MAKALAH
MACAM – MACAM MODEL
PEMBELAJARAN
Disusun
untuk memenuhi tugas mata kuliah
pembelajaran tematik
yang
dibina oleh Bapak Kuncahyono M.Pd
Disusun
Oleh Kelompok 11 :
Rindiani
Mafika Sari 201810430311041
Zahrina
Amalia Khairina 201810430311044
Diana
Tri Rosanti 201810430311063
Dea Furqonul Jannah 201810430311166
PGSD
4B
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH MALANG
FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU
PENDIDIKAN
PENDIDIKAN GURU SEKOLAH DASAR
2019
KATA PENGANTAR
Puji
syukur penulis panjatkan kehadirot Allah SWT atas rahmat dan karunia-Nya
sehingga penulis dapat menyelesaikan makalah ini. Makalah ini tidak akan
selesai tanpa bantuan dari pihak yang terus mendorong penulis untuk
menyelesaikannya. Terbitnya makalah ini merupakan hal yang sangat di butuhkan
dalam proses pembelajaran Tematik. Makalah ini berisikan informasi atau pengetahuan mengenai macam – macam model
pembelajaran.
Akhir
kata penulis berharap makalah ini dapat memberikan manfaat kepada pembaca.
Penulis menyadari bahwa makalah ini masih jauh dari kata sempurna. Oleh karena
itu kritik dan saran dari pembaca dan juga Bapak Kuncahyono yang membangun dan selalu penulis harapkan demi
kesempurnaan makalah ini. Demikian, dan jika terdapat banyak kesalahan penulis
mohon dimaafkan yang sebesar – besarnya.
Malang,
Februari 2020
Penyusun
DAFTAR ISI
KATA
PENGANTAR..................................................................................... ii
DAFTAR
ISI................................................................................................... iii
BAB
I PENDAHULUAN
A. LATARBELAKANG.......................................................................... 1
B. RUMUSAN
MASALAH.................................................................... 2
C. TUJUAN.............................................................................................. 2
D. MANFAAT.......................................................................................... 2
BAB
II PEMBAHASAN
A. Model
Pembelajaran Berbasis Problem Based Learning...................... 3
B. Model
Pembelajaran Berbasis Project Based Learning........................
C. Model
Pembelajaran Berbasis Inquiry..................................................
D. Model Pembelajaran Berbasis
CTL......................................................
E. Kompetensi Abad 21.............................................................................
BAB
III PENUTUP
A. KESIMPULAN.......................................................................................
DAFTAR
PUSTAKA......................................................................................
BAB
I
PENDAHULUAN
A. LATAR
BELAKANG
Model
pembelajaran adalah suatu perencanaan atau suatu pola yang digunakan sebagai pedoman dalam merencanakan
pembelajaran di kelas atau pembelajaran dalam tutorial. Model pembelajaran
mengacu pada pendekatan pembelajaran yang akan digunakan, termasuk di dalamnya
tujuan pengajaran, tahap-tahap dalam kegiatan pembelajaran, lingkungan
pembelajaran dan pengelolaan kelas.
Model pembelajaran berfungsi sebagai pedoman
bagi perancang dan para guru dalam melaksanakan pembelajaran. Untuk pemilihan
model ini sangat dipengaruhi dari sifat dan materi yang akan diajarakan, juga
dipengaruhi oleh tujuan yang akan dicapai dalam pengajaran tersebut serta
tingkat kemampuan peseta didik. Di samping itu pula, setiap model pembelajaran
selalu mempunyai tahapan-tahapan (sintaks) oleh peserta didik dengan bimbingan
guru. Antara sintaks yang satu dengan sintaks yang lain juga mempunyai
perbedaan. Perbedaan-perbedaan ini berlangsung di antara pembukaan dan penutup
yang harus dipahami oleh guru supaya model-model pembelajaran dapat dilaksanakan
dengan berhasil. Istilah model pembelajaran mempunyai makna yang lebih luas
dari pada strategi, metode atau prosedur.
Model pengajaran mempunyai empat ciri khusus
yang tidak dimiliki oleh strategi, metode atau prosedur. Ciri tersebut antara
lain: 1) rasional teoretik logis yang disusun oleh para pencipta atau
pengembangnya, 2) landasan pemikiran tentang apa dan bagaimana peserta didik
belajar (tujuan pembelajaran yang akan dicapai), 3)tingkah laku mengajar yang
diperlukan agar model tersebut dapat dilaksanakan dengan berhasil, 4)
lingkungan belajar yang diperlukan agar tujuan pembelajaran itu dapat tercapai.
B. RUMUSAN
MASALAH
1. Apa
yang dimaksud Model Pembelajaran Berbasis Problem Based Learning
?
2. Apa
yang dimaksud Model Pembelajaran Berbasis Project Based Learning?
3. Apa yang dimaksud Model Pembelajaran Berbasis Inquiry?
4. Apa yang dimaksud Model Pembelajaran Berbasis CTL?
5. Apa yang dimaksud Kompetensi Abad 21?
C. TUJUAN
1. Untuk mengetahui bagaimana Model Pembelajaran Berbasis Problem Based Learning.
2. Untuk mengetahui bagaimana Model Pembelajaran Berbasis Project Based Learning.
3. Untuk mengetahui bagaimana Model Pembelajaran Berbasis Inquiry.
4. Untuk mengetahui bagaimana Model Pembelajaran Berbasis
CTL.
5. Untuk mengetahui bagaimana Kompetensi Abad 21.
BAB II
PEMBAHASAN
A.
Model
Pembelajaran Berbasis Problem Based Learning
Pengertian
pembelajaran Berbasis Problem Based Learning
Problem Based Learning (PBL) adalah
metode pendekatan pembelajaran yang bercirikan adanya permasalahan nyata
sebagai konteks untuk para peserta didik dalam meningkatkan keterampilan
berfikir kritis, memecahkan masalah, meningkatkan kepercayaan diri serta
memperoleh pengetahuan konsep-konsep penting dimana tugas guru harus
memfokuskan diri untuk membantu siswa mencapai keterampilan tersebut.
Pembelajaran berbasis masalah merupakan
suatu model pembelajaran yang menantang siswa untuk “belajar bagaimana
belajar”, bekerja secara berkelompok untuk mencari solusi dari permasalahan
dunia nyata. Masalah yang diberikan ini digunakan untuk mencari solusi dari
permasalahan dunia nyata. Masalah yang diberikan ini digunakan untuk mengikat
siswa pada rasa ingin tahu pada pembelajaran yang dimaksud. Masalah diberikan
kepada siswa, sebelum siswa mempelajari konsep atau materi yang berkenaan
dengan masalah yang harus dipecahkan (Daryanto, 2014).
Penerapan model
pembelajaran berbasis masalah dimaksudkan untuk meningkatkan partisipasi dan
prestasi belajar siswa karena melalui pembelajaran ini siswa belajar bagaimana
menggunakan konsep dan proses interaksi untuk menilai apa yang mereka kita
ketahui, mengidentifikasi apa yang ingin diketahui, mengumpulkan informasi dan
secara kolaborasi mengevaluasi hipotesisnya berdasarkan data yang telah dikumpulkan
(Ni, 2008).
Tujuan Problem Based
Learning (PBL)
Tujuan
pembelajaran adalah membantu siswa agar memperoleh berbagai pengalaman dan
mengubah tingkah laku siswa, baik dari segi kualitas maupun kuantitas.
Perubahan tingkah laku yang dimaksud meliputi pengetahuan, keterampilan, nilai
atau norma yang berfungsi sebgai pengendali sikap dan prilaku siswa. Sebenarnya
tujuan utama PBL bukanlah penyampaian sejumlah besar ilmu pengetahuan kepada
siswa, melainkan pada pengembangan kemampuan berpikir kritis dan kemampuan
pemecahan masalah dan sekaligus mengembangkan kemampuan siswa untuk secara
aktif membangun pengetahuan sendiri. PBL juga dimaksudkan untuk mengembangkan
kemandirian belajar dan keterampilan sosial siswa. Kemandirian belajar dan
keterampilan sosial itu dapat terbentuk ketika siswa berkolaborasi untuk
mengidentifikasi informasi, strategi dan sumber belajar yang relevan untuk
menyelesaikan masalah (Hosnan, 2014).
Karakteristik
Project Based Learning
1. Pengajuan
masalah atau pertanyaan.
Pengajuan pembelajaran berkisar pada masalah atau
pertanyaan yang penting bagi siswa maupun masyarakat. Pertanyaan dan masalah
yang diajukan itu harus memenuhi kriteria autentik, jelas, mudah dipahami, luas
dan bermanfaat.
2. Keterkaitan
dengan berbagai masalah dengan disiplin ilmu
Masalah yang diajukan dalam pembelajaran berbasis
masalah hendaknya mengaitkan atau melibatkan berbagai disiplin ilmu.
3. Penyelidikan
yang autentik
Penyelidikan yang diperlukan dalam pembelajaran
berbasis masalah bersifat autentik(nyata). Selain itu penyelidikan diperlukan
untuk mencari penyelesaian masalah yang bersifat nyata. Siswa menganalisis dan
merumuskan masalah, mengembangkan dan meramalkan hipotesis, mengamalkan dan
menganalisis informasi, melaksanakan eksperimen, menarik kesimpulan, dan
menggambarkan hasil akhir.
4. Menghasilkan
dan memamerkan hasil karya
Pada pembelajaran berbasis masalah, siswa bertugas
menyusun hasil penelitian dalam bentuk karya dan memamerkan hasil karyanya.
Artinya, hasil penyelesaian masalah siswa ditampilkan atau dibuat laporannya.
5. Kolaborasi
Pada pembelajaran masalah, tugas-tugas belajar
berupa masalah harus diselesaikan bersama-sama antara siswa dengan siswa, baik
dalam kelompok kecil maupun besar, dan bersama-sama antarsiswa dengan guru
(Hosnan, 2014).
Langkah proses Problem
Based Learning
Pembelajaran berdasarkan masalah
memiliki prosedur yang jelas dalam melibatkan siswa untuk mengidentifikasi
permasalahan. 6 langkah strategi pembelajaran berdasarkan masalah yang kemudian
dinamakan metode pemecahan masalah (problem solving), yaitu :
1. Merumuskan
masalah, yakni langkah siswa dalam menentukan masalah yang akan dipecahkan.
2. Menganalisis
masalah, yakni langkah siswa meninjau masalah secara kritis dari berbagai sudut
pandang.
3. Merumuskan
hipotesis, yakni langkah siswa dalam merumuskan pemecahan masalah berdasarkan
pengetahuan yang dimilikinya.
4. Mengumpulkan
data, yakni langkah siswa untuk mencari informasi dalam upaya pemecahan
masalah.
5. Pengujian
hipotesis, yakni langkah siswa untuk merumuskan kesimpulan sesuai dengan penerimaan
dan penolakan hipotesis yang diajukan.
6. Merumuskan
rekomendasi pemecahan masalah, yakni langkah siswa menggambarkan rumusan hasil
pengujian hipotesis dan rumusan kesimpulan (Wina, 2006).
Keunggulan Problem Based
Learning
Keunggulan
strategi pembelajaran berdasarkan masalah adalah sebagai berikut:
1. Sebagai
teknik yang bagus untuk memahami isi pembelajaran.
2. Dapat
merangsang kemampuan siswa untuk menemukan pengetahuan baru bagi mereka.
3. Dapat
meningkatkan aktivitas belajar siswa.
4. Dapat
membantu siswa untuk menerapkan pengetahuan mereka dalam kehidupan sehari-hari.
5. Dapat
membantu siswa mengembangkan pengetahuannya serta dapat digunakan sebagai
evaluasi diri terhadap hasil maupun proses belajar.
6. Dapat
membantu siswa untuk berlatih berfikir dalam menghadapi sesuatu.
7. Pemecahan
masalah dianggap menyenangkan dan lebih digemari siswa.
8. Pemecahan
masalah mengembangkan keterampilan berpikir kritis dan kemampuan menyesuaikan
dengan pengetahuan baru.
9. Pemecahan
masalah memberi kesempatan siswa untuk mengaplikasikan pengetauan mereka dalam
kehidupan nyata.
10. Pemecahan
masalah mengembangkan minat belajar siswa (Wina, 2006).
Kelemahan Problem Based Learning
Kelemahan
strategi pembelajaran berdasarkan masalah adalah sebagai berikut:
1. Jika
peserta didik tidak memiliki niat atau kepercayaan bahwa masalah yang
dipelajari sulit untuk dipecahkan, maka mereka akan merasa enggan untuk
mencobanya.
2. Sebagian
siswa beranggapan bahwa tanpa pemahaman mengenai materi yang diperlukan untuk
menyelesaikan masalah mengapa mereka harus berusaha untuk memecahkan masalah
yang sedang dipelajari, maka mereka akan belajar apa yang mereka ingin pelajari
(Sanjaya, 2007).
B.
Model
Pembelajaran Berbasis Project Based Learning
Pengertian
pembelajaran Berbasis Based Learning
Pengertian Pembelajaran Berbasis Proyek Istilah pembelajaran
berbasis proyek merupakan istilah pembelajaran yang diterjemahkan dari istilah
dalam bahasa Inggris project based learning. Menurut BIE 1999 dalam Trianto
(2014) project based learning adalah model pembelajaran yang melibatkan siswa
dalam kegiatan pemecahan masalah dan memberi peluang siswa bekerja secara
otonom mengkonstruksi belajar mereka sendiri dan puncaknya menghasilkan produk
karya siswa bernilai realistik.
Menyatakan bahwa model pembelajaran yang menggunakan proyek
sebagai kegiatan proses pembelajaran untuk mencapai kompetensi sikap,
pengetahuan dan keterampilan. Penekanan pembelajaran terletak pada
aktivitas-aktivitas siswa untuk menghasilkan produk dengan menerapkan
keterampilan meneliti, menganalisis, membuat, sampai dengan mempresentasikan
produk pembelajaran berdasarkan pengalaman nyata. Produk yang dimaksud adalah
hasil projek dalam bentuk desain, skema, karya tulis, karya seni, karya
teknologi/prakarya, dan nilai-nilai.
Pendekatan ini memperkenankan siswa untuk bekerja sama
secara mandiri maupun berkelompok dalam mengkontsruksikan produk nyata.
Pembelajaran berbasis proyek merupakan model pembelajaran
yang menggunakan masalah sebagai langkah awal dalam mengumpulkan dan
mengintegrasikan pengetahuan baru berdasarkan pengalamannya dalam beraktivitas
secara nyata. Pembelajaran berbasis proyek dirancang untuk digunakan pada
permasalahan kompleks yang diperlukan siswa dalam melakukan investigasi dan
memahaminya. Pembelajaran berbasis proyek adalah sebuah model pengelolaan
pembelajaran seputar proyek.
Definisi tersebut di atas merujuk pada pendapat beberapa
ahli yang memberikan definisi tentang pembelajaran berbasis proyek. Buck
Institute for Education (1999) dalam Trianto (2014:41) menjelaskan:
Project-Based learning (PBL) is a model for classroom activity that shifts away
from the usual classroom activity that shifts away ffrom the usual classroom
practices of short, isolated, teacher-centred lessons. PBL learning activities
are long-term, interdisciplinary, student-centred, and integrated with
real-world issues and practices. Dengan terjemahan sebagai berikut:
(Pembelajaran berbasis proyek adalah suatu model kegiatan di kelas yang berbeda
dengan biasanya. Kegiatan pembelajaran berbasis proyek berjangka waktu lama, antar
disiplin, berpusat pada siswa dan terintegrasi dengan masalah dunia nyata).
Model pembelajaran berbasis proyek (PBP) adalah model
pembelajaran yang melibatkan siswa secara langsung dalam proses pembelajaran
melalui kegiatan penelitian untuk mengerjakan dan menyelesaikan suatu proyek
tertentu. Walaupun model pembelajaran berbasis proyek dapat dikatakan sebagai
model lama, tetapi model ini memiliki banyak keunggulan dibandingkan model
pembelajaran lain sehingga model PBP banyak digunakan dan terus dikembangkan.
Salah satu keunggulan tersebut adalah bahwa model PBP
dinilai merupakan salah satu model pembelajran yang sangat baik dalam
mengembangkan berbagai keterampilan dasar yang harus dimiliki siswa termasuk
keteramplan berpikir, keterampilan membuat keputusan, kemampuan berkreativitas,
kemampuan memecahkan masalah, dan sekaligus dipandang efektif untuk
mengembangkan rasa percaya diri dan manajemen diri para siswa (Abidin, 2014).
Sedangkan model pembelajaran berbasis proyek (project based
learning) adalah sebuah model pembelajaran yang menggunakan proyek (kegiatan)
sebagai inti pembelajaran. Dalam kegiatan ini, siswa melakukan eksplorasi,
penilaian, interpretasi, dan sintesis informasi untuk memperoleh berbagai hasil
belajar (pengetahuan, keterampilan, dan sikap).
Karakteristik
dan Prinsip-prinsip Pembelajaran Berbasis Proyek (project based learning)
a. Karakteristik
Pembelajaran Berbasis Proyek (project based learning)
Menurut Buck Institute for Education
(1999) dalam Trianto (2014: 43) menyebutkan bahwa project based learning
memiliki karakteristik, yaitu:
a. siswa
sebagai pembuat keputusan, dan membuat kerangka kerja
b. terdapat
masalah yang pemecahannya tidak ditentukan sebelumnya
c. siswa
sebagai perancang proses untuk mencapai hasil.
d. siswa
bertanggungjawab untuk mendapatkan dan mengelola informasi yang dikumpulkan.
e. melakukan
evaluasi secara kontinu.
f. siswa
secara teratur melihat kembali apa yang mereka kerjakan.
g. hasil
akhir berupa produk dan dievaluasi kualitasnya.
h. Kelas
memiliki atmosfir yang memberi toleransi kesalahan dan perubahan.
Karakteristik pembelajaran berbasis proyek menurut BIE
(1999) dalam memposisikan siswa sebagai pemain utama dalam pembelajaran. Siswa
aktif dalam hal membuat keputusan, merancang solusi, bertanggung jawab mencari
dan mengelola informasi, dan merefleksikan apa yang mereka lakukan. Selain itu,
ada masalah atau tantangan tanpa solusi yang telah ditetapkan sebelumnya,
evaluasi berlangsung terus menerus, dan adanya produk akhir, serta ruang kelas
memiliki suasana yang mentolerir kesalahan dan perubahan.
Selanjutnya dijelaskan juga oleh Intel Corporation tentang
karakteristik pembelajaran berbasis proyek (project based learning), yang
terdiri dari:
a. Siswa
di pusat dari proses pembelajaran.
b. Proyek
fokus pada tujuan penting pembelajaran yang selaras dengan spesifikasi
kurikulum.
c. Proyek
didorong oleh Curriculum-Framing Questions.
d. Proyek
melibatkan terus-menerus dan beberapa jenis asesmen.
e. Proyek
ini memiliki koneksi dunia nyata.
f. Siswa
menunjukkan pengetahuan melalui sebuah produk atau kinerja.
g. Teknologi
mendukung dan meningkatkan pembelajaran siswa
h. Keterampilan
berpikir merupakan bagian integral dari pekerjaan proyek.
i.
Strategi instruksional yang bervariasi
dan mendukung gaya belajar beberapa.
Karakteristik pembelajaran berbasis proyek menurut intel ini
pada dasarnya memiliki kesamaan seperti yang telah disebutkan di atas, namun
konsepnya lebih lengkap. Kesamaannya pada posisi siswa yang aktif dalam
belajar, adanya masalah yang diuraikan dalam bentuk pertanyaan. Hal yang
menjadi pembeda dengan karakteristik di atas adalah adanya hubungan dengan
dunia nyata.
Prinsip-prinsip
pembelajaran Berbasis Proyek
Pembelajaran berbasis proyek dapat diidentifikasi melalui
ciri-cirinya, pembelajaran berbasis proyek merupakan pembelajaran yang
meningkatkan pengetahuan dan keterampilan melalui pembuatan produk. Produk yang
dibuat dengan serangkaian kegiatan perencanaan, pencarian, kolaborasi. Dalam
kajiannya Krajcik, et al. dalam Abdurrahim (2011) menyarankan lima ciri-ciri
dari pembelajaran berbasis proyek, yakni: driving question, investigation,
artifacts, collaboration dan technological tools.
1.
Centrality (keberpusatan)
Proyek dalam pembelajaran berbasis proyek adalah pusat atau
inti kurikulum, bukan pelengkap kurikulum. Bell dalam Abdurrahim (2011) mengatakan,
“PBL is not suplementery activity to support learning; It is a basic of the
curriculum”. Di dalam pembelajaran berbasis proyek, proyek adalah model
pembelajaran; siswa mengalami dan belajar konsep-konsep inti suatu disiplin
ilmu melalui proyek. Ada kerja proyek yang mengikuti pembelajaran tradisional
dengan cara proyek tersebut memberi ilustrasi, contoh, praktek tambahan, atau
aplikasi praktek yang diajarkan sebelumnya dengan maksud lain. Akan tetapi,
menurut kriteria di atas, aplikasi proyek tersebut tidak dapat dikategorikan
sebagai pembelajaran berbasis proyek. Kegiatan proyek yang dimaksudkan untuk
pengayaan di luar kurikulum juga tidak termasuk pembelajaran berbasis proyek.
2.
Driving Question (berfokus pada
pertanyaan atau masalah)
Proyek dalam pembelajaran berbasis proyek adalah terfokus
pada pertanyaan atau masalah, yang mendorong siswa menjalani (dengan kerja
keras) konsep-konsep dan prinsip-prinsip inti atau pokok dari disiplin.
Kriteria ini sangat halus dan agak susah diraba. Definisi proyek (bagi siswa)
harus dibuat sedemikian rupa agar terjalin hubungan antara aktivitas dan
pengetahuan konseptual yang melatarinya yang diharapkan dapat berkembang
menjadi lebih luas dan mendalam (Baron, et. al. dalam Abdurrrahim, 2011).
Biasanya dilakukan dengan pengajuan pertanyaan-pertanyaan atau ill-defined
problem (Thomas, 2000).
Proyek dalam pembelajaran berbasis proyek mungkin dibangun
melalui unit tematik, atau gabungan (intersection) topik-topik dari dua atau
lebih disiplin, tetapi itu belum sepenuhnya dapat dikatakan sebuah proyek.
Pertanyaan-pertanyaan yang mengajar siswa, sepadan dengan aktivitas, produk,
dan unjuk kerja yang mengisi waktu mereka, harus digubah (orchestrated) dalam
tugas yang bertujuan intelektual (Blumenfeld, et. al. dalam Abdurrahim, 2011).
3.
Constructive Investigation (investigasi
konstruktif)
Proyek melibatkan siswa dalam investigasi konstruktif.
Investigasi mungkin berupa proses desain, pengambilan keputusan, penemuan
masalah, pemecahan masalah, discovery, atau proses pengembangan model. Akan
tetapi, agar dapat disebut proyek memenuhi kriteria pembelajaran berbasis
proyek, aktivitas inti dari proyek itu harus meliputi transformasi dan
konstruksi pengetahuan (dengan pengertian: pemahaman baru, atau keterampilan
baru) pada pihak siswa. Jika pusat atau inti kegiatan proyek tidak menyajikan
“tingkat kesulitan” bagi anak, atau dapat dilakukan dengan penerapan informasi
atau keterampilan yang siap dipelajari, proyek yang dimaksud adalah tak lebih
dari sebuah latihan, dan bukan proyek pembelajaran berbasis proyek yang
dimaksud. Membersihkan peralatan laboratorium mungkin sebuah proyek, akan
tetapi mungkin bukan proyek dalam pembelajaran berbasis proyek (Bereiter, et
al. dalam Abdurrahim, 2011).
4.
Autonomy (otonomi siswa)
Proyek mendorong siswa sampai pada tingkat yang signifikan.
Proyek dalam pembelajaran berbasis proyek bukanlah ciptaan guru, tertuliskan
dalam naskah, atau terpaketkan. Latihan laboratorium bukanlah contoh
pembelajaran berbasis proyek, kecuali jika berfokus pada masalah dan merupakan
inti pada kurikulum. Proyek dalam pembelajaran berbasis proyek tidak berakhir
pada hasil yang telah ditetapkan sebelumnya atau mengambil jalur (prosedur)
yang telah ditetapkan sebelumnya. Proyek pembelajaran berbasis proyek lebih
mengutamakan otonomi, pilihan, waktu kerja yang tidak bersifat ketat (tanpa diawasi),
dan siswa lebih bertanggung jawab daripada proyek tradisional dan pembelajaran
tradisional (Bereiter, et al. dalam Abdurrahim, 2011).
5.
Realism (realisme)
Proyek adalah realistik. Karakteristik proyek memberikan
keontetikan pada siswa. Karakteristik ini boleh jadi meliputi topik, tugas,
peranan yang dimainkan siswa, konteks di mana kerja proyek dilakukan,
kolaborator yang bekerja dengan siswa dalam proyek, produk yang dihasilkan,
kriteria di mana produk-produk atau unjuk kerja dinilai. Pembelajaran berbasis
proyek melibatkan tantangan-tantangan kehidupan nyata, berfokus pada pertanyaan
atau masalah otentik (bukan simulatif), dan pemecahannya berpotensi untuk
diterapkan di lapangan yang sesungguhnya (Baron, et al. dalam Abdurrahim,
2011). Wena (2012) dalam Nashriah (2014) menurut Thomas pembelajaran berbasis
proyek mempunyai beberapa prinsip, yaitu:
1. Prinsip
sentralistis (centrality) menegaskan bahwa kerja proyek merupakan esensi dari
kurikulum.
2. Prinsip
pertanyaan pendorong/penuntun berarti bahwa kerja proyek berfokus pada
pertanyaan atau permasalahan yang dapat mendorong siswa untuk berjuang
memperoleh konsep utama suatu bidang tertentu.
3. Prinsip
investigasi konstruktif (constructive investigation) merupakan proses yang
mengarah kepada pencapaian tujuan, yang mengandung kegiatan inkuiri,
pembangunan konsep dan resolusi.
4. Prinsip
otonomi (autonomy) diartikan sebagai kemandirian siswa dalam melaksanakan
proses pembelajaran, yaitu bebas menentukan pilihannya sendiri, bekerja dengan
minimal supervisi, dan bertanggung jawab.
5. Prinsip
realistis (realism) berarti bahwa proyek merupakan sesuatu yang nyata.
Pembelajaran berbasis proyek adalah pembelajaran dengan
menggunakan tugas proyek sebagai metode pembelajaran. Para siswa bekerja secara
nyata, seolah-olah ada di dunia nyata yang dapat menghasilkan produk secara
nyata atau realistis. Prinsip yang mendasari pada pembelajaran berbasis proyek
adalah:
1. Pembelajaran
berpusat pada siswa yang melibatkan tugas-tugas proyek pada kehidupan nyata
untuk memperkaya pembelajaran.
2. Tugas
proyek menekankan pada kegiatan penelitian berdasarkan suatu tema atau topik
yang telah ditentukan dalam pembelajaran.
3. Penyelidikan
atau eksperimen dilakukan secara otentik dan menghasilkan produk nyata yang
telah dianalisis dan dikembangkan berdasarkan tema/topik yang disusun dalam
bentuk produk (laporan atau hasil karya). Produk tersebut selanjutnya
dikomunikasikan untuk mendapat tanggapan dan umpan balik untuk perbaikan
produk.
Langkah-langkah
Pembelajaran Berbasis Proyek
Langkah-langkah pembelajaran berbasis proyek telah
dirumuskan secara beragam oleh beberapa ahli pembelajaran. Langkah-langkah
pembelajaran berbasis proyek berikut merupakan hasil pengembangan yang
dilakukan atas langkah-langkah terdahulu. Langkah-langkah pembelajaran berbasis
proyek tersebut disajikan dalam sebagai
berikut:
1. Praproyek
Tahapan ini merupakan kegiatan yang dilakukan guru di luar
jam pelajaran. Pada tahap ini guru merancang deskripsi proyek, menentukan batu
pijakan proyek, menyiapkan media, berbagai sumber belajar, dan kondisi
pembelajaran.
a. Fase
1: Menganalisis Masalah
Pada tahap ini siswa melakukan pengamatan terhadap objek
tertentu. Berdasarkan pengamatannya tersebut siswa mengidentifikasi masalah dan
membuat rumusan masalah dalam bentuk pertanyaan.
b. Fase
2: Membuat Desain dan Jadwal Pelaksanaan Proyek
Pada tahap ini siswa secara kolaboratif baik dengan anggota
kelompok ataupun dengan guru mulai merancang proyek yang akan mereka buat,
menentukan penjadwalan pengerjaan proyek, dan melakukan aktivitas persiapan
lainnya.
c. Fase
3: Melaksanakan Penelitian
Pada tahap ini siswa melakukan kegiatan penelitian awal
sebagai model dasar bagi hasil yang akan dikembangkan. Berdasarkan kegiatan
penelitian tersebut siswa mengumpulkan data dan selanjutnya menganalisis data
tersebut sesuai dengan teknik analisis data yang relevan dengan penelitian yang
dilakukan.
d. Fase
4: Menyusun Draf/Prototipe Produk
Pada tahap ini siswa mulai membuat produk awal sebagaimana
rencana dan hasil penelitian yang dilakukannya.
e. Fase
5: Mengukur, Menilai dan Memperbaiki Produk
Pada tahap ini siswa melihat kembali produk awal yang
dibuat, mencari kelemahan dan memperbaiki produk tersebut. Dalam prakteknya,
kegiatan mengukur dan menilai produk dapat dilakukan dengan meminta pendapat
atau kritik dari anggota kelompok lain ataupun pendapat guru.
f. Fase
6: Finalisasi dan Publikasi Produk
Pada tahap ini siswa melakukan finalisasi produk. Setelah
diyakini sesuai dengan harapan, produk kemudian dipublikasikan.
g. Pasca
Proyek
Pada tahap ini guru menilai, memberikan penguatan, masukan,
dan saran perbaikan atas produk yang telah dihasilkan oleh siswa.
h. Tujuan
Pembelajaran Berbasis Proyek
Pembelajaran berbasis proyek adalah penggerak yang unggul
untuk membantu siswa belajar melakukan tugas-tugas autentik dan multidisipliner,
menggunakan sumber yang terbatas secara efektif dan bekerja dengan orang lain.
Pengalaman di lapangan baik dari guru maupun siswa bahwa pembelajaran berbasis
proyek menguntungkan dan efektif sebagai pembelajaran, selain itu memiliki
nilai tinggi dalam peningkatan kualitas belajar siswa.
Tujuan pembelajaran berbasis proyek adalah membantu siswa
agar dapat meningkatkan kreativitas dan motivasi siswa baik dari segi kualitas
maupun kuantitas. Pembelajaran berbasis proyek merupakan metode pembelajaran
yang berfokus pada siswa dalam kegiatan pemecahan masalah terkait dengan proyek
dan tugas-tugas bermakna lainnya.
Kelebihan
dan Kekurangan Pembelajaran Berbasis Proyek
Memperhatikan tipologi yang unik dan komprehensif, model
pembelajaran berbasis proyek (project based learning) cukup potensial untuk
memenuhi tuntutan pembelajaran. Terkait dengan hal ini, Anatta (Trianto, 2014)
menyebutkan beberapa kelebihan dari model pembelajaran berbasis proyek (project
based learning) di antaranya:
a. Meningkatkan
motivasi, di mana siswa tekun dan berusaha keras dalam mencapai proyek dan
merasa bahwa belajar dalam proyek lebih menyenangkan daripada komponen
kurikulum yang lain.
b. Meningkatkan
sumber yang mendeskripsikan lingkungan belajar berbasis proyek membuat siswa
menjadi lebih aktif dan berhasil memecahkan problem yang kompleks.
c. Meningkatkan
kolaborasi, pentingnya kerja kelompok dalam proyek memerlukan siswa
mengembangkan dan mempraktekkan keterampilan komunikasi. Teori-teori kognitif
yang baru dan konstruktivistik menegaskan bahwa belajar adalah fenomena sosial,
dan bahwa siswa akan belajar lebih di dalam di dalam lingkungan kolaboratif.
d. Meningkatkan
keterampilan mengelola sumber, bila diimplementasikan secara baik maka siswa
akan belajar dan praktik dalam mengorganisasi proyek, membuat alokai waktu dan
sumber-sumber lain seperti perlengkapan untuk menyelesaikan tugas. Sedangkan
Syaiful Djamarah dan Aswan Zain (2006) dalam Trianto (2014) menyatakan tentang
keuntungan dan keunggulan menggunakan model pembelajaran berbasis proyek
(project based learning) yakni:
7. Dapat
merombak pola pikir siswa dari yang sempit menjadi yang lebih luas dan
menyeluruh dalam memandang dan memecahkan masalah yang dihadapi dalam
kehidupan.
8. Membina
siswa menerapkan pengetahuan, sikap dan keterampilan terpadu, yang diharapkan
berguna dalam kehidupan sehari-hari bagi siswa.
9. Sesuai
dengan prinsip-prinsip didaktik modern. Prinsip tersebut dalam pelaksanaannya
harus memperhatikan kemampuan individual siswa dalam kelompok, bahan pelajaran
tidak terlepas dari kehidupan riil sehari-hari yang penuh masalah, pengembangan
kreativitas, aktivitas dan pengalaman siswa banyak dilakukan, menjadikan teori,
praktik, sekolah, dan kehidupan masyarakat menjadi satu kesatuan yang tak
terpisahkan.
kelebihan dari pembelajaran berbasis
proyek
Menurut Moursund beberapa kelebihan dari pembelajaran
berbasis proyek antara lain (Wena, 2012) dalam Nashriah (2014):
1. Meningkatkan
motivasi belajar siswa untuk belajar, mendorong kemampuan mereka untuk
melakukan pekerjaan penting, dan mereka perlu untuk dihargai.
2. Meningkatkan
kemampuan pemecahan masalah.
3. Membuat
siswa menjadi lebih aktif dan berhasil memecahkan problem-problem yang
kompleks.
4. Meningkatkan
kolaborasi.
5. Mendorong
siswa untuk mengembangkan dan mempraktekkan keterampilan komunikasi.
6. Meningkatkan
keterampilan siswa dalam mengelola sumber.
7. Memberikan
pengalaman pembelajaran dan praktek kepada siswa dalam mengorganisasi proyek
dan membuat alokasi waktu dan sumber-sumber lain seperti perlengkapan untuk
menyelesaikan tugas.
8. Menyediakan
pengalaman belajar yang melibatkan siswa secara kompleks dan dirancang untuk
berkembang sesuai dunia nyata.
9. Melibatkan
para siswa untuk belajar mengambil informasi dan menunjukkan pengetahuan yang
dimiliki, kemudian diimplementasikan dengan dunia nyata.
10. Membuat
suasana belajar menjadi menyenangkan, sehingga siswa maupun pendidik menikmati
proses pembelajaran.
kekurangan
dari pembelajaran berbasis proyek
Beberapa kekurangan
dari pembelajaran berbasis proyek
1. Banyaknya
peralatan yang harus disediakan
2. Siswa
yang memiliki kelemahan dalam percobaan dan pengumpulan informasi akan
mengalami kesulitan
3. Ada
kemungkinan siswa kurang aktif dalam kerja kelompok. Ketika topik yang
diberikan kepada masing-masing kelompok berbeda, dikhawatirkan siswa tidak bisa
memahami topik secara keseluruhan.
Untuk mengatasi kekurangan dari pembelajaran berbasis proyek
di atas seorang pendidik harus dapat mengatasi dengan cara memfasilitasi siswa
dalam menghadapi masalah, membatasi waktu siswa dalam menyelesaikan proyek,
meminimalis dan menyediakan peralatan yang sederhana yang terdapat di
lingkungan sekitar, memilik lokasi penelitian yang mudah dijangkau sehingga
tidak membutuhkan banyak waktu dan biaya, menciptakan suasana pembelajaran yang
menyenangkan sehingga instruktur dan siswa merasa nyaman dalam proses
pembelajaran.
C.
Model
Pembelajaran Berbasis Inquiry
Pembelajaran inquiry pada penelitian ini merupakan model
pembelajaran pada proses pembelajaran yang memberikan bimbingan dan
informasi-informasi kepada peserta didik yang dapat dijelaskan sebagai berikut
:
Pengertian
model pembelajaran inquiry
Khoirul Anam ( 2016,h. 7 ) menyatakan tentang model
pembelajaran inquiry adalah:
“Secara bahasa, inquiry
berasal dari kata inquiry yang merupakan kata dalam bahasa Inggris yang
berarti, penyelidikan/meminta keterangan; terjemahan bebas untuk konsep ini
adalah “siswa diminta untuk mencari dan menemukan sendiri”. Dalam konteks
penggunaan inquiry sebagai metode belajar mengajar, siswa ditempatkan sebagai
subjek pembelajaran, yang berarti bahwa siswa memiliki andil besar dalam
menentukan suasana dan model pembelajaran. Dalam metode ini peserta didik
didorong untuk terlibat aktif dalam proses belajar mengajar”.
Dalam pengertian ilmiah
seperti yang di tuangkan dalam dictionary of psychology, proses belajar
diartikan dalam dua koridor utama berikut: proses memperoleh pengetahuan (the
process of acquiring knowledge), dan perubahan kemampuan bereaksi yang relative
lenggeng sebagai hasil dari latihan yang kuat ( a relatively permanent chage in
response potentiality which occurs as a result of reinforced practice). Guru
dan siswa bukan pendekar dan murid yang sedang belajar ilmu kanuragan, dimana
dalam konsidi tertentu, ilmu tersebut dapat diberikan hanya dalam waktu
sekejap, guru dan siswa membutuhkan proses yang panjang dalam mentransfer
pengetahuan. Tugas utama guru (dan juga lembaga terkait) adalah membuat proses
yang panjang tersebut tetap kondusif, aspiratif dan produkstif. Semangat dan
motivasi siswa harus tetap dijaga dan dikembangkan supaya proses belajar terasa
menyenangkan, dengan demikian, materi pelajaran dapat di sampaikan dengan
cepat, tepat dan mudah dicerna.
Menciptakan, menjaga dan
mengembangkan suasana belajar yang kondusif dan produktif merupakan kunci utama
dari keberhasilan proses belajar. Salah satu cara untuk mewujudkan hal tersebut
adalah dengan memosisikan siswa sebagai bagian penting dari proses belajar;
mengajar mereka untuk terlibat aktif dalam setiap proses di dalamnya. Hal ini
di selaraskan dengan maksud dan pengertian dasar dari pembelajaran berbasi
inquiry seperti yang dasar dari pembelajaran berbasis inquiry seperti yang di
ungkapkan oleh W. Gulo dalam Khoirul Anam (2016,hlm.11) mengatakan bahwa:
“Pembelajaran inquiry berarti suatu rangkaian kegiatan belajar yang
melibatkan secara maksimal seluruh kemapuan siswa untuk mencari dan menyelidiki
secara sistematis, kritis, logis, analitis, sehingga mereka dapat merupuskan
sendiri penemuannya dengan penuh percaya diri”.
Langkah-langkah metode
pembelajaran berbasis inquiry
a. Discovery Leraning
Proses pembelajaran yang berfokus pada penemuan masalah (sumber
pembelajaran) yang berasal dari pengalaman-pengalaman nyata siswa. Sehingga
tujuan utama dari discovery learning tidak terletak pada pencarian aplikasi
pengetahuan, melainkan suatu upaya untuk membangun pengetahuan secara induktif
dari pengalaman-pengalaman siswa dan pengalaman merupakan sumber materi yang
dapat dieksplorasi dalam proses pembelajaran.
Dengan menggunakan pengalaman dan kenyataan hidup yang dialami siswa, mereka
di ajak untuk peka terhadap berbagai kejadian yang mereka saksikan atau alami
secara langsung, yakni dengan cara mengenali, menganalisis, dan menemukan
masalah dari kejadina-kejadian tersebut. Kegiatan diawali dengan pengenalan
topik bahasa, guru langsung meminta siswa untuk menggali pengalaman mereka
terkait dengan topik yang akan dibahas tersebut.
b. Interactive demonstration
Secara umum tahapan ini memberikan kesempaan kepada siswa untuk memahami
materi pelajaran melalui demontrasi yang di lakukan oleh guru. Demontrasi
tersebut dapat berupa sains, cuplikan video pendek, maupun cara-cara lain yang
digunakan guru untuk memperagakan materi yang akan di sampaikan. Proses
demontrasi ini berjalan secara interaktif, dimana guru memberikan predikasi dan
penjelasan tentang bagaimana sesuatu dapat terjadi serta membuka ruang
interaksi dengan siswa. Sehingga siswa tidak hanya menyaksikan demontrasi,
tetapi terlibat aktif dengan memberikan pendapat, masukan, atau bahkan kritikan
yang membangun.
c. Inquiry lesson
Tahapan ini merupakan tingkatan dimana keterlibatan aktif siswa menjadikan
kunci pokoknya. Guru hanya akan berperan sebagai pengawasan dan pembimbinng.
Siswa akan diminta untuk melakukan sendiri penelitian atau eksperimen ( sesuai
kebutuhan materi yang dibahas). Tahapan ini merupakan juha tahapan transisi
antara demontrasi dan laboratory experiences (kegiatan laboratorium). Dalam
kegiatan tahap ini siswa akan terlibat dalam kegiatan eksperimen yang lebih
kompleks;
d. Inquiry lab
Dalam tahap ini, proses pembeljaran di fokuskan pada eksperimen,dimana
siswa dengan bimbingan dari guru menguji teori yang telah dipelajari. Meskipun
menggunakan kata “laboratorium”, tahapan ini bukan bearti hanya diperuntukkan
bagi pelajaran sain.
Dalam kegiatan inquiry lab setidaknya terdapat tiga jenis pembelajaran yang
dapat dilakukan yaitu :
1). Guided inquiry lab
2). Bounded inquiry lab
3). Free inquiry lab
e. Hypothetical inquiry
Proses pembelajaran yang pada dasarnya merupakan riset yang dilakukan untuk
memperdalam pemahaman serta keakuratan suatu teori atau feomena. Dalam proses
ini siswa membangun hipotesis yang berasal dari pengujian yang telah mereka
laukan pada tahapan sebelumnya (laboratorium). Hasil yang diperoleh dari tahap
ini pembuktian dari teori-teori tersebut.
Tujuan langkah utama dari
proses pembelajaran ini ialah menemukan penjelasan yang kemudian diikuti dengan
munculnya solusi/jawaban darp permasalahan/fakta yang di angkat dalam
materi/topic pembelajaran. Siswa diberi kesempatan untk mengenali, mamahami,
menguji, dan akhirnya membuat hipotesis untuk setiap permasalahan yang
disajikan; siswa dapat menemukan atau membanguan permasalahan itu sendiri.
Tabel
1.1
Tahapan
pembelajaran inquiry
Tahap
|
Tingkah Laku Guru
|
Terkontrol
|
Guru menentukan topic atau materi pelajaran, siswa
mengikuti instruksi dari guru.
|
Terbimbing
|
Guru bebas menentukan gaya belajar, namun tetap sesuai
dengan bimbingan guru.
|
Terencana
|
Siswa dan guru terlibat aktif dalam seluruh proses
pembelajaran mulai darp pemilihan tema/topic, proses belajar, hingga model
penugasan.
|
Bebas
|
Siswa belajar secara mandiri mereka membangun masalah
dan memecahkan masalah tersebut dengan usaha mereka sendiri; guru hanya
bertindak sebagai fasilitator.
|
D.
Model Pembelajaran Berbasis CTL
Pengertian
Pembelajaran Kontekstual
Pembelajaran kontekstual pada awalnya dikembangkan oleh John
Dewey dari pengalaman pembelajaran tradisionalnya. Pada tahun 1918 Dewey
merumuskan kurikulum dan metodologi pembelajaran yang berkaitan dengan
pengalaman dan minat siswa. Siswa akan belajar dengan baik jika yang
dipelajarinya terkait dengan pengetahuan dan kegiatan yang telah diketahuinya
dan terjadi di sekelilingnya.
Kata kontekstual (contextual) berasal dari kata context yang
berarti ”hubungan, konteks, suasana dan keadaan (konteks) ” Adapun pengertian
CTL menurut Tim Penulis Depdiknas adalah sebagai berikut: Pembelajaran
Konstektual adalah konsep belajar yang membantu guru mengaitkan antara materi
yang diajarkannya dengan situasi dunia nyata siswa dan mendorong siswa membuat
hubungan antara pengetahuan yang dimilikinya dengan penerapannya dalam
kehidupan mereka sehari-hari, dengan melibatkan tujuh komponen utama
pembelajaran efektif, yakni: konstruktivisme (constructivism), bertanya
(questioning), menemukan (inquiry),
masyarakat belajar (learning community), pemodelan (modeling), refleksi
(reflection) dan penelitian sebenarnya (authentic assessment).
Proses pembelajaran
berlangsung alamiah dalam bentuk kegiatan siswa bekerja dan mengalami, bukan
mentransfer pengetahuan dari guru ke siswa, strategi pembelajaran lebih
dipentingkan daripada hasil. Siswa didorong untuk mengerti apa makna belajar,
apa manfaatnya, dan bagaimana mencapainya. Dengan demikian mereka akan
memposisikan dirinya sebagai pihak yang memerlukan bekal untuk hidupnya nanti.
Sementara itu, Howey R, Keneth, 2001) mendefinisikan CTL sebagai:
“Contextual teaching is
teaching that enables learning in wich student aploy their academic
understanding and abilities in a variety of in-and out of school context to
solve simulated or real world problems, both alone and with others” (CTL adalah
pembelajaran yang memungkinkan terjadinya proses belajar di mana siswa
menggunakan pemahaman dan kemampuan akademiknya dalam berbagai konteks dalam
dan luar sekolah untuk memecahkan masalah yang bersifat simulatif ataupun
nyata, baik sendiri-sendiri maupun bersama-sama.
Karakteristik Pembelajaran
Kontekstual
Menurut Johnson dalam Nurhadi (2002 : 13), ada 8 komponen yang menjadi
karakteristik dalam pembelajaran kontekstual, yaitu sebagai berikut :
1.
Melakukan
hubungan yang bermakna (making meaningfull connection)
Siswa dapat mengatur diri sendiri sebagai orang yang
belajar secara aktif dalam mengembangkan minatnya secara individual, orang yang
dapatbekerja sendiri atau bekerja dalam kelompok, dan orang yang dapatbelajar
sambil berbuat (learning by doing).
2.
Melakukan kegiatan-kegiatan yang signifikan
(doing significant work)
Siswa membuat hubungan-hubungan antara sekolah dan
berbagai konteks yang ada dalam kehidupan nyata sebagai pelaku bisnis dan
sebagai anggota masayarakat.
3.
Belajar
yang diatur sendiri (self-regulated learning)
Siswa melakukan kegiatan yang signifikan : ada tujuannya,
ada urusannya dengan orang lain, ada hubungannya dengan penentuan pilihan, dan
ada produknya atau hasilnya yang sifatnya nyata.
4.
Bekerja
sama (collaborating)
Siswa dapat bekerja sama. Guru dan siswa bekerja secara
efektif dalam kelompok, guru membantu siswa memahami bagaimana mereka saling
mempengaruhi dan salingberkomunikasi.
5.
Berpikir
kritis dan kreatif (critical and creative thinking)
Siswa dapat menggunakan tingkat berpikir yang lebih
tinggi secara kritis dan kreatif : dapat menganalisis, membuat sintesis,
memecahkan masalah, membuat keputusan, dan menggunakan logika dan bukti-bukti.
6.
Mengasuh
atau memelihara pribadi siswa (nurturing the individual)
Siswa memelihara pribadinya : mengetahui, memberi
perhatian, memberi harapan - harapan yang tinggi, memotivasi dan memperkuat
diri sendiri. Siswa tidak dapat berhasil tanpa dukungan orang dewasa.
7.
Mencapai
standar yang tinggi (reaching high standard)
Siswa mengenal dan mencapai standar yang tinggi :
mengidentifikasi tujuan dan memotivasi siswa untuk mencapainya. Guru
memperlihatkan kepada siswa cara mencapai apa yang disebut “excellence”.
8.
Menggunakan
penilain autentik (using authentic assessment)
Siswa menggunakan pengetahuan akademis dalam konteks
dunia nyata untuk suatu tujuan yang bermakna. Misalnya, siswa boleh
menggambarkan informasi akademis yang telah mereka pelajari untuk
dipublikasikan dalam kehidupan nyata.
Komponen Pembelajaran
Kontekstual
Terdapat 7
(tujuh) komponen pembelajaran kontekstual yaitu konstruktivisme, penemuan,
bertanya, masyarakat belajar, pemodelan, refleksi, dan penilaian otentik.
1.
Konstruktivisme
(Constructivism).
Konstruktivisme
adalah mengembangkan pemikiran siswa akan belajar lebih bermakna dengan cara
bekerja sendiri, menemukan sendiri, dan mengkonstruksi sendiri pengetahuan dan
keterampilan barunya. Menurut Sardiman, teori atau aliran ini merupakan
landasan berfikir bagi pendekatan kontekstual (CTL). Pengetahuan riil bagi para
siswa adalah sesuatu yang dibangun atau ditemukan oleh siswa itu sendiri. Jadi
pengetahuan bukanlah seperangkat fakta, konsep atau kaidah yang diingat siswa,
tetapi siswa harus merekonstruksi pengetahuan itu kemudian memberi makna
melalui pengalaman nyata.
2.
Menemukan
(Inquiry).
Menemukan atau
inkuiri adalah proses pembelajaran yang didasarkan pada proses pencarian
penemuan melalui proses berfikir secara sistematis, yaitu proses pemindahan
dari pengamatan menjadi pemahaman sehingga siswa belajar mengunakan
keterampilan berfikir kritis.
Menurut Lukmanul
Hakiim, guru harus merencanakan situasi sedemikian rupa, sehingga para siswa
bekerja menggunakan prosedur mengenali masalah, menjawab pertanyaan,
menggunakan prosedur penelitian/investigasi, dan menyiapkan kerangka berfikir ,
hipotesis, dan penjelasan yang relevan dengan pengalaman pada dunia nyata.
3.
Bertanya
(questioning).
Bertanya, yaitu
mengembangkan sifat ingin tahu siswa melalui dialog interaktif melalui tanya
jawab oleh keseluruhan unsur yang terlibat dalam komunitas belajar. Dengan
penerapan bertanya, pembelajaran akan lebih hidup, akan mendorong proses dan
hasil pembelajaran yang lebih luas dan mendalam. Dengan mengajukan pertanyaan,
mendorong siswa untuk selalu bersikap tidak menerima suatu pendapat, ide atau
teori secara mentah. Ini dapat mendorong sikap selalu ingin mengetahui dan
mendalami (curiosity) berbagai teori, dan dapat mendorong untuk belajar lebih
jauh.
4.
Masyarakat
Belajar (learning community).
Konsep masyarakat
belajar (learning community) ialah hasil pembelajaran yang diperoleh dari
kerjasama dengan orang lain. Guru dalam pembelajaran kontekstual (CTL) selalu
melaksanakan pembelajaran dalam kelompok-kelompok yang anggotanya heterogen.
Siswa yang pandai mengajari yang lemah, yang sudah tahu memberi tahu yang belum
tahu, dan seterusnya.
Dalam praktiknya
“masyarakat belajar” terwujud dalam pembentukan kelompok kecil, kelompok besar,
mendatangkan ahli ke kelas, bekerja sama dengan kelas paralel, bekerja kelompok
dengan kelas di atasnya, bekerja sama dengan masyarakat.
5.
Pemodelan
(modeling)
Dalam
pembelajaran keterampilan atau pengetahuan tertentu, perlu ada model yang bisa
ditiru oleh siswa. Model dalam hal ini bisa berupa cara mengoperasikan, cara
melempar atau menendang bola dalam olah raga, cara melafalkan dalam bahasa
asing, atau guru memberi contoh cara mengerjakan sesuatu.
Guru menjadi
model dan memberikan contoh untuk dilihat dan ditiru. Apapun yang dilakukan
guru, maka guru akan bertindak sebagai model bagi siswa. Ketika guru sanggup
melakukan sesuatu, maka siswapun akan berfikir sama bahwa dia bisa melakukannya
juga.
6.
Refleksi
(reflection).
Refleksi
merupakan upaya untuk melihat, mengorganisir, menganalisis, mengklarifikasi,
dan mengevaluasi hal-hal yang telah dipelajari.
Realisasi praktik
di kelas dirancang pada setiap akhir pembelajaran, yaitu dengan cara guru
menyisakan waktu untuk memberikan kesempatan bagi para siswa melakukan refleksi
berupa : pernyataan langsung siswa tentang apa-apa yang diperoleh setelah
melakukan pembelajaran, catatan atau jurnal di buku siswa, kesan dan saran
siswa mengenai pembelajaran hari itu, diskusi, dan hasil karya.
7.
Penilaian
Otentik (authentic assessment).
Pencapaian siswa
tidak cukup hanya diukur dengan tes saja, hasil belajar hendaknya diukur dengan
assesmen autentik yang bisa menyediakan informasi yang benar dan akurat
mengenai apa yang benar-benar diketahui dan dapat dilakukan oleh siswa atau
tentang kualitas program pendidikan.
Penilaian otentik
merupakan proses pengumpulan berbagai data untuk memberikan gambaran
perkembangan belajar siswa. Data ini dapat berupa tes tertulis, proyek (laporan
kegiatan), karya siswa, performance (penampilan presentasi) yang terangkum
dalam portofolio siswa.
Langkah-Langkah Pembelajaran
Kontekstual
Langkah-langkah pembelajaran CTL antara lain :
1.
Mengembangkan
pemikiran bahwa anak akan belajar lebih bermakna dengan cara bekerja
sendiri,menemukan sendiri ,dan mengkonstruksi sendiri
pengetahuan dan ketrampilan barunya.
2.
Melaksanakan
sejauh mungkin kegiatan inquiri untuk semua topik.
3.
Mengembangkan
sifat ingin tahu siswa dengan bertanya.
4.
Menciptakan
masyarakat belajar.
5.
Menghadirkan
model sebagia contoh belajar.
6.
Melakukan
refleksi diakhir pertemuan.
7.
Melakukan
penialain yang sebenarnya dengan berbagai cara.
E.
Kompetensi Abad 21
Pembelajaran abad 21
dituntuk berbasis teknologi untuk menyeimbangkan tuntutan zaman era milenial
dengan tujuan peserta didik akan terbiasa dengan kecakapan hidup abad 21. Oleh
karena itu pemerintah merancang pembelajaran abad 21 melalui kurikulum 2013
yang berbasis pada siswa. Sekolah formal pembelajaran sudah dituntut untuk
menerapkan kemampuan 4C (Critical Thinking, Communication, Collaboration,
Creativity), dalam membiasakan menerapkan 4C dalam kehidupan sehari-hari.
(Prihadi, 2017).
Keterampilan 4C wajib
dikuasai dan dimiliki oleh setiap peserta didik guna menghadapi tantangan abad
21. Adapun menurut Anies Baswedan (Republika, 2016) keterampilan 4C adalah :
1.
Critical
Thinking (berpikir kritis) yaitu kemampuan siswa dalam berpikir kritis berupa
bernalar, mengungkap, menganalisis, dan menyelesaikan masalah.
2.
Communication
(komunikasi) yaitu bentuk nyata keberhasilan Pendidikan dengan adanya
komunikasi yang baik dari para pelaku Pendidikan demi peningkatan kualitas
Pendidikan.
3.
Collaboration
(kolaborasi) yaitu kemampuan bekerja sama, saling bersinergi dengan berbagai
pihak dan tanggung jawab dengan diri sendiri, masyarakat dengan lingkungan.
Dengan demikian ia akan senantiasa berguna bagi lingkungannya.
4.
Creativity
(kreativitas) yaitu kemampuan untuk menghasilkan sesuatu yang baru. Kreativitas
peserta didik perlu diasah setiap hari agar menghsilkan terobosan atau inovasi
baru bagi dunia Pendidikan. Kretivitas membekali peserta didik yang memiliki
daya saing dan memberikan sejumlah peluang baginya untuk dapat memenuhi segala
kebutuhan hidupnya.
Dengan keterampilan 4C peserta didik diharapkan
mampu berinteraksi dengan orang lain dan lingkungan serta membangun makna serta
menghargai dan menyesuaikan diri dengan cara yang tepat.
Kementerian Pendidikan dan kebudayaan (2013:1)
memaparkan bahwa pengembangan kurikulum 2013 dapat menghasilkan insan Indonesia
yang produktif, kreatif, inovtif, dan efektif melalui penguatan sikap (tahu
mengapa), keterampilan (tahu bagaimana), dan pengetahuan (tahu apa) yang
terintegrasi. Empat prinsip yang dikenal sebagai empat pilar Pendidikan adalah:
1.
Learning to
Know
Belajar mengetahui merupakan kegiatan untuk memperoleh, memeperdalam dan
memanfaatkan materi pengetahuan (Zubaidah, 2017). Belajar untuk mengetahui
dengan cara berpikir kreatif untuk mengetahui akar suatu permasalahan.
2.
Learning to Do
Agar mampu menyesuaikan diri dan berpartisipasi dalam masyarakat yang
berkembang sangat cepat, maka individu perlu belajar berkarya (Zubaidah,2017).
Belajar untuk melakukan yaitu mencari jalan keluar dari suatu masalah sebelum
bertindak.
3.
Learning to Be
Keterampilan akademik dan kognitif memang keterampilan yang penting bagi
seorang siswa, namun bukan merupakan satu-satunya keterampilan yang diperlukan
siswa untuk menjadi sukses (Zubaidah,2017). Belajar untuk menjadi manusia
mandiri yang utuh.
4.
Learning to
Live Together
Siswa yang bekerja secara kooperatif dapat mencapai level kemampuan yang
lebih tinggi jika ditinjau dari hasil pemikiran dan kemampuan untuk menyimpan
informasi dalam jangka waktu yang Panjang dari pada siswa yang bekerja secara individu
(Zubaidah,2017). Belajar bekerja sama dalam kelompok-kelompok kecil mampu
membuat peserta didik terbiasa untuk berkolaborasi dengan sesamanya.
Empat pilar kegiatan pembelajaran diatas berfokus
pada siswa guna menghasilkan pembelajaran bermakna sebagai jawaban atas inovasi
Pendidikan menghadapi abad 21.
Disamping 4C, kemendikbud juga meluncurkan program
GLS
( Gerakan Literasi Sekolah)
sebagai upaya pemerintah menjadikan Pendidikan berkualitas dengan budaya
literasi membaca dan menulis (Suragangga, 2016).
Dalam permendikbud nomor 23 tahun 2015 telah
menyadari pentingnya penumbuhan karakter peserta didik melalui kebijakan
membaca selama 15 menit sebelum pelajaran dimulai. Kementrian Pendidikan dan
kebudayaan (2016:7-8) menjelaskan bahwa GLS merupaka suatu usaha atau kegiatan
yang bersifat partisipatif, dengan melibatkan warga sekolah, akademisi,
masyarakat, dunia usaha.
Menurut Abidin (2017), ciri-ciri dari sekolah
literasi adalah sebagai berikut :
1.
Bervisi
literasi adalah sekolah memiliki visi, misi, tujuan, setrategi pencapaian dan
sasaran program secara jelas.
2.
Memiliki SDM
yang peduli literasi yaitu warga sekolah satu misi untuk mengembangkan sekolah
literasi melalui pengembangan sekolah literasi.
3.
Memiliki
sarana berliterasi yaitu memiliki ruang bagi peserta didik untuk menyalurkan
minat dan motivasinya dalam melakukan kegiatan literasi baik kegiatan membaca
maupun lainnya.
4.
Memiliki ragam
berliterasi yaitu memiliki program yang membentuk kebiasaan dan budaya siswa
dalam membaca, menulis dan berbicara dalam multikonteks dan multibudaya, dengan
kata lain program sekolah bersifat berkelanjutan, fleksibel, dan komprehensif.
5.
Menerapkan
pembelajaran literasi yaitu menerapkan metode atau model pembelajaran literasi
yang susuai dengan karakteristik peserta didik dan kurikulum yang berlaku.
BAB
III
PENUTUP
A.
KESIMPULAN
Model pembelajaran adalah suatu perencanaan atau
suatu pola yang digunakan sebagai
pedoman dalam merencanakan pembelajaran di kelas atau pembelajaran dalam
tutorial. Model pembelajaran mengacu pada pendekatan pembelajaran yang akan
digunakan, termasuk di dalamnya tujuan pengajaran, tahap-tahap dalam kegiatan
pembelajaran, lingkungan pembelajaran dan pengelolaan kelas.
a)
Model
Pembelajaran Berbasis Problem Based Learning
1.
Pengertian pembelajaran Berbasis Problem
Based Learning
2.
Tujuan Problem Based Learning (PBL)
3.
Karakteristik Project Based Learning
4.
Langkah proses Problem Based
Learning
5.
Keunggulan Problem Based Learning
6.
Kelemahan Problem Based Learning
b)
Model
Pembelajaran Berbasis Project Based Learning
1.
Pengertian
pembelajaran Berbasis Based Learning
2.
Karakteristik dan Prinsip-prinsip
Pembelajaran Berbasis Proyek (project based learning)
3.
Prinsip-prinsip pembelajaran Berbasis
Proyek
4.
Langkah-langkah Pembelajaran Berbasis Proyek
5.
Kelebihan dan Kekurangan Pembelajaran
Berbasis Proyek
c)
Model
Pembelajaran Berbasis Inquiry
1.
Pengertian model pembelajaran inquiry
2.
Langkah-langkah
metode pembelajaran berbasis inquiry
d)
Model Pembelajaran Berbasis CTL
1.
Pengertian Pembelajaran Kontekstual
2.
Karakteristik
Pembelajaran Kontekstual
3.
Komponen
Pembelajaran Kontekstual
4.
Langkah-Langkah
Pembelajaran Kontekstual
e.
Kompetensi Abad 21
Pembelajaran abad 21
dituntuk berbasis teknologi untuk menyeimbangkan tuntutan zaman era milenial
dengan tujuan peserta didik akan terbiasa dengan kecakapan hidup abad 21. Oleh
karena itu pemerintah merancang pembelajaran abad 21 melalui kurikulum 2013 yang
berbasis pada siswa. Sekolah formal pembelajaran sudah dituntut untuk
menerapkan kemampuan 4C (Critical Thinking, Communication, Collaboration,
Creativity), dalam membiasakan menerapkan 4C dalam kehidupan sehari-hari.
(Prihadi, 2017).
DAFTAR PUSTAKA
Abidin, Yunus, dkk. (2017). Pembelajaran
Literasi. Jakarta: Bumi Aksara.
Depdiknas, Pembelajaran dan
Pengajaran Kontekstual,(Jakarta: Direktorat Sekolah Lanjutan Pertama
Direktorat Jenderal Pendidikan Dasar dan Menengah: 2003).
Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan
RI. (2013). Panduan Implementasi Kurikulum 2013. Jakarta: Kementerian
Pendidikan dan Kebudayaan RI.
Mulyasa, H.E., Pengembangan dan
Implementasi Kurikulum 2013, (Bandung: Remaja Rosdakarya, 2013).
Nurhadi, Pendekatan Kontekstual (Contextual
Teaching and Learning), (Jakarta: Departemen Pendidikan Nasional, Direktorat Jenderal Pendidikan Dasar dan
Menengah, Direktorat PLP, 2002).
Prihadi, Singgih. (2017). Penguatan
Keterampilan Abad 21 Melalui Pembelajaran Mitigasi Bencana Banjir. Prosiding
Seminar Nasional PendidikanGeografi FKIP UMP 2017, 45-50.
Rusman, Model-Model Pembelajaran:
Mengembangkan Profesionalisme Guru, (Jakarta: Rajawali Pers, 2011).
Suragangga, I Made Ngurah. (2016).
Mendidik Lewat Literasi untuk Pendidikan Berkualitas. Jurnal Penjaminan Mutu.
154-163.
Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan
RI. (2016). Desain Induk Gerakan Literasi Sekolah. Jakarta: Kementerian
Pendidikan dan Kebudayaan RI.
Zubaidah, Siti. (2017). Keterampilan
Abad Ke-21: Keterampilan yang Diajarkan Melalui Pembelajaran. Universitas
Negeri Malang. 2-17.