sastra, wujud pertama dari sastra anak dapat dilihat dari bahannya, yaitu bahasa. Dalam pemakaian bahasa, sastra anak tidak selalu mengandalkan suatu bentuk keindahan sebagaimana layaknya karya sastra pada umumnya. Yang paling penting untuk ditonjolkan dalam sastra anak adalah fungsi yang hadir bersamanya. Baik itu fungsi estetis maupun bentuk gaya bahasanya.
Hal yang sangat menarik dan kurang mendapatkan perhatian bahwa dalam karya satra anak sebuah karya sastra adalah wujud pengungkapan dan representasi dari dunia, pikiran, perasaan, gagasan, ide serta ekspresi dari seorang anak. Dalam hal ini penelitian tentang wujud sarana retorika yang dilakukan pada puisi–puisi anak diharapkan bukan saja untuk dapat mengetahui jenis, pemanfaatan, serta fungsi sarana retorika.

B.   Rumusan Masalah

1.     Apa pengertian sastra anak?
2.     Apa sajakah ciri-ciri sastra anak?
3.     Apa sajakah jenis-jenis sastra anak?
4.     Apa saja contoh-contoh dari sastra anak?
5.     Bagaimana cara pemilihan sastra anak?

C. Tujuan Makalah

1.     Untuk mengetahui pengertian dari sastra anak.
2.     Untuk mengetahui ciri-ciri dari sastra anak.
3.     Untuk mengetahui jenis-jenis sastra anak.
4.     Untuk mengetahui contoh-contoh sastra anak.
5.     Untuk mengetahui cara pemilihan sastra anak.




Bab II  

Pembahasan



A. Pengertian Sastra Anak

Sastra adalah objek ilmu yang tidak perlu diragukan lagi. Walaupun unik dan sukar dirumuskan dalam suatu rumusan yang universal, karya sastra adalah sosok yang dapat diberikan batasan dan ciri-ciri, serta dapat diuji dengan pancaindra manusia. Sastra mempunyai fungsi ganda yakni menghibur sekaligus bermanfaat. Sastra menghibur dengan cara menyajikan keindahan dan memberikan makna terhadap kehidupan. Proses penciptaan karya sastra pada hakikatnya adalah proses berimajinasi. Hal ini sejalan dengan pengertian prosa fiksi yakni rangkaian cerita yang diperankan sejumlah pelaku dalam urutan peristiwa tertentu dan bertumpu pada latar tertentu pula sebagai hasil dari imajinasi pengarang.
Karya sastra merupakan hasil karya manusia dengan mendayungkan imajinasi yang terdapat dalam diri pengarangnya. Keberadaan karya sastra dalam kehidupan manusia dapat mengisi “kedahagaan jiwa” karena membaca karya sastra bukan saja memberikan hiburan, tetapi dapat memberikan pencerahan jiwa. Dengan kata lain, karya sastra dapat memberikan hiburan dan manfaat. Dengan membaca karya sastra, kita sejenak dapat mengalihkan duka dan mengikuti jalan cerita, keindahan, dan keluwesan bahasa yang ditampilkan pengarang.
Berdasarkan pendapat tersebut, dapat disimpulkan bahwa karya sastra merupakan karya imajinatif yang berupa tulisan atau bahasa yang indah, menghibur, serta pengalaman hidup penciptanya. Dengan bahasa yang indah dapat menimbulkan getaran jiwa terhadap orang yang membaca dan mendengarkan sehingga melahirkan keharuan, kemesraan, kebencian, kecemasan, dendam, dan seterusnya.

B. Ciri Ciri Sastra Anak

Secara garis besar, menurut Puryanto (2008:7) sastra anak memiliki ciri sebagai berikut :
a)     Mengandung tema yang mendidik
b)    Alurnya lurus dan tidak berbelit-belit
c)     Menggunakan setting yang ada di sekitar atau yang ada di dunia anak
d)    Tokoh dan penokohan mengandung keteladanan yang baik
e)     Gaya bahasanya mudah dipahami tapi mampu berperan dalam mengembangkan bahasa anak
f)      Sudut pandang orang yang tepat
g)     Imajinasi masih dalam jangkauan anak.
h)    Puisi anak mengandung tema yang menyentuh, ritme yang meriangkan anak, tidak terlalu panjang, ada rima dan bunyi yang serasi dan indah,
i)       Isinya bisa menambah wawasan pikiran anak.
Sedangkan menurut Saumpaet (dalam Santoso, 2003:8:4) ada 3 ciri sastra anak yaitu :
a)     Dilihat dari unsur pantangan, yaitu unsur yang secara khusus berhubungan dengan tema dan amanat, maka sastra anak pantang atau menghindari masalah-masalah yang menyangkut tentang seks, cinta yang erotis, dendam yang menimbulkan kebencian atau hal-hal yang bersifat negatif.
b)    Penyajiannya dengan gaya secara langsung, dimana tokoh yang diperankan sifatnya hitam putih. Yaitu setiap tokoh yang berperan hanya mempunyai satu sifat utama, yaitu baik atau jahat.
c)     Jika dilihat dari fungsi terapan maka sajian cerita harus bersifat menambah pengetahuan yang bermanfaat.

C. Jenis-Jenis Sastra 

Sebagaimana halnya dalam sastra dewasa, sastra anak juga mengenl apa yang disebut genre, maka pembicaraan tentang genre sastra anak juga perlu dilakukan. Genre dapat dipahami sebagai suatu macam atau tipe kesastraan yang memiliki seperangkat karakteristik umum. Secara garis besar Lukens mengelompokkan genre sastra anak ke dalam enam macam, yaitu realism, fiksi formula, fantasi, sastra tradisional, puisi dan nonfiksi dengan masing-masing mempunyai beberapa jenis lagi. Genre drama sengaja tidak di masukkan karena menurutnya, drama baru lengkap setelah dipertunjukkan dan di tonton, dan bukan semata-mata urusan bahasa-sastra. Berikut ialah penjelasan setiap jenis sastra anak :

1. Cerita Fiksi Anak

Setiap orang menyukai cerita, tidak peduli orang dewasa atau anak-anak. Bahkan, pada sebagian orang kebutuhan akan cerita merupakan sesuatu yang harus terpenuhi sebagaimana kebutuhan hidup yang lain seperti halnya makan dan minum. Membaca, mendengar, atau melihat dan mendengar cerita (seperti yang dapat diperoleh lewat televisi), merupakan sebuah kenikmatan tersendiri yang juga menuntut untuk dipenuhi, terutama pemenuhan kebutuhan rasa ingin tahu.
Cerita Fiksi Anak merupakan karya sastra yang berisi cerita rekaan atau didasari dengan angan-angan (fantasi) dan bukan berdasarkan kejadian nyata, hanya berdasarkan imajinasi pengarang tetapi masih dalam konteks anak/di bawah umur. Pembicaraan unsur cerita fiksi anak berikut lebih difokuskan terhadap unsure-unsur intrinsic tanpa menisbikan peran unsur ekstrinsik. Unsure cerita fiksi anak ialah :
a)     Tokoh
b)    Alur cerita
c)     Latar
d)    Tema
e)     Moral
f)      Sudut pandang
g)     Slite dan nada
h)    Lain-lain : judul
Cerita fiksi anak dapat dibedakan ke dalam beberapa kategori berdasarkan dari mana dilihat. Jika dilihat berdasarkan panjang pendeknya cerita yang dikisahkan, ia dapat dibedakan ke dalam novel dan cerita pendek (cerpen). Di pihak lain, jika dilihat berdasarkan ini ceritanya, ia dapat dikelompokkan ke dalam fiksi realistic, fiksi fantasi, fiksi formula, fiksi histories, dan fiksi biografis. Macam-macam cerita fiksi anak :
a)     Novel dan Cerpen
b)    Fiksi Realistik
c)     Fiksi Fantasi
d)    Fiksi Histories

2. Puisi

Pada hakikatnya, puisi ialah bentuk karya sastra yang terkait oleh irama, rima dan penyusunan bait dan baris yang bahasanya indah dan penuh makna. Pada kenytaannya tidak mudah mendefenisikan puisi karena apapun definisi yang di buat selalu saja menunjukkan ketidaklengkapan, atau kurang dapat mencandra secara akurat sifat alamiah yang dimiliki puisi itu. Barangkali lebih mudah menunjukkan “ini sebuah puisi” daripada “apa itu puisi”. Beberapa hal yang harus diperhatikan dalam puisi anak :
a)  Karakteristik puisi (anak)
b) Dari Rima dan Irama ke Puisi
c)  Unsure puisi
d) Tema
Puisi anak juga dapat dibedakan ke dalam jenis-jenis tertentu berdasarkan sudut pandang tertentu pembedaan yang sering dipergunakan adalah yang didasarkan isi kandungan yang ingin disampaikan. Berikut ialah macam macam puisi anak :
a)  Balada
b) Puisi naratif
c)  Puisi lirik

3. Nonfiksi Anak

Nonfiksi ialah klasifikasi untuk setiap karya informatif (seringkali berupa cerita) yang pengarangnya dengan itikad baik bertanggung jawab atas kebenaran atau akurasi dari peristiwa, orang, dan/atau informasi yang disajikan. Cerita fiksi dan nonfiksi dapat sama-sama menampilkan sisi-sisi kemenarikan dan kekuatannya sendiri karena karakteristiknya berbeda. Jika dalam cerita fiksi unsure suspense dan bagaimana ia dibangun merupakan sesuatu yang penting, dalam nonfiksi ia justru tidak terlalu penting karena yang dipentingkan kini adalah bagaimana fakta-fakta itu disampaikan
Buku bacaan nonfiksi amat beragam macamnya. Ia membentang dari berbagai buku-buku disiplin keilmuan seperti alam, biologi, kesehatan, sosial, sejarah, biografi, sampai dengan seni budaya dan lain-lain. Kesemuanya itu jika ditulis dan dikemas dalam bacaan yang sesuai dengan selera anak akan menjadi bacaan nonfiksi yang bernilai literer. Berikut ialah macam macam nonfiksi anak :
a)   Buku informasi
b)   Biografi

4. Komik Sastra Anak

Komik sastra anak adalah suatu bentuk seni yang menggunakan gambar-gambar tidak bergerak yang disusun sedemikian rupa sehingga membentuk jalinan cerita. Berhadapan dengan komik selama ini terkonotasikan sebagai sesuatu yang berkaitan dengan hal-hal yang tidak serius, santai, hiburan ringan, lucu, dan lain lain yang tidak terlalu memberatkan. Hal itu ada benarnya karena bukankah komik dapat dinikmati secara santai kapanpun dan dimanapun yang menginginkan untuk membaca.
Sebagaimana halnya dengn buku bacaan fiksi (dalam hal tertentu juga nonfiksi), komik hadir untuk menyampaikan cerita. Namun, berbeda halnya dengan bacaan fiksi dan nonfiksi yang menyampaikan cerita dengan teks verbal, komik hadir lewat gambar dan bahasa, lewat teks verbal dan nonverlab sekaligus. Keterkaitan antara teks verbal dan nonverbal dalam komik sedemikian erat dan tidak dapat dipisahkan tanpa kehilangan roh cerita. Berikut ialah truktur yang ada dalam komik anak :
a)     Penokohan
b)    Alur
c)     Tema dan Moral
d)    Gambar dan Bahasa
Sama halnya dengan berbagai genre sastra anak yang lain, komik juga dapat dibedakan menjadi beberapa kategori tergantung dari mana sudut pandang dibedakan. Berikut ialah macam macam komik :
a.  Komik strip dan komik buku
b.  Komik biografi dan komik ilmiah

D. Contoh-contoh Sastra Anak

Adapun Contoh-contoh dari karya sastra anak yaitu :

1. Dongeng

Contoh : Cerita Dewi Sri yang dikisahkan sang dewi menolakdiperistri oleh Batara Guru. Dewi Sri meninggal. Ketika dimakam kan dari jenazahnya tumbuh pohon padi, dari kepala,tumbuh pohon kelapa, dari giginya tumbuh pohon agung.

2. Fabel

Contoh : Cerita sikancil dengan kura-kura, si kancil dia memiliki akal yang cerdik yang dapat melabui kura-kura.

3. Legenda

Contoh : legenda yang sudah tidak asing lagi yaitu cerita si  Malin Kundang Legenda ini menggambarkan keadaan anak yangdurhaka kepada orang tuanya. Si Malin Kundang yang dikutuk oleh ibunya sendiri menjadi batu.

4. Cerita Rakyat

Contoh : Seperti kuntilanak, yang mana dikatakan bahwa kuntilanak adalah makhluk halus penjelmaan seorang perempuan hamil yang meninggal. Konon sang kuntilanak ini tidak ingin berpisah dengan anaknya, maka pada malam hari kuntilanak sering keluar dari kuburnya untuk mencari anaknya. Dalam cerita rakyat ini kuntilanak selalu digambarkan dengan  berambut panjang terurai, serba putih, dan menakutkan bagisiapa saja yang melihatnya.

E. Pemilihan Sastra Anak


1. Pengembangan Intelektual

Piaget membedakan perkembangan intelektual anak ke dalam empat tahapan. Tiap tahapan mempunyai karakteristik yang membedakannya dengan tahapan yang lain, dan hal itu berkaitan dengan respon anak terhadap bacaan. Sebagai konsekuensinya hal itu pun mempunyai implikasi logis dalam pemilihan bahan bacaan anak. Tahapan perkembangan intelektual yang dimaksud adalah sebagai berikut.

a) Pertama : Tahap Sensori-motor ( the sensory-motor period, 0-2 tahun ).

Tahap ini merupakan tahapan pertama dalam perkembangan kognitif anak. Tahap ini disebut sebagai tahap sensori-motor karena perkembangan terjadi berdasarkan informasi dari indera (senses) dan bodi (motor). Karakteristik utama dalam tahap ini adalah bahwa anak belajar lewat koordinasi persepsi indera dan aktivitas motor serta mengembangkan pemahaman sebab akibat atau hubungan-hubungan berdasarkan sesuatu yang dapat diraih atau dapat berkontak langsung. Anak mulai dapat memahami hubungannya dengan orang lain, mengembangkan pemahaman objek secara permanen. Dalam usia 1,6─2 tahun anak akan menyukai aktivitas atau permainan bunyi yang mengandung perulangan-perulangan yang ritmis.
Anak menyukai bunyi-bunyian yang bersajak dan berirama. Permainan bunyi yang dimaksud dapat berupa nyanyian, kata-kata yang dinyanyikan, atau kata-kata biasa dalam perkataan yang tidak dilagukan. Bunyi-bunyian ritmis akan memicu tumbuhnya rasa keindahan pada diri anak. Hal dapat dijumpai dan atau perlu dilakukan oleh ibu yang mengendong, menyanyikan, atau meninabobokan si buah hati. Kesenangan anak terhadap hal-hal tersebut dapat juga dipahami bahwa anak mempunyai bakat keindahan dan menyenangi hal-hal yang terasa indah di inderanya. Permainan bunyi yang berwujud repetisi dan keritmisan merupakan dasar penting bagi bangunan sebuah sajak.

b) Kedua : Tahap Praoperasional ( the preoperational period, 2-7 tahun ).

Dalam tahap ini anak mulai dapat “mengoperasikan” sesuatu yang sudah mencerminkan aktivitas mental dan tidak lagi semata-mata bersifat fisik. Karakteristik dalam tahap ini antara lain adalah bahwa (i) anak mulai belajar mengaktualisasikan dirinya lewat bahasa, bermain, dan menggambar (corat-coret). (ii) Jalan pikiran anak masih bersifat egosentris, menempatkan dirinya sebagai pusat dunia, yang didasarkan persepsi segera dan pengalaman langsung karena masih kesulitan menempatkan dirinya di antara orang lain. Anak tidak dapat memahami sesuatu dari sudut pandang orang lain. (iii) Anak mempergunakan simbol dengan cara elementer yang pada awalnya lewat gerakan-gerakan tertentu dan kemudian lewat bahasa dalam pembicaraan. Perkembangan kognitif pada saat ini yang secara luar biasa adalah perkembangan bahasa dan konsep formasi. (iv) Pada masa ini anak mengalami proses asimilasi di mana anak mengasimilasikan sesuatu yang didengar, dilihat, dan dirasakan dengan cara menerima ide-ide tersebut ke dalam suatu bentuk skema di dalam kognisinya.
Kemungkinan implikasi terhadap buku bacaan sastra yang sesuai dengan karakteristik pada tahap perkembangan intelektual di atas antara lain adalah (i) buku-buku yang menampilkan gambar-gambar sederhana sebagai ilustrasi yang menarik, (ii) buku-buku bergambar yang memberi kesempatan anak untuk memanipulasikannya, (iii) buku-buku yang memberi kesempatan anak untuk mengenali objek-objek dan situasi tertentu yang bermakna baginya, dan (iv) buku-buku cerita yang menampilkan tokoh dan alur yang mencerminkan tingkah laku dan perasaan anak. Menurut Donaldson (via Huck dkk. 1987:55) anak usia 3 atau 4 tahun sudah dapat mendemonstrasikan kemampuannya jika objek dan situasi yang dihadapkan kepadanya konkret dan bermakna. Sifat egosentris pada anak akan membawanya untuk dapat menanggapi cerita dengan mengidentifikasikan dirinya terhadap tokoh utama cerita, dan karenanya anak akan mengalami proses asimilasi dengan melihat diri dan dunianya dengan pandangan yang baru.

c) Ketiga : Tahap Operasional konkret ( the concrete operational 7-11 tahun).

Pada tahap ini anak mulai dapat memahami logika secara stabil. Karakteristik anak pada tahap ini antara lain adalah (i) anak dapat membuat klasifikasi sederhana, mengklasifikasikan objek berdasarkan sifat-sifat umum, misalnya klasifikasi warna, klasifikasi karakter tertentu. (ii) Anak dapat membuat urutan sesuatu secara semestinya, menurutkan abjad, angka, besar-kecil, dan lain-lain. (iii) Anak mulai dapat mengembangkan imajinasinya ke masa lalu dan masa depan; adanya perkembangan dari pola berpikir yang egosentris menjadi lebih mudah untuk mengidentifikasikan sesuatu dengan sudut pandang yang berbeda. (iv) Anak mulai dapat berpikir argumentatif dan memecahkan masalah sederhana, ada kecenderungan memperoleh ide-ide sebagaimana yang dilakukan oleh dewasa, namun belum dapat berpikir tentang sesuatu yang abstrak karena jalan berpikirnya masih terbatas pada situasi yang konkret.
Kemungkinan implikasi terhadap buku bacaan sastra yang sesuai dengan karakteristik pada tahap perkembangan intelektual di atas antara lain adalah buku-buku bacaan yang memiliki karakteristik sebagai berikut. (i) Buku-buku bacaan narasi atau eksplanasi yang mengandung urutan logis dari yang sederhana ke yang lebih kompleks. (ii) Buku-buku bacaan yang menampilkan cerita yang sederhana baik yang menyangkut masalah yang dikisahkan, cara pengisahan, maupun jumlah tokoh yang dilibatkan. (iii) Buku-buku bacaan yang menampilkan berbagai objek gambar secara bervariasi, bahkan mungkin yang dalam bentuk diagram dan model sederhana. (iv) Buku-buku bacaan narasi yang menampilkan narator yang mengisah-kan cerita, atau cerita yang dapat membawa anak untuk memproyeksikan dirinya ke waktu atau tempat lain. Dalam masa ini anak sudah dapat terlibat memikirkan dan memecahkan persoalan yang dihadapi tokoh protagonis atau memprediksikan kelanjutan cerita.

d) Keempat : Tahap operasi formal ( the formal operational, 11 atau 12 tahun ke atas).

Pada tahap ini, tahap awal adolesen, anak sudah mampu berpikir abstrak. Karakteristik penting dalam tahap ini antara lain adalah (i) anak sudah mampu berpikir “secara ilmiah”, berpikir teoretis, berargumentasi dan menguji hipotesis yang mengutamakan kemampuan berpikir. (ii) Anak sudah mampu memecahkan masalah secara logis dengan melibatkan berbagai masalah yang terkait. Implikasi terhadap pemilihan buku bacaan sastra anak adalah (i) buku-buku bacaan cerita yang menampilkan masalah yang membawa anak untuk mencari dan menemukan hubungan sebab akibat serta implikasi terhadap karakter tokoh; (ii) buku-buku bacaan cerita yang menampilkan alur cerita ganda, alur cerita yang mengandung plot dan subplot, yang dapat membawa anak untuk memahami hubungan antarsubplot tersebut, serta yang menampilkan persoalan (atau konflik) dan karakter yang lebih kompleks.
Selain itu, perlu dicatat bahwa belum tentu semua anak yang masuk ke tingkat sekolah menengah pertama sudah mencapai tingkat berpikir formal di atas. Sebagian anak mungkin belum mencapai tingkat itu, tetapi sebagian yang lain justru sudah mampu menunjukkan kemampuan berpikir analitis, misalnya sebagaimana yang terlihat ketika memberikan komentar terhadap buku cerita yang dibacanya. Pemahaman terhadap tahapan intelektual dapat membantu memilih buku-buku bacaan yang sesuai dengan posisi usia dan perkembangan kognitif anak, tetapi bagaimanapun ia bukan merupakan sesuatu yang mutlak.

2. Perkembangan Moral

Selain mempelajari perkembangan kognitif anak, Piaget juga mendalami hal-hal yang berkaitan dengan perkembangan moral. Menurut Piaget perbedaan nyata antara anak dan dewasa adalah bahwa anak memiliki “dua moral”. Piaget dan Kohlberg (ahli lain yang mengembangkan teori Piaget lebih lanjut), mengemukakan bagaimana anak mungkin saja mengubah interpretasinya terhadap dilema konflik dan moral dalam cerita. Penilaian anak terhadap moral bergerak dari keter-ikatannya pada dewasa ke keterpengaruhannya pada kelompok dan berpikir bebasnya.
Kemungkinan implikasinya bagi seleksi bacaan sastra anak antara lain dapat dikemukakan sebagai berikut. (i) Pahami dengan baik karakteristik perkembangan moral anak tiap tahap kemudian pilih bacaan yang sesuai. Misalnya, anak usia tiga tahun baik untuk dipilihkan bacaan yang melukiskan persetujuan orang tua yang berupa tingkah laku, tindakan, dan kata-kata yang baik. Anak usia empat tahun baik untuk dipilihkan bacaan yang dapat melatih anak untuk bertanggung jawab dan melakukan sesuatu yang sesuai dengan aturan sosial. (ii) Pilih buku bacaan yang mengandung dan menawarkan unsur moral, alasan pemilihan moral tertentu oleh tokoh anak, atau yang mengandung nasihat-nasihat tentang moral sebagai “model” bertingkah laku.
Dengan tidak jelasnya tingkatan usia anak dalam tahapan di atas kita dituntut untuk mempertimbangkan bacaan sastra mana yang terbaik untuk usia anak tertentu. Sebagai bahan pertimbangan kita dapat menghubungkan tahapan perkembangan intelektual (Piaget) dengan tahapan perkembangan moral (Kohlberg). Kohlberg mengemukakan bahwa seorang anak yang berada dalam tahap operasional konkret, ia akan berada dan terbatas pada tahap 1 dan 2 dalam perkembangan moral; seorang anak yang berada dalam tahap oprasional formal sebagian, ia akan berada dan terbatas pada tahap 3 dan 4; sementara seseorang yang berada dalam perkembangan moral tahap 5 dan 6, ia mesti sudah berada dalam tahap operasi formal.

3. Perkembangan Emosional dan Personal

Implikasi untuk lima tahap yang pertama adalah sebagai berikut. Pertama, pada tahap kepercayaan (trust) anak membutuhkan makanan dan perawatan. Anak mulai mengenali dirinya yang terpisah dari orang lain atau objek, dan pemahaman terhadap realitas ini membuat aspek trust menjadi penting. Tahap ini sejalan dengan tahap sensori-motor dalam tahapan perkembangan intelektual menurut Piaget. Kedua, pada tahap kemandirian (autonomy) anak belajar kemandirian dengan mencoba melakukan sesuatu secara bebas, atau justru memperoleh pengalaman keragu-raguan jika ternyata inderanya tidak dapat mengelola dunia sekeliling. Tahap ini masih sejalan dengan tahap sensori-motor. Ketiga, pada tahap prakarsa versus kesalahan, anak belajar berinisiatif mengeksplorasi dunianya, atau jika tidak dapat melakukannya, mengembangkan rasa ketidak mampuan.
Tahap ini sejalan dengan tahap praoperasional. Keempat, pada tahap kepandaian versus perasaan rendah diri, anak berusaha mengembangkan rasa gembira dan bangga jika dapat melakukan sesuatu atau menghasilkan sesuatu dari aktivitasnya, atau justru sikap sebaliknya jika tidak mampu sehingga merasa rendah diri. Tahap ini sejalan dengan tahap operasional konkret. Kelima, pada tahap identitas versus kebingungan, anak mencari dan mengembangkan identitas personal, berusaha mencari dan menemukan identitas dirinya, atau justru merasa ambivalen terhadap identitasnya. Tahap ini sejalan dengan tahap operasional formal.
Kemungkinan implikasi tahapan di atas dalam hal seleksi buku-buku bacaan sastra adalah bahwa pemilihan bacaan haruslah mempertimbangkan masalah-masalah yang terkandung di dalamnya mampu memberikan kepuasan kepada anak yang sesuai dengan tahap perkembangannya. Sebagai contoh, anak usia prasekolah akan lebih suka menanggapi bacaan yang menggambarkan kemampuan versus ketidakmampuan seorang anak untuk melakukan sesuatu secara sukses dan menggembirakan. Anak pada usia adolesen lebih menyukai bacaan yang berisi kesuksesan seorang anak atau sekelompok anak dalam petualangan pencarian dan penemuan sesuatu, atau cerita tentang penemuan identitas seseorang dalam kehidupan sosial yang pluralistik

4. Perkembangan Bahasa

Anak yang berstatus bayi mulai belajar bahasa lewat bunyi dan ucapan-ucapan yang didengarnya dari sekelilingnya. Pada mulanya anak tidak dapat membedakan bunyi-suara manusia dengan bunyi-bunyian yang lain, tetapi lama-kelamaan mampu membedakannya. Maka, disusunlah teori(-teori) akuisisi bahasa yang berusaha menjelaskan apa yang sebenarnya terjadi dan bagaimana itu terjadi di dalam diri anak itu dalam proses pemerolehan bahasa tersebut. Dalam proses akuisisi bahasa secara alami, anak memperoleh bahasa dengan menirukan, melihat dan menirukan orang berbicara, namun sebenarnya anak tidak semata-mata sebagai peniru belaka. Ada bukti-bukti yang kuat bahwa anak jauh lebih banyak memahami bahasa daripada yang dapat diproduksi, dan hal itu sungguh di luar dugaan. (Hal ini pun juga terjadi dan berimbas pada dewasa: kita lebih banyak membaca daripada menulis). Dalam usia dua tahun anak sudah mampu “menemukan” struktur bahasa dan hal itu berlangsung terus-menerus dalam usia selanjutnya. Anak tampaknya mengkonstruksikan bahasa sistemnya sendiri untuk membuat diri paham.
Apa implikasi pemahaman terhadap proses pemerolehan bahasa anak tersebut bagi pemilihan buku bacaan sastra? Satu hal yang pasti adalah bahwa pemilihan bacaan itu mesti didasarkan pada materi yang dapat dipahami anak, yang dituliskan dengan bahasa yang sederhana sehingga dapat dibaca dan dipahami anak, dengan mempertimbangkan keserdahanaan (kompleksitas) kosakata dan struktur namun, sekaligus juga berfungsi meningkatkan kekayaan bahasa dan kemampuan berbahasa anak.


F. Perbedaan Sastra Anak Kelas Tinggi dan Rendah


Berdasarkan psikologi kognitif, tingkat perkembangan kognitif anak sudah memiliki kemampuan:
1.  Menghubungkan dan membandingkan pengalaman kongkret yang diperooleh dengan kenyataan baru yang dihadapi.
2.  Membedakan pembedaan dan memilahan..
3.  Menangkap dan menyusun pengertian-pengertian tertentu berdasarkan gambaran kongkretnya.
4.  Menandai cirri ggambaran kenyataan secara aspectual, dan membuat hubungan berdasar vicarious experience.
Dalam situasi ini, anak baru bisa menghubungkan gambarann kisah yang menceritakan dalam bacaan secara imajinatif dengan kisah yang ditemukannya dalam realita.
Pada jenjang kelas terakhir, anak sudah mampu:
1.                                   Membentuk pengertian melalui penyusunan konsepsi secara logis dan sisteatis.
2.                                   Menghubungkan satuan-satuan pengertian secara spekulatif guna membentuk pemahaman secara komprehensif.
3.                                   Mengambil kesimpulan secara tentative berdasarkan spekulasi hubungan resiprokal, pennolakan, dan penerimaan isi pernyataan dan bentuk-bentuk hubungan secara korelatif.
Pada saat situasi ini, anak jenjang kelas terakhir sudah mampu membaca bacaan yang diperuntungkan bagi orang dewasa walaupun dalam proses asimilasi dann akomodasi yang mengakibatkan ketidk seimbangan antara isi bacaan dan hasil apresiasi.
Bisa disimpulkan seperti ini :
1.  Kelas 1-2 dominan diberikan bentuk cerita bergambar.
2.  Kelas 3-4 diberikan puisi, sastra tradisional dan cerita fantasi.
3.  Kelas 5-6 diberikan puisi dan bentuk ceritan realistic kontenporer, kesejarahan, serta cerita fiksi kelimuan.







Bab II 

Penutup



A. Kesimpulan

Sastra anak adalah sastra yang secara emosional psikologis dapat ditanggapi dan dipahami oleh anak, dan itu pada umumnya berangkat dari fakta yang konkret dan mudah diimajinasikan. Isi kandungan sastra anak yang terbatas sesuai dengan jangkauan emosional dan psikologi anak itulah yang antara lain, merupakan karekteristik sastra anak. Sastra anak dapat berkisah tentang apa saja, bahkan yang menurut ukuran dewasa tidak masuk akal. Misalnya berkisah tentang binatang yang dapat berbicara, bertingkah laku, berpikir dan berperasaan layaknya manusia. Imajinasi dan emosi anak dapat menerima cerita itu secara wajar dan memang begitulah seharusnya menurut jangkauan pemahaman anak.
Seperti pada jenis karya sastra umumnya, sastra anak juga berfungsi sebagai media pendidikan dan hiburan, membentuk kepribadian anak, serta menuntun kecerdasan emosi anak. Pendidikan dalam sastra anak memuat amanat tentang moral, pembentukan kepribadian anak, mengembangkan imajinasi dan kreativitas, serta memberi pengetahuan keterampilan praktis bagi anak. Fungsi hiburan dalam sastra anak dapat membuat anak merasa bahagia atau senang membaca, senang dan gembira mendengarkan cerita ketika dibacakan atau dideklamasikan, dan mendapatkan kenikmatan atau kepuasan batin sehingga menuntun kecerdasan emosinya.




Daftar Pustaka


Brown, Douglas H. 2000. Principles of Language Learning and Teaching. New York: Addison Wesly  Longman.
Ismawati, Esti dan Faraz Umaya. 2012. Belajar Bahasa di Kelas Awal. Yogyakarta: Ombak.
Rosdiana, Yusi. 2011. Bahasa dan Sastra Indonesia di SD. Jakarta: Universitas Terbuka.
Semi, M. Atar. 2012. Metode Penelitian Sastra. Bandung: CV Angkasa.
Wahid, Sugira. 2004. Kapita Selekta Kritik Sastra. Makassar: Jurusan Bahasa dan Sastra Indonesia dan Daerah.
Yasa, I Nyoman,. 2012. Teori Sastra dan Penerapannya. Bandung: Karya Putra Darwati.
Zulela. 2013. Pembelajaran Bahasa Indonesia: Apresiasi Sastra di Sekolah Dasar. Bandung: PT Remaja Rosdakarya.