BAB I
PENDAHULUAN
A.
Latar Belakang
Sastra anak merupakan salah satu wujud dari karya sastra, wujud
pertama dari sastra anak dapat dilihat dari bahannya, yaitu bahasa. Dalam
pemakaian bahasa, sastra anak tidak selalu mengandalkan suatu bentuk keindahan
sebagaimana layaknya karya sastra pada umumnya. Yang paling penting untuk
ditonjolkan dalam sastra anak adalah fungsi yang hadir bersamanya. Baik itu
fungsi estetis maupun bentuk gaya bahasanya.
Hal yang sangat menarik dan kurang mendapatkan perhatian bahwa
dalam karya satra anak sebuah karya sastra adalah wujud pengungkapan dan
representasi dari dunia, pikiran, perasaan, gagasan, ide serta ekspresi dari
seorang anak. Dalam hal ini penelitian tentang wujud sarana retorika yang
dilakukan pada puisi–puisi anak diharapkan bukan saja untuk dapat mengetahui
jenis, pemanfaatan, serta fungsi sarana retorika.
B. Rumusan Masalah
1. Apa pengertian sastra
anak?
2. Apa sajakah ciri-ciri
sastra anak?
3. Apa sajakah jenis-jenis
sastra anak?
4. Apa saja contoh-contoh
dari sastra anak?
5. Bagaimana cara
pemilihan sastra anak?
C. Tujuan Makalah
1. Untuk mengetahui pengertian
dari sastra anak.
2. Untuk mengetahui ciri-ciri
dari sastra anak.
3. Untuk mengetahui jenis-jenis
sastra anak.
4. Untuk mengetahui contoh-contoh
sastra anak.
5. Untuk mengetahui cara
pemilihan sastra anak.
Bab II
Pembahasan
A. Pengertian Sastra Anak
Sastra adalah objek ilmu yang tidak perlu diragukan
lagi. Walaupun unik dan sukar dirumuskan dalam suatu rumusan yang universal,
karya sastra adalah sosok yang dapat diberikan batasan dan ciri-ciri, serta
dapat diuji dengan pancaindra manusia. Sastra mempunyai fungsi ganda yakni
menghibur sekaligus bermanfaat. Sastra menghibur dengan cara menyajikan
keindahan dan memberikan makna terhadap kehidupan. Proses penciptaan karya
sastra pada hakikatnya adalah proses berimajinasi. Hal ini sejalan dengan
pengertian prosa fiksi yakni rangkaian cerita yang diperankan sejumlah pelaku
dalam urutan peristiwa tertentu dan bertumpu pada latar tertentu pula sebagai
hasil dari imajinasi pengarang.
Karya sastra merupakan hasil karya manusia dengan
mendayungkan imajinasi yang terdapat dalam diri pengarangnya. Keberadaan karya
sastra dalam kehidupan manusia dapat mengisi “kedahagaan jiwa” karena membaca
karya sastra bukan saja memberikan hiburan, tetapi dapat memberikan pencerahan
jiwa. Dengan kata lain, karya sastra dapat memberikan hiburan dan manfaat.
Dengan membaca karya sastra, kita sejenak dapat mengalihkan duka dan mengikuti
jalan cerita, keindahan, dan keluwesan bahasa yang ditampilkan pengarang.
Berdasarkan pendapat tersebut, dapat disimpulkan
bahwa karya sastra merupakan karya imajinatif yang berupa tulisan atau bahasa
yang indah, menghibur, serta pengalaman hidup penciptanya. Dengan bahasa yang
indah dapat menimbulkan getaran jiwa terhadap orang yang membaca dan
mendengarkan sehingga melahirkan keharuan, kemesraan, kebencian, kecemasan,
dendam, dan seterusnya.
B. Ciri Ciri Sastra Anak
Secara garis besar, menurut Puryanto (2008:7)
sastra anak memiliki ciri sebagai berikut :
a) Mengandung
tema yang mendidik
b) Alurnya
lurus dan tidak berbelit-belit
c) Menggunakan
setting yang ada di sekitar atau yang ada di dunia anak
d) Tokoh
dan penokohan mengandung keteladanan yang baik
e) Gaya
bahasanya mudah dipahami tapi mampu berperan dalam mengembangkan bahasa anak
f) Sudut
pandang orang yang tepat
g) Imajinasi
masih dalam jangkauan anak.
h) Puisi
anak mengandung tema yang menyentuh, ritme yang meriangkan anak, tidak terlalu
panjang, ada rima dan bunyi yang serasi dan indah,
i) Isinya
bisa menambah wawasan pikiran anak.
Sedangkan
menurut Saumpaet (dalam Santoso, 2003:8:4) ada 3 ciri sastra anak
yaitu :
a) Dilihat
dari unsur pantangan, yaitu unsur yang secara khusus berhubungan dengan tema
dan amanat, maka sastra anak pantang atau menghindari masalah-masalah yang
menyangkut tentang seks, cinta yang erotis, dendam yang menimbulkan kebencian
atau hal-hal yang bersifat negatif.
b) Penyajiannya
dengan gaya secara langsung, dimana tokoh yang diperankan sifatnya hitam putih.
Yaitu setiap tokoh yang berperan hanya mempunyai satu sifat utama, yaitu baik
atau jahat.
c) Jika
dilihat dari fungsi terapan maka sajian cerita harus bersifat menambah
pengetahuan yang bermanfaat.
C. Jenis-Jenis Sastra
Sebagaimana halnya dalam sastra dewasa, sastra anak
juga mengenl apa yang disebut genre, maka pembicaraan tentang genre sastra anak
juga perlu dilakukan. Genre dapat dipahami sebagai suatu macam atau tipe
kesastraan yang memiliki seperangkat karakteristik umum. Secara garis besar
Lukens mengelompokkan genre sastra anak ke dalam enam macam, yaitu realism,
fiksi formula, fantasi, sastra tradisional, puisi dan nonfiksi dengan
masing-masing mempunyai beberapa jenis lagi. Genre drama sengaja tidak di
masukkan karena menurutnya, drama baru lengkap setelah dipertunjukkan dan di
tonton, dan bukan semata-mata urusan bahasa-sastra. Berikut ialah penjelasan setiap
jenis sastra anak :
1. Cerita Fiksi Anak
Setiap orang
menyukai cerita, tidak peduli orang dewasa atau anak-anak. Bahkan, pada
sebagian orang kebutuhan akan cerita merupakan sesuatu yang harus terpenuhi
sebagaimana kebutuhan hidup yang lain seperti halnya makan dan minum. Membaca,
mendengar, atau melihat dan mendengar cerita (seperti yang dapat diperoleh
lewat televisi), merupakan sebuah kenikmatan tersendiri yang juga menuntut
untuk dipenuhi, terutama pemenuhan kebutuhan rasa ingin tahu.
Cerita
Fiksi Anak merupakan karya sastra yang berisi cerita rekaan atau didasari
dengan angan-angan (fantasi) dan bukan berdasarkan kejadian nyata, hanya
berdasarkan imajinasi pengarang tetapi masih dalam konteks anak/di bawah umur.
Pembicaraan unsur cerita fiksi anak berikut lebih difokuskan terhadap
unsure-unsur intrinsic tanpa menisbikan peran unsur ekstrinsik. Unsure cerita
fiksi anak ialah :
a) Tokoh
b) Alur
cerita
c) Latar
d) Tema
e) Moral
f) Sudut
pandang
g) Slite
dan nada
h) Lain-lain
: judul
Cerita fiksi anak dapat dibedakan ke dalam beberapa
kategori berdasarkan dari mana dilihat. Jika dilihat berdasarkan panjang
pendeknya cerita yang dikisahkan, ia dapat dibedakan ke dalam novel dan cerita
pendek (cerpen). Di pihak lain, jika dilihat berdasarkan ini ceritanya, ia
dapat dikelompokkan ke dalam fiksi realistic, fiksi fantasi, fiksi formula,
fiksi histories, dan fiksi biografis. Macam-macam cerita fiksi anak :
a) Novel
dan Cerpen
b) Fiksi
Realistik
c) Fiksi
Fantasi
d) Fiksi
Histories
2. Puisi
Pada hakikatnya,
puisi ialah bentuk karya sastra yang terkait oleh irama, rima dan penyusunan
bait dan baris yang bahasanya indah dan penuh makna. Pada kenytaannya tidak
mudah mendefenisikan puisi karena apapun definisi yang di buat selalu saja
menunjukkan ketidaklengkapan, atau kurang dapat mencandra secara akurat sifat
alamiah yang dimiliki puisi itu. Barangkali lebih mudah menunjukkan “ini sebuah
puisi” daripada “apa itu puisi”. Beberapa hal yang harus diperhatikan dalam
puisi anak :
a) Karakteristik
puisi (anak)
b) Dari
Rima dan Irama ke Puisi
c) Unsure
puisi
d) Tema
Puisi anak juga dapat dibedakan ke dalam jenis-jenis
tertentu berdasarkan sudut pandang tertentu pembedaan yang sering dipergunakan
adalah yang didasarkan isi kandungan yang ingin disampaikan. Berikut ialah
macam macam puisi anak :
a) Balada
b) Puisi
naratif
c) Puisi
lirik
3. Nonfiksi Anak
Nonfiksi
ialah klasifikasi untuk setiap karya informatif (seringkali berupa cerita) yang
pengarangnya dengan itikad baik bertanggung jawab atas kebenaran atau akurasi
dari peristiwa, orang, dan/atau informasi yang disajikan. Cerita fiksi dan
nonfiksi dapat sama-sama menampilkan sisi-sisi kemenarikan dan kekuatannya
sendiri karena karakteristiknya berbeda. Jika dalam cerita fiksi unsure
suspense dan bagaimana ia dibangun merupakan sesuatu yang penting, dalam
nonfiksi ia justru tidak terlalu penting karena yang dipentingkan kini adalah
bagaimana fakta-fakta itu disampaikan
Buku
bacaan nonfiksi amat beragam macamnya. Ia membentang dari berbagai buku-buku
disiplin keilmuan seperti alam, biologi, kesehatan, sosial, sejarah, biografi,
sampai dengan seni budaya dan lain-lain. Kesemuanya itu jika ditulis dan
dikemas dalam bacaan yang sesuai dengan selera anak akan menjadi bacaan
nonfiksi yang bernilai literer. Berikut ialah macam macam nonfiksi anak :
a)
Buku
informasi
b)
Biografi
4. Komik Sastra Anak
Komik
sastra anak adalah suatu bentuk seni yang menggunakan
gambar-gambar tidak bergerak yang disusun sedemikian rupa sehingga membentuk
jalinan cerita. Berhadapan dengan komik selama ini terkonotasikan sebagai
sesuatu yang berkaitan dengan hal-hal yang tidak serius, santai, hiburan
ringan, lucu, dan lain lain yang tidak terlalu memberatkan. Hal itu ada
benarnya karena bukankah komik dapat dinikmati secara santai kapanpun dan
dimanapun yang menginginkan untuk membaca.
Sebagaimana
halnya dengn buku bacaan fiksi (dalam hal tertentu juga nonfiksi), komik hadir
untuk menyampaikan cerita. Namun, berbeda halnya dengan bacaan fiksi dan
nonfiksi yang menyampaikan cerita dengan teks verbal, komik hadir lewat gambar
dan bahasa, lewat teks verbal dan nonverlab sekaligus. Keterkaitan antara teks
verbal dan nonverbal dalam komik sedemikian erat dan tidak dapat dipisahkan
tanpa kehilangan roh cerita. Berikut ialah truktur yang ada dalam komik anak :
a) Penokohan
b) Alur
c) Tema
dan Moral
d) Gambar
dan Bahasa
Sama
halnya dengan berbagai genre sastra anak yang lain, komik juga dapat dibedakan
menjadi beberapa kategori tergantung dari mana sudut pandang dibedakan. Berikut
ialah macam macam komik :
a. Komik
strip dan komik buku
b. Komik
biografi dan komik ilmiah
D. Contoh-contoh Sastra Anak
Adapun Contoh-contoh dari karya sastra anak yaitu :
1. Dongeng
Contoh : Cerita Dewi Sri yang dikisahkan sang dewi
menolakdiperistri oleh Batara Guru. Dewi Sri meninggal. Ketika dimakam kan dari
jenazahnya tumbuh pohon padi, dari kepala,tumbuh pohon kelapa, dari giginya
tumbuh pohon agung.
2. Fabel
Contoh : Cerita sikancil dengan kura-kura, si kancil dia
memiliki akal yang cerdik yang dapat melabui kura-kura.
3. Legenda
Contoh : legenda yang sudah tidak asing lagi yaitu cerita
si Malin Kundang Legenda ini menggambarkan
keadaan anak yangdurhaka kepada orang tuanya. Si Malin Kundang yang dikutuk
oleh ibunya sendiri menjadi batu.
4. Cerita Rakyat
Contoh : Seperti kuntilanak, yang mana dikatakan bahwa
kuntilanak adalah makhluk halus penjelmaan seorang perempuan hamil yang
meninggal. Konon sang kuntilanak ini tidak ingin berpisah dengan anaknya, maka
pada malam hari kuntilanak sering keluar dari kuburnya untuk mencari anaknya.
Dalam cerita rakyat ini kuntilanak selalu digambarkan dengan berambut panjang terurai, serba putih, dan
menakutkan bagisiapa saja yang melihatnya.
E. Pemilihan Sastra Anak
1. Pengembangan Intelektual
Piaget membedakan perkembangan intelektual anak ke
dalam empat tahapan. Tiap tahapan mempunyai karakteristik yang membedakannya
dengan tahapan yang lain, dan hal itu berkaitan dengan respon anak terhadap
bacaan. Sebagai konsekuensinya hal itu pun mempunyai implikasi logis dalam
pemilihan bahan bacaan anak. Tahapan perkembangan intelektual yang dimaksud
adalah sebagai berikut.
a) Pertama : Tahap Sensori-motor ( the sensory-motor period, 0-2 tahun ).
Tahap ini
merupakan tahapan pertama dalam perkembangan kognitif anak. Tahap ini disebut
sebagai tahap sensori-motor karena perkembangan terjadi berdasarkan informasi
dari indera (senses) dan bodi (motor). Karakteristik utama dalam tahap ini
adalah bahwa anak belajar lewat koordinasi persepsi indera dan aktivitas motor
serta mengembangkan pemahaman sebab akibat atau hubungan-hubungan berdasarkan
sesuatu yang dapat diraih atau dapat berkontak langsung. Anak mulai dapat
memahami hubungannya dengan orang lain, mengembangkan pemahaman objek secara
permanen. Dalam usia 1,6─2 tahun anak akan menyukai aktivitas atau permainan
bunyi yang mengandung perulangan-perulangan yang ritmis.
Anak menyukai
bunyi-bunyian yang bersajak dan berirama. Permainan bunyi yang dimaksud dapat
berupa nyanyian, kata-kata yang dinyanyikan, atau kata-kata biasa dalam
perkataan yang tidak dilagukan. Bunyi-bunyian ritmis akan memicu tumbuhnya rasa
keindahan pada diri anak. Hal dapat dijumpai dan atau perlu dilakukan oleh ibu
yang mengendong, menyanyikan, atau meninabobokan si buah hati. Kesenangan anak
terhadap hal-hal tersebut dapat juga dipahami bahwa anak mempunyai bakat
keindahan dan menyenangi hal-hal yang terasa indah di inderanya. Permainan
bunyi yang berwujud repetisi dan keritmisan merupakan dasar penting bagi
bangunan sebuah sajak.
b) Kedua : Tahap Praoperasional ( the preoperational period, 2-7 tahun ).
Dalam tahap ini
anak mulai dapat “mengoperasikan” sesuatu yang sudah mencerminkan aktivitas
mental dan tidak lagi semata-mata bersifat fisik. Karakteristik dalam tahap ini
antara lain adalah bahwa (i) anak mulai belajar mengaktualisasikan dirinya
lewat bahasa, bermain, dan menggambar (corat-coret). (ii) Jalan pikiran anak
masih bersifat egosentris, menempatkan dirinya sebagai pusat dunia, yang
didasarkan persepsi segera dan pengalaman langsung karena masih kesulitan
menempatkan dirinya di antara orang lain. Anak tidak dapat memahami sesuatu
dari sudut pandang orang lain. (iii) Anak mempergunakan simbol dengan cara
elementer yang pada awalnya lewat gerakan-gerakan tertentu dan kemudian lewat
bahasa dalam pembicaraan. Perkembangan kognitif pada saat ini yang secara luar
biasa adalah perkembangan bahasa dan konsep formasi. (iv) Pada masa ini anak
mengalami proses asimilasi di mana anak mengasimilasikan sesuatu yang didengar,
dilihat, dan dirasakan dengan cara menerima ide-ide tersebut ke dalam suatu
bentuk skema di dalam kognisinya.
Kemungkinan
implikasi terhadap buku bacaan sastra yang sesuai dengan karakteristik pada
tahap perkembangan intelektual di atas antara lain adalah (i) buku-buku yang
menampilkan gambar-gambar sederhana sebagai ilustrasi yang menarik, (ii)
buku-buku bergambar yang memberi kesempatan anak untuk memanipulasikannya,
(iii) buku-buku yang memberi kesempatan anak untuk mengenali objek-objek dan
situasi tertentu yang bermakna baginya, dan (iv) buku-buku cerita yang
menampilkan tokoh dan alur yang mencerminkan tingkah laku dan perasaan anak.
Menurut Donaldson (via Huck dkk. 1987:55) anak usia 3 atau 4 tahun sudah dapat
mendemonstrasikan kemampuannya jika objek dan situasi yang dihadapkan kepadanya
konkret dan bermakna. Sifat egosentris pada anak akan membawanya untuk dapat
menanggapi cerita dengan mengidentifikasikan dirinya terhadap tokoh utama
cerita, dan karenanya anak akan mengalami proses asimilasi dengan melihat diri
dan dunianya dengan pandangan yang baru.
c) Ketiga : Tahap Operasional konkret ( the concrete operational 7-11 tahun).
Pada tahap ini
anak mulai dapat memahami logika secara stabil. Karakteristik anak pada tahap
ini antara lain adalah (i) anak dapat membuat klasifikasi sederhana,
mengklasifikasikan objek berdasarkan sifat-sifat umum, misalnya klasifikasi
warna, klasifikasi karakter tertentu. (ii) Anak dapat membuat urutan sesuatu
secara semestinya, menurutkan abjad, angka, besar-kecil, dan lain-lain. (iii)
Anak mulai dapat mengembangkan imajinasinya ke masa lalu dan masa depan; adanya
perkembangan dari pola berpikir yang egosentris menjadi lebih mudah untuk
mengidentifikasikan sesuatu dengan sudut pandang yang berbeda. (iv) Anak mulai
dapat berpikir argumentatif dan memecahkan masalah sederhana, ada kecenderungan
memperoleh ide-ide sebagaimana yang dilakukan oleh dewasa, namun belum dapat
berpikir tentang sesuatu yang abstrak karena jalan berpikirnya masih terbatas
pada situasi yang konkret.
Kemungkinan
implikasi terhadap buku bacaan sastra yang sesuai dengan karakteristik pada
tahap perkembangan intelektual di atas antara lain adalah buku-buku bacaan yang
memiliki karakteristik sebagai berikut. (i) Buku-buku bacaan narasi atau
eksplanasi yang mengandung urutan logis dari yang sederhana ke yang lebih
kompleks. (ii) Buku-buku bacaan yang menampilkan cerita yang sederhana baik
yang menyangkut masalah yang dikisahkan, cara pengisahan, maupun jumlah tokoh
yang dilibatkan. (iii) Buku-buku bacaan yang menampilkan berbagai objek gambar
secara bervariasi, bahkan mungkin yang dalam bentuk diagram dan model
sederhana. (iv) Buku-buku bacaan narasi yang menampilkan narator yang
mengisah-kan cerita, atau cerita yang dapat membawa anak untuk memproyeksikan
dirinya ke waktu atau tempat lain. Dalam masa ini anak sudah dapat terlibat
memikirkan dan memecahkan persoalan yang dihadapi tokoh protagonis atau memprediksikan
kelanjutan cerita.
d) Keempat : Tahap operasi formal ( the formal operational, 11 atau 12 tahun ke atas).
Pada tahap ini,
tahap awal adolesen, anak sudah mampu berpikir abstrak. Karakteristik penting
dalam tahap ini antara lain adalah (i) anak sudah mampu berpikir “secara
ilmiah”, berpikir teoretis, berargumentasi dan menguji hipotesis yang
mengutamakan kemampuan berpikir. (ii) Anak sudah mampu memecahkan masalah
secara logis dengan melibatkan berbagai masalah yang terkait. Implikasi
terhadap pemilihan buku bacaan sastra anak adalah (i) buku-buku bacaan cerita
yang menampilkan masalah yang membawa anak untuk mencari dan menemukan hubungan
sebab akibat serta implikasi terhadap karakter tokoh; (ii) buku-buku bacaan
cerita yang menampilkan alur cerita ganda, alur cerita yang mengandung plot dan
subplot, yang dapat membawa anak untuk memahami hubungan antarsubplot tersebut,
serta yang menampilkan persoalan (atau konflik) dan karakter yang lebih
kompleks.
Selain itu,
perlu dicatat bahwa belum tentu semua anak yang masuk ke tingkat sekolah
menengah pertama sudah mencapai tingkat berpikir formal di atas. Sebagian anak
mungkin belum mencapai tingkat itu, tetapi sebagian yang lain justru sudah
mampu menunjukkan kemampuan berpikir analitis, misalnya sebagaimana yang
terlihat ketika memberikan komentar terhadap buku cerita yang dibacanya.
Pemahaman terhadap tahapan intelektual dapat membantu memilih buku-buku bacaan
yang sesuai dengan posisi usia dan perkembangan kognitif anak, tetapi
bagaimanapun ia bukan merupakan sesuatu yang mutlak.
2. Perkembangan Moral
Selain mempelajari perkembangan
kognitif anak, Piaget juga mendalami hal-hal yang berkaitan dengan perkembangan
moral. Menurut Piaget perbedaan nyata antara anak dan dewasa adalah bahwa anak
memiliki “dua moral”. Piaget dan Kohlberg (ahli lain yang mengembangkan teori
Piaget lebih lanjut), mengemukakan bagaimana anak mungkin saja mengubah
interpretasinya terhadap dilema konflik dan moral dalam cerita. Penilaian anak
terhadap moral bergerak dari keter-ikatannya pada dewasa ke keterpengaruhannya
pada kelompok dan berpikir bebasnya.
Kemungkinan implikasinya bagi seleksi bacaan sastra
anak antara lain dapat dikemukakan sebagai berikut. (i) Pahami dengan baik
karakteristik perkembangan moral anak tiap tahap kemudian pilih bacaan yang
sesuai. Misalnya, anak usia tiga tahun baik untuk dipilihkan bacaan yang
melukiskan persetujuan orang tua yang berupa tingkah laku, tindakan, dan
kata-kata yang baik. Anak usia empat tahun baik untuk dipilihkan bacaan yang
dapat melatih anak untuk bertanggung jawab dan melakukan sesuatu yang sesuai
dengan aturan sosial. (ii) Pilih buku bacaan yang mengandung dan menawarkan
unsur moral, alasan pemilihan moral tertentu oleh tokoh anak, atau yang
mengandung nasihat-nasihat tentang moral sebagai “model” bertingkah laku.
Dengan tidak jelasnya tingkatan usia anak dalam
tahapan di atas kita dituntut untuk mempertimbangkan bacaan sastra mana yang
terbaik untuk usia anak tertentu. Sebagai bahan pertimbangan kita dapat
menghubungkan tahapan perkembangan intelektual (Piaget) dengan tahapan
perkembangan moral (Kohlberg). Kohlberg mengemukakan bahwa seorang anak yang
berada dalam tahap operasional konkret, ia akan berada dan terbatas pada tahap
1 dan 2 dalam perkembangan moral; seorang anak yang berada dalam tahap
oprasional formal sebagian, ia akan berada dan terbatas pada tahap 3 dan 4;
sementara seseorang yang berada dalam perkembangan moral tahap 5 dan 6, ia
mesti sudah berada dalam tahap operasi formal.
3. Perkembangan Emosional dan Personal
Implikasi untuk lima tahap yang pertama adalah
sebagai berikut. Pertama, pada tahap kepercayaan (trust) anak membutuhkan
makanan dan perawatan. Anak mulai mengenali dirinya yang terpisah dari orang
lain atau objek, dan pemahaman terhadap realitas ini membuat aspek trust
menjadi penting. Tahap ini sejalan dengan tahap sensori-motor dalam tahapan
perkembangan intelektual menurut Piaget. Kedua, pada tahap kemandirian
(autonomy) anak belajar kemandirian dengan mencoba melakukan sesuatu secara
bebas, atau justru memperoleh pengalaman keragu-raguan jika ternyata inderanya
tidak dapat mengelola dunia sekeliling. Tahap ini masih sejalan dengan tahap
sensori-motor. Ketiga, pada tahap prakarsa versus kesalahan, anak belajar
berinisiatif mengeksplorasi dunianya, atau jika tidak dapat melakukannya,
mengembangkan rasa ketidak mampuan.
Tahap ini sejalan dengan tahap praoperasional.
Keempat, pada tahap kepandaian versus perasaan rendah diri, anak berusaha
mengembangkan rasa gembira dan bangga jika dapat melakukan sesuatu atau menghasilkan
sesuatu dari aktivitasnya, atau justru sikap sebaliknya jika tidak mampu
sehingga merasa rendah diri. Tahap ini sejalan dengan tahap operasional
konkret. Kelima, pada tahap identitas versus kebingungan, anak mencari dan
mengembangkan identitas personal, berusaha mencari dan menemukan identitas
dirinya, atau justru merasa ambivalen terhadap identitasnya. Tahap ini sejalan
dengan tahap operasional formal.
Kemungkinan implikasi tahapan di atas dalam hal
seleksi buku-buku bacaan sastra adalah bahwa pemilihan bacaan haruslah
mempertimbangkan masalah-masalah yang terkandung di dalamnya mampu memberikan
kepuasan kepada anak yang sesuai dengan tahap perkembangannya. Sebagai contoh,
anak usia prasekolah akan lebih suka menanggapi bacaan yang menggambarkan
kemampuan versus ketidakmampuan seorang anak untuk melakukan sesuatu secara
sukses dan menggembirakan. Anak pada usia adolesen lebih menyukai bacaan yang
berisi kesuksesan seorang anak atau sekelompok anak dalam petualangan pencarian
dan penemuan sesuatu, atau cerita tentang penemuan identitas seseorang dalam
kehidupan sosial yang pluralistik
4. Perkembangan Bahasa
Anak yang berstatus bayi mulai belajar bahasa lewat
bunyi dan ucapan-ucapan yang didengarnya dari sekelilingnya. Pada mulanya anak
tidak dapat membedakan bunyi-suara manusia dengan bunyi-bunyian yang lain,
tetapi lama-kelamaan mampu membedakannya. Maka, disusunlah teori(-teori)
akuisisi bahasa yang berusaha menjelaskan apa yang sebenarnya terjadi dan
bagaimana itu terjadi di dalam diri anak itu dalam proses pemerolehan bahasa
tersebut. Dalam proses akuisisi bahasa secara alami, anak memperoleh bahasa
dengan menirukan, melihat dan menirukan orang berbicara, namun sebenarnya anak
tidak semata-mata sebagai peniru belaka. Ada bukti-bukti yang kuat bahwa anak
jauh lebih banyak memahami bahasa daripada yang dapat diproduksi, dan hal itu
sungguh di luar dugaan. (Hal ini pun juga terjadi dan berimbas pada dewasa:
kita lebih banyak membaca daripada menulis). Dalam usia dua tahun anak sudah
mampu “menemukan” struktur bahasa dan hal itu berlangsung terus-menerus dalam
usia selanjutnya. Anak tampaknya mengkonstruksikan bahasa sistemnya sendiri
untuk membuat diri paham.
Apa implikasi pemahaman terhadap proses pemerolehan
bahasa anak tersebut bagi pemilihan buku bacaan sastra? Satu hal yang pasti
adalah bahwa pemilihan bacaan itu mesti didasarkan pada materi yang dapat
dipahami anak, yang dituliskan dengan bahasa yang sederhana sehingga dapat
dibaca dan dipahami anak, dengan mempertimbangkan keserdahanaan (kompleksitas)
kosakata dan struktur namun, sekaligus juga berfungsi meningkatkan kekayaan
bahasa dan kemampuan berbahasa anak.
F. Perbedaan Sastra Anak Kelas Tinggi dan Rendah
Berdasarkan psikologi
kognitif, tingkat perkembangan kognitif anak sudah memiliki kemampuan:
1. Menghubungkan dan
membandingkan pengalaman kongkret yang diperooleh dengan kenyataan baru yang
dihadapi.
2. Membedakan pembedaan
dan memilahan..
3. Menangkap dan menyusun
pengertian-pengertian tertentu berdasarkan gambaran kongkretnya.
4. Menandai cirri ggambaran
kenyataan secara aspectual, dan membuat hubungan berdasar vicarious experience.
Dalam situasi ini,
anak baru bisa menghubungkan gambarann kisah yang menceritakan dalam bacaan
secara imajinatif dengan kisah yang ditemukannya dalam realita.
Pada jenjang kelas terakhir, anak sudah mampu:
Pada jenjang kelas terakhir, anak sudah mampu:
1.
Membentuk pengertian melalui penyusunan konsepsi secara logis
dan sisteatis.
2.
Menghubungkan satuan-satuan pengertian secara spekulatif guna
membentuk pemahaman secara komprehensif.
3.
Mengambil kesimpulan secara tentative berdasarkan spekulasi
hubungan resiprokal, pennolakan, dan penerimaan isi pernyataan dan
bentuk-bentuk hubungan secara korelatif.
Pada
saat situasi ini, anak jenjang kelas terakhir sudah mampu membaca bacaan yang
diperuntungkan bagi orang dewasa walaupun dalam proses asimilasi dann akomodasi
yang mengakibatkan ketidk seimbangan antara isi bacaan dan hasil apresiasi.
Bisa disimpulkan seperti ini :
1. Kelas 1-2 dominan diberikan bentuk cerita
bergambar.
2. Kelas 3-4 diberikan puisi, sastra tradisional
dan cerita fantasi.
3. Kelas 5-6 diberikan puisi dan bentuk ceritan realistic kontenporer, kesejarahan, serta cerita fiksi kelimuan.
3. Kelas 5-6 diberikan puisi dan bentuk ceritan realistic kontenporer, kesejarahan, serta cerita fiksi kelimuan.
Bab II
Penutup
A. Kesimpulan
Sastra anak adalah
sastra yang secara emosional psikologis dapat ditanggapi dan dipahami oleh
anak, dan itu pada umumnya berangkat dari fakta yang konkret dan mudah
diimajinasikan. Isi kandungan sastra anak yang terbatas sesuai dengan
jangkauan emosional dan psikologi anak itulah yang antara lain, merupakan
karekteristik sastra anak. Sastra anak dapat berkisah tentang apa saja, bahkan
yang menurut ukuran dewasa tidak masuk akal. Misalnya berkisah tentang binatang
yang dapat berbicara, bertingkah laku, berpikir dan berperasaan layaknya
manusia. Imajinasi dan emosi anak dapat menerima cerita itu secara wajar dan
memang begitulah seharusnya menurut jangkauan pemahaman anak.
Seperti pada jenis
karya sastra umumnya, sastra anak juga berfungsi sebagai media pendidikan dan
hiburan, membentuk kepribadian anak, serta menuntun kecerdasan emosi anak.
Pendidikan dalam sastra anak memuat amanat tentang moral, pembentukan
kepribadian anak, mengembangkan imajinasi dan kreativitas, serta memberi
pengetahuan keterampilan praktis bagi anak. Fungsi hiburan dalam sastra anak
dapat membuat anak merasa bahagia atau senang membaca, senang dan gembira
mendengarkan cerita ketika dibacakan atau dideklamasikan, dan mendapatkan
kenikmatan atau kepuasan batin sehingga menuntun kecerdasan emosinya.
Daftar Pustaka
Brown, Douglas H. 2000. Principles of Language
Learning and Teaching. New York: Addison Wesly
Longman.
Ismawati,
Esti dan Faraz Umaya. 2012. Belajar Bahasa di Kelas Awal. Yogyakarta: Ombak.
Rosdiana,
Yusi. 2011. Bahasa dan Sastra Indonesia di SD. Jakarta: Universitas Terbuka.
Semi,
M. Atar. 2012. Metode Penelitian Sastra. Bandung: CV Angkasa.
Wahid,
Sugira. 2004. Kapita Selekta Kritik Sastra. Makassar: Jurusan Bahasa dan Sastra
Indonesia dan Daerah.
Yasa,
I Nyoman,. 2012. Teori Sastra dan Penerapannya. Bandung: Karya Putra Darwati.
Zulela. 2013. Pembelajaran Bahasa Indonesia:
Apresiasi Sastra di Sekolah Dasar. Bandung: PT Remaja Rosdakarya.