DASAR-DASAR
ATAU KAIDAH SEMANTIK
BAHASA
INDONESIA
DAFTAR ISI
HALAMANJUDUL
DAFTAR ISI......................................................................................................... i
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar
Belakang .......................................................................................... 1
B. Rumusan
Masalah ..................................................................................... 1
C. Tujuan
Penulisan ....................................................................................... 2
BAB II PEMBAHASAN
A. Pengertian
Sistematik ............................................................................... 3
B. Pengertian
Tanda, Lambang, Konsep, dan Definisi ................................. 4
C. Jenis-
jenis Semantik ................................................................................. 5
D. Pengertian
Makna ................................................................................... 10
E. Faktor
Perubahan Makna ........................................................................ 11
F. Jenis
Makna Merupakan Pendapat Ahli.................................................. 14
G. Jenis
Perubahan Makna............................................................................ 17
BAB III PENUTUP
A. Kesimpulan
............................................................................................. 20
B. Saran........................................................................................................ 20
DAFTAR PUSTAKA
BAB I
PENDAHULUAN
Semantik merupakan salah satu cabang
linguistik yang berada pada tataran makna. Verhaar, dalam Pateda (2010:7)
mengatakan bahwa semantik adalah teori makna atau teori arti ( Inggris
semantics kata sifatnya semantic yang dalam Bahasa Indonesia dipadankan dengan
kata semantik sebagai nomina dan semantis sebagai ajektiva). Kata semantik
disepakati sebagai istilah yang digunakan untuk bidang linguistik ynag
mempelajari hubungan antara tanda-tanda linguistik dengan hal-hal yang
ditandainya, (Chaer, 1995 :2).
Sejalan dengan berkembangnya zaman perkembangan bahasa pun
juga ikut berkembang dan mengalami pergeseran-pergeseran makna. Pergeseran
makna bahasa memang tidak dapat dihindari, hal ini dipengaruhi oleh banyak
faktor yang nantinya akan di bahas secara mendalam di dalam pembahasan. Atas
dasar itu, tidak mengherankan dalam beberapa tahun terakhir ini di Indonesia
muncul berbagai kata yang memiliki banyak makna baru.Meski demikian makna yang
melekat terlebih dahulu tidak serta merta hilang begitu saja.Perubahan makna
suatu kata yang terjadi, terkadang hampir tidak disadari oleh pengguna bahasa
itu sendiri.Untuk itu perlu bagi kita mengetahui dan memahami ilmu kebahasaan
secara utuh.
B.
Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang yang penulis uraikan, maka penulis mengambil rumusanmasalah sebagai berikut :
1. Apakah pengertian semantik ?
2. Apakah tanda, lambang, konsep dan
defenisi?
3. Bagaimanakah jenis-jenis semantik?
4. Apakah pengertian makna?
5. Apakah faktor perubahan makna ?
6. Bagaimanakah jenis-jenis makna
menurut para ahli?
7. Bagaimanakah jenis perubahan makna ?
Tujuan pembuatan makalah ini adalah :
1. Untuk memenuhi tugas mata kuliah Kajian Bahasa Indonesia
2. Menjelaskan Pengertian Semantik
3. Memamparkan Tanda, lambang, Konsep
dan Defenisi
4. Memaparkan jenis-jenis Semantik
5. Menjelaskan pengertian makna
6. Memaparkan Faktor perubahan makna
7. Memaparkan jenis-jenis makna menurut
para ahli
8. Memaparkan jenis perubahan makna
BAB II
PEMBAHASAN
A.
Pengertian Sematik
Semantik dalam bahasa Indonesia
berasal dari bahasa Yunani ‘semainein’ yang berarti ‘bermakna’. Kata bendanya
adalah ‘sema’ yang berarti ‘tanda’ atau ‘lambang’.Kata kerjanya adalah
‘semaino’ yang berarti ‘menandai’ atau ‘memaknai’. Yang dimaksud tanda atau
lambang disini adalah tanda-tanda linguistik (Perancis : signé linguistique).
Menurut Ferdinan de Saussure (1966), tanda lingustik terdiri dari : 1) Komponen
yang menggantikan, yang berwujud bunyi bahasa. 2) Komponen yang diartikan atau
makna dari komopnen pertama. Kedua komponen ini adalah tanda atau lambang, dan
sedangkan yang ditandai, dilambangkan atau dimaknai adalah sesuatu yang berada
di luar bahasa, atau yang lazim disebut sebagai referent / acuan / hal yang
ditunjuk.
Banyak
ahli yang telah berusaha untuk mendefinisikan atau memberikan batasan tentang
semantik.Ternyata dari pengertian tersebut ada pula yang berbeda. Berikut
pengertian semantic menurut para ahli :
1.
Semantik adalah cabang
linguistik yang bertugas semata-mata meneliti makna (Verhaar,1964:1)
2.
Semantik adalah studi
tentang makna [(Palmer, 1981: 9) dan (Aminudin1983:15)]
3.
Semantik adalah studi
tentang makna bahasa (Katz, 1971: 3)
Jika kita telaah dari ketiga
pengertian di atas, maka pengertian semantik menurut Verhaar adalah terasa
sempit, karena semantik hanya menelaah makna kata, sedangkan dalam ilmu
linguistik mengkaji pula tentang frasa, klausa, kalimat, dan wacana. Pengertian
menurut Palmer dan Aminudin kajiannya sangat luas, karena tidak hanya mengkaji
makna satuan-satuan bahasa saja, namun memungkinkan adanya pemaknaan dari
berbagai bidang telaahan/studi.Berikutnya pengertian menurut Katz kajiannya
tidak terlalu sempit dan juga tidak terlalu luas. Hal ini diperkuat oleh
pendapat Leech 1974: x bahwa ‘semantik adalah salah satu cabang linguistik,
yaitu kajian ilmu yang mengkaji bahasa. Lebih lanjut ia mengemukakan bahwa
fonologi dan sintaksis mengkaji struktur bahasa, sedangkan semantik mengkaji
makna yang diungkapkan dalam struktur tersebut.
B.
Pengertian Tanda, Lambang, Konsep, dan Definisi
Tanda dalam bahasa Indonesia
pertama-tama adalah berarti “bekas”. Pukulan rotan yang cukup keras pada
punggung akan memberi bekas. Bekas pukulan itu, yang berwarna kemerahan,
menjadi tanda akan telah terjadi suatu pukulan dengan rotan pada tempat
tersebut. Dari contoh diatas kita dapat melihat bahwa dengan hal yang ditandai
bersifat langsung.
Lambang sebenarnya juga adalah tanda.
Hanya bedanya lambang ini tidak memberi tanda secara langsung, melainkan
melalui sesuatu yang lain. Warna merah pada bendera sang merah putih merupakan
lambang “kesucian”. Seperti kata Ogden dan Richard (1972 : 9) lambang
ini bersifat konvensional, perjanjian, tetapi ia dapat diorganisir, direkam dan
dikomunikasikan.
Bunyi-bunyi bahasa atau satuan bahasa
sebenarnya termasuk lambang sebab sifatnya konvensional. Untuk memahami makna
atau yang diacu oleh bunyi-bunyi bahasa itu kita harus mempelajarinya.
Simbol adalah kata serapan yang
berpadangan dengan kata
Indonesia lambang. Dalam karangan ini kedua kata itu dianggap mewakili konsep
yang sama, meskipun mungkin distribusi penggunaan berbeda.
Lambang bahasa yang berupa kata,
gabungan kata, maupun satuan ujaran lainnya sama dengan lambang dan tanda dalam
bidang lain “mewakili” suatu konsep yang berada didunia ide atau pikiran kita.
Umpamanya kata (kursi) “mewakili” suatu konsep dalam benak kita berupa benda
yang bisa digunakan sebagai tempat duduk dengan wujudnya yang sedemikian rupa
sehingga nyaman untuk di duduki.
Konsep sebagai referen dari suatu
lambang memang tidak pernah bisa “sempurna”. Oleh karena itulah, kalau kita
menyebut (kursi) atau (pemuda) atau lambang apa saja, orang sering bertanya
“apa yang anda maksud dengan kursi itu ?” atau juga “apa atau siapa yang anda
maksud dengan pemuda itu? Semua itu berusaha merumuskan konsep-konsep yang ada
dalam dunia, idenya dalam suatu rumusan yang disebut definisi atau batasan.
Secara umum definisi atau batasan ini memberi rumusan yang lebih teliti
mengenai suatu konsep.
C.
Jenis-jenis Semantik
Beberapa jenis semantik yang dibedakan
berdasarkan tataran atau bagian dari bahasa itu yang menjadi objek
penyelidikannya, yaitu:
·
Semantik
Leksikel
Leksikel adalah bentuk ajektif yang diturunkan
dari bentuk nomina leksikon (vocabulary, kosakata,
pembendaharaan kata). Satuan dari leksikon adalah leksem, yaitu satuan kata
yang bermakna ( Chaer, 2002: 60 dalam Wahab 1995 ). Kalau leksikon disamakan dengan kosakata atau
perbendaharaan kata, maka leksem dapat disamakan dengan kata. Dengan demikian,
makna leksikel dapat diartikan sebagai makna yang bersifat leksikon, bersifat
leksem, atau bersifat kata.
·
Semantik
Gramatikal
Tataran tata bahasa atau gramatika
dibagi menjadi dua subtataran, yaitu morfologi dan sintaksis. Morfologi adalah
cabang linguistik yang mempelajari struktur intern kata, serta proses-proses
pembentukannya; sedangkan sintaksis adalah studi mengenai hubungan kata dengan
kata dalam membentuk satuan yang lebih besar, yaitu frase, klausa, dan kalimat.
Satuan-satuan morfologi, yaitu morfem dan kata, maupun satuan sintaksis yaitu
kata, frase, klausa, dan kalimat, jelas ada maknanya. Baik proses morfologi dan
proses sintaksis itu sendiri juga makna. Oleh karena itu, pada tataran ini ada
masalah-masalah semantik yaitu yang disebut semantik gramatikal karena objek
studinya adalah makna-makna gramatikal dari tataran tersebut.
·
Semantik
Kalimat
Verhaar (1978: 126 dalam Parera 2004) mengutarakan
semantik kalimat yang membicarakan hal-hal seperti soal topikalisasi kalimat
yang merupakan masalah semantik, namun bukan masalah ketatabahasaan. Tentang
semantik kalimat ini menurut beliau memang masih belum banyak menarik perhatian
para ahli linguistik.
·
Perkembangan Semantik
Semantik merupakan cabang ilmu linguistik yang dikhususkan mengkaji
Semantik merupakan cabang ilmu linguistik yang dikhususkan mengkaji
tentang
makna bahasa.
Pada tahun 1820-1925 seorang ahli
klasik yang bernama C. Chr. Reisig telah mengemukakan konsep baru tentang
gramatika. Ia berpendapat bahwa gramatika terdiri atas tiga unsure utama, yaitu
a. Semasiologi: studi atau kajian
tenatang tanda :;
b. Sintaksis: studi atau kajian tentang
kalimat;
c. Etimologi: studi atau kajian tentang
asal-usul kata, perubahan bentuk kata, dan perubahan makna.
Perkembangan
semantik masih berlanjut dengan paradigma bahwa puluhan tahun sebelum munculnya
Stern telah ditemukan kegiatan dalam pengumpulan bahan perkuliahan dari seorang
guru Ferdinan de Saussure, dari sini muncul lah karya seassure dan menimbulkan
perbedaan pandangan tentang semantik. Perbedaan itu antara lain :
a.
Pandangan atau pendekatan historis (diakronis) mulai
ditinggalkan dan beranjak pada pendekatan deskriptif (sinkronis);
b.
Semantik mulai dipengaruhi statistika;
c.
Studi semantik terarah pada bahasa tertentu, tidak
bersifat umum;
d.
Hubungan antara bahasa dengan pikiran mulai dipelajari;
e.
Semantik telah melepaskan diri dari filsafat, tetapi
tidak berarti bahwa filsafat tidak membantu perkembangan semantik (Ulman, 1977:
8).
Hubungan Semantik dengan Ilmu Lain
Pada uraian di muka telah dijelaskan
bahwa semantik adalah ilmu yang mengkaji makna bahasa. Bahasa memiliki beberapa
fungsi yang cukup kompleks, antara lain:
a.
Instrumental: alat untuk memenuhi kebutuhan material ;
b.
Regulatory: mengatur dan mengontrol perilaku individu yang
satu dengan yang lain dalam suatu hubungan social ;
Interaksional: menciptakan jalinan hubungan antara individu yang satu dengan yang lain;
Interaksional: menciptakan jalinan hubungan antara individu yang satu dengan yang lain;
c.
Personal: media identifikasi dan ekspresi diri ;
d.
Heuristik: untuk menjelajahi, mempelajari, memahami dunia sekitar
e.
Imajinatif: mengkreasikan dunia dalam kesadaran dunia batin
seseorang
f.
Informative: media penyampai pesan dalam kegiatan
komunikasi, media penafsir keseluruhan pengalaman batin seseorang (Aminudin,
1988: 18)
Selain
dari beberapa hal tentang hubungan semantik dengan ilmu lain di atas, ternyata
semantik pun memiliki keterhubungan dengan disiplin ilmu lainnya, yaitu
filsafat, psikologi, antropologi, sastra dan linguistic.
1)
Semantik dan Filsafat
Filsafat
merupakan ilmu yang mengkaji kearifan, pengetahuan, dan hakikat realitas.
Dengan ini, semantik dalam kajian ilmu filsafat memiliki fungsi yakni ketepatan
dalam menyusun simbol bahasa agar membentuk sebuah pola kalimat atau struktur
realitas secara benar. Perhatikan contoh berikut: “Andi dan Anita mulai gawat
darurat.” Bisa saja dimaknai “Andi dan Anita sakit keras.”Sementara yang
dimaksud penutur adalah “Hubungan Andi dan Anita sudah tidak harmonis.”Hal ini
meyakinkan bahwa penggunaan logika dalam sebuah bahasa sangatlah penting,
sebaliknya yakni tanpa penggunaan logika dalam menyusun kalimat, memungkinkan
munculnya salah penafsiran antar penutur dan penerima.
2)
Semantik dan Psikologi
Psikologi
adalah ilmu yang mengkaji hakikat dan gerak-gerak jiwa. Psikologi mengkaji
tentang kebermaknaan jiwa, sedangkan semantik kebermaknaan kata atau satuan
ujaran dalam bahasa. Dengan kata lain, keberadaan kata tidak hanya dimaknai
dalam struktur bunyi dan bentuk tulisannya saja, namun pada makna yang
terkandung dalam satuan bahasa tersebut. Missal: “Kau ini seperti kelelawar!” dapat
kita simpulkan, sikap marah yang dimunculkan oleh orang tua telah diasosiasikan
terhadap perilaku kelelawar.
.
3)
Semantik dan Antropologi serta Sosiologi
Semantik
dianggap berkepentingan dengan antropologi dikarenakan analisis makna pada
sebuah bahasa, menalui pilihan kata yang dipakai penuturnya, akan dapat
menjanjikan klasifikasi praktis tentang kehidupan budaya Penggunaan / pemilihan
kata ‘ngelih’ atau penuturnya. Contohnya : ‘lesu’ yang sama-sama berarti
‘lapar’ dapat mencerminkan budaya penuturnya. Karena kata ‘ngelih’ adalah
sebutan untuk ‘lapar’ bagi masyarakat Jogjakarta.Sedangkan kata ‘lesu’ adalah
sebutan untuk ‘lapar’ bagi masyarakat daerah Jombang. Sedangkan dalam keterhubungan dengan
sosiologi dikarenakan seringnya dijumpai kenyataan bahwa penggunaan kata
tertentu untuk mengatakan sesuatu dapat menandai Penggunaan / pemilihan
identitas kelompok penuturnya.Contohnya : kata ‘cewek’ atau ‘wanita’, akan
dapat menunjukkan identitas kelompok penuturnya. Kata ‘cewek’ identik dengan kelompok anak muda, sedangkan kata
‘wanita’ terkesan lebih sopan, dan identik dengan kelompok orang tua yang
mengedepankan kesopanan.
4)
Semantik dan Sastra .
Sastra
menggunakan bahasa sebagai media pemaparannya.Bebeda dengan bahasa yang
digunakan dalam kehidupan sehari-hari.Bahasa dalam sastra mempunyai keunikan
tersendiri karena didalamnya mencakup ekspresi si penulis. Mengingat begitu
kompleksnya makna dalam sastra, oleh sebab itu, pernan semantik sangat penting
dalam kajian sastra terutama bila sudah berhadapan dengan kajian makna dalam
gaya bahasa.
D.
Pengertian Makna
Makna adalah bagian yang tidak
terpisahkan dari semantik dan selalu melekat dari apa saja yang kita tuturkan
pengertian dari makna sendiri sangatlah beragam. Pateda (Chaer,2001:79)
mengemukakan bahwa istilah makna merupakan kata-kata dan istilah yang
membingungkan. Makna tersebut selalu menyatu pada tuturan kata maupun kalimat.
Menurut Ullman (Pateda, 2001:82) mengemukakan bahwa makna adalah hubungan
antara makna dengan pengertian. Dalam hal ini Ferdinand de Saussure(Chaer,
1994:286) mengungkapkan pengertian makna sebagai pengertian atau konsep yang
dimiliki atau terdapat pada suatu tanda linguistik.
Konsep
makna (KBBI) adalah cara seseorang membuat pengertian terhadap objek atau benda
yang ada batasan-batasan unsur penting. Contoh: sebuah buku, dapat kita maknai
sebagai bahan ilmu pengetahuan, lembaran, dan lainnya. Tetapi kalau berbicara
tentang konsep makna kajian tentang buku sangat luas mulai dari arti, makna, dan
konsep. Itulah kalau kita membicarakan tentang sebuah buku.
E.
Faktor Perubahan Makna
Banyak
faktor yang menyebabkan terjadinya perubahan makna suatu kata. Diantaranya
adalah sebagai berikut :
1.
Perkembangan dalam ilmu dan teknologi
Dalam hal ini sebuah kata yang tadinya
mengandung konsep makna mengenai sesuatu yang sederhana, tetap digunakan
walaupun konsep makna yang dikandung telah berubah sebagai akibat dari
pandangan baru atau teori baru dalam satu bidang ilmu atau sebagai akibat dalam
perkembangan teknologi.Sebagai contoh perubahan makna kata sastra dari makna
tulisan sampai pada makna karya imaginatif adalah salah satu contoh
perkembangan bidang keilmuan. Pandangan-pandangan baru atau teori baru mengenai
sastra menyebabkan makna kata sastra yang tadinya “bermakna buku yang baik
isinya dan baik bahasanya” menjadi berarti “karya yang bersifat imaginatif
kreatif”.
2.
Perkembangan sosial dan budaya
Dalam perkembangan sosial dan budaya
kemasyarakatan turut memengaruhi perubahan makna.Sebagai contoh kata saudara
dalam bahasa sansekerta bermakna seperut atau satu kandungan. Sekarang kata
saudara walaupun masih juga digunakan dalam artian tersebut tapi juga digunakan
untuk menyebut siapa saja yang dianggap sederajat atau berstatus sosial yang
sama.
3.
Pebedaan bidang pemakaian
Kata-kata yang menjadi kosa kata dalam
bidang-bidang tertentu itu dalam kehidupan dan pemakaian sehari-hari dapat juga
dipakai dalam bidang lain atau menjadi kosa kata umum. Sehingga kata-kata
tersebut memiliki makna yang baru, atau makna lain disamping makna aslinya.
Misalnya kata menggarap yang berasal dari bidang pertanian dengan segala macam
derivasinya seperti tampak pada frase menggarap sawah, tanah garapan dan
sebagainya, kini banyak digunakan dalam bidang-bidang lain dengan makna barunya
yang berarti mengerjakan seperti tampak pada frasa menggarap skripsi, menggarap
naskah drama dan lain-lain.
4.
Adanya Asosiasi
Kata-kata yang digunakan diluar
bidangnya seperti dibicarakan pada bagian sebelumnya masih ada hubungan atau
pertautan maknanya dengan makna yang digunakan pada idang asalnya. Agak berbeda
dengan perubahan makna yang terjadi sebagai akibat penggunaan dalam bidang yang
lain, disini makna baru yang muncul adalah berkaitan dengan hal atau peristiwa
lain yang berkenaan dengan kata tersebut. Dalam contoh kata amplop dengan kata
uang terjadi asosiasi yaitu berkenaan dengan wadah. Kata amplop berasal dari
bidang administrasi atau surat menyurat, makna asalnya adalah sampul surat. Ke
dalam amplop itu selain biasa dimasukkan surat, biasa pula dimasukkan benda
lain seperti uang. Oleh karena itu dalam kalimat “ Berikan dia amplop biar
urusanmu cepat selesai”. Dalam kalimat itu kata amplop bermakna uang sebab
amplop yang dimaksud bukan berisi surat atau tidak berisi apa-apa melainkan
berisi uang sebagai sogokan.
5.
Pertukaran Tanggapan Indra
Dalam penggunaan bahasa banyak terjadi
kasus pertukaran tanggapan antara indera yang satu dengan indera yang lain.
Rasa pedas, misalnya yang seharusnya ditanggap dengan alat indera perasa pada
lidah tertukar menjadi ditanggap oleh alat indera pendengaran seperti tampak
dalam ujaran kata-katanya cukup pedas.
6.
Perbedaan Tanggapan
Setiap unsur leksikal atau kata
sebenarnya secara sinkronis telah mempunyai makna leksikal yang tetap. Namun karena
pandangan hidup dan ukuran dalam norma kehidupan di dalam masyarakat maka
banyak kata yang menjadi memiliki nilai rasa yang rendah, kurang menyenangkan.
Di samping itu ada juga yang menjadi memiliki nilai rasa yang tinggi atau
menyenangkan.Kata-kata yang nilainya merosot menjadi rendah ini disebut dengan
istilah peyoratif sedangkan yang nilainya naik menjadi tinggi disebut
ameliorative.
7.
Adanya Penyingkatan
Dalam bahasa Indonesia ada sejumlah
kata atau ungkapan yang karena sering digunakan maka kemudian tanpa diucapkan
atau dituliskan secara keseluruhan orang sudah mengerti maksudnya.
8.
Proses Gramatikal
Proses gramatikal seperti afiksasi,
reduplikasi dan komposisi akan menyebabkan pula terjadinya perubahan makna.
Tetapi dalam hal ini yang terjadi sebenarnya bukan perubahan makna sebab bentuk
kata itu sudah berubah sebagai hasil proses gramatikal dan proses tersebut
telah melahirkan makna-makna gramatikal.
9.
Pengembangan Istilah
Salah satu upaya dalam pengembangan
atau pembentukan istilah baru adalah dengan memanfaatkan kosa ata bahasa
Indonesia yang ada dengan jalan member makna baru baik dengan menyempitkan,
meluaskan maupun memberi makna baru. Seperti pada kata papan yang semula
bermakna lempengan kayu tipis kini diangkat menjadi istilah untuk makna
perumahan, kata teras yang semula bermakna inti atau saripati kayu sekarang
memiliki makna yang baru yaitu utama atau pimpinan.
F.
Jenis Makna Menurut Pendapat Ahli
Melalui berbagai sumber, dapat
berbagai istilah untuk menanamkan jenis atau tipe makna. Pateda (Chaer,
1986:59) secara alfabetis telah mendaftarkan adanya 25 jenis makna, yaitu makna
efektif, makna denotatif, makna deskriftif, makna ekstensi, makna emotif, makna
gereflekter, makna idealisiovnal, makna intensi, makna gramatikal, makna kiasan,
makna kognitif, makna konseptual, makna konstruksi, makna leksikal, makna luas,
makna piktonal, makna proposisional, makna pusat, makna referensial, makna
sempit, makna stilistika, dan makna tematis. Sedangkan Leech haer, 1976:59)
yang karyanya banyak dikutip orang dalam hal semantis membedakan adanyatujuh
tipe makna, yaitu (1) makna konseptual,(2)Makna konotatif, (3) makna
stilistika, (4) makna afektif, (5) makna reflektif, (6) makna kolokatif, (7)
makna tematik. Dengan catatan makna konotatif, stilistika, afektif, reflektif,
dan kolokatif masuk dalam kelompok yang lebih besar yaitu makna asosiatif.
Berikut
akan dibahas mengenai jenis-jenis makna berdasarkan berbagai sumber yang telah
dikemukakan oleh para ahli bahasa.
a. Makna Sempit
Makna sempit (narrowed meaning) adalah
makna yang lebih sempit dari keseluruhan ujaran. Gagasan atau ide yang umum
bila dibubuhi rincian gagasan atau ide, maka maknanya akan menyempit (memiliki
makna sempit), seperti pada contoh berikut :
(1) Pakaian dengan pakaian wanita
(2) Saudara dengan saudara kandung, Saudara tiri,
Saudara sepupu
(3) Garis dengan garis bapak, garis miringdan sebaginya.
b. Makna Luas
Makna luas (widened meaning atau
extended meaning) adalah makna yang terkandung pada sebuah kata lebih luas dari
yang diperkirakan Djajasudarma (Pateda, 1993: 8). Kata-kata yang berkonsep memiliki
makna luas dapat muncul dari makna yang sempit, seperti pada contoh bahasa
Indonesia berikut :
Pakaian dalam dengan pakaian
Kursi
roda dengan kursi
Menghidangkan dengan menyiapkan
Memberi
dengan menyumbang
Warisan
dengan harta
Mencicipi dengan makan
c. Makna Kognitif
Makna kognitif disebut juga makna
deskriptif atau denotatif adalah makna yang menunjukkan adanya hubungan antara
konsep dengan dunia kenyataan. Makna kognitif adalah makna lugas, makna apa
adanya.
Makna
kognitif sering digunakan dalam istilah teknik. Seperti telah disebutkan bahwa
makna kognitif disebut juga makna deskriptif, makna denotatif, dan makna
kognitif konsepsional. Makna ini tidak pernah dihubungkan dengan hal-hal lain
secara asosiatif, makna tanpa tafsiran hubungan dengan benda lain atau
peristiwa lain. Makna kognitif adalah makna sebenarnya, bukan makna kiasa atau
perumpamaan. Contoh: pohon.
d. Makna Konotatif Dan Emotif
Makna kognitif dapat dibedakan dari
makna konotatif dan emotif berdasarkan hubungannya, yaitu hubungan antara kata
dengan acuannya () atau hubungan kata dengan denotasinya (hubungan antara kata
(ungkapan) dengan orang, tempat, sifat, proses, dan kegiatan luar bahasa;dan
hubungan antara kata (ungkapan) dengan cirri-ciri tertentu yang bersifat
konotatif atau emotif.
Makna
konotatif adalah makna yang muncul dari makna kognitif (lewat makna kognitif),
ke dalam makna kognitif tersebut ditambahkan komponen makna lain. Sementara
Kridalaksana (Chaer: 1993), memberikan pengertian bahwa makna konotatif
(connotative meaning) sama dengan konotasi, yaitu aspek makna sebuah atau
sekelompok kata yang didasarkan atas perasaan atau pikiran yang timbul atau
ditimbulkan pada pembicara (penulis) dan pendengar (pembaca). Contoh kata
kurus, berkonotasi netral, artinya tidak memiliki nilai
makna
konotatif dapat dibedakan dari makna emotif karena yang disebut pada bagian
pertama bersifat negatif dan yang disebut kemudian bersifat positif. Makna
konotatif muncul sebagai akibat asosiasi parasaan kita terhadap apa yang
diucapkan atau apa yang didengar. Makna konotatif dan makna emotif dapat
dibedakan berdasarkan masyarakat yang menciptakannya atau menurut individu yang
digunakan (lisan atau tulisan) serta menurut bidang yang menjadi isinya. Makna
konotatif berubah dari zaman ke zaman. Makna konotatif dan emotif dapat
bersifat incidental.
Makna
emotif (emotive meaning) adalah makna yang melibatkan perasaan (pembicara dan pendengar;
penulis dan pembaca) kea rah yang positif. Makna ini berbeda dengan makna
kognitif (denotatif) yang menunjukkan adanya hubungan antara dunia konsep
(reference) dengan kenyataan, makna emotif menunjukkan sesuatu yang lain yang
tidak sepenuhnya sama dengan yang terdapat dalam dunia kenyataan (Djajasudarma,
1993).
e. Makna Referensial
Makna referensial (referensial
meaning) adalah makna unsur bahasa yang sangat dekat hubungannya dengan dunia
di luar bahasa (objek atau gagasan) dan yang dapat dijelaskan oleh analisi
komponen; juga disebut denotasi; lawan dari konotasi Kridalaksana ( Chaer,
1993:133).
f. Makna Konstruksi
Makna konstruksi (construction
meaning) adalah makna yang terdapat di dalam konstruksi. Misalnya, makna milik
yang diungkapkan dengan urutan kata di dalam bahasa Indonesia. Di samping itu,
makna milik dapat diungkapkan melalui enklitik sebagai akhiran yang menunjukkan
kepunyaan.
Kridalaksana
(Chaer, 1993), makna konstruksi (contruction meaning) adalah makna yang
terdapat dalam kostruksi, misalnya ‘milik’ yang dalam bahasa Indonesia
diungkapkan dengan urutan kata.
Contoh-contoh
yang diberikan Djajasudarma (1993) mengenai makna konstruksi ini antara lain :
1. Itu buku saya
2. Saya baca buku saya
3. Perempuan itu ibu saya
4. Rumahnya jauh dari sini
5. Di mana rumahmu ?
g. Makna Leksikal dan Makna Gramatikal
Makna leksikal (bahasa Inggris lexical
meaning, semantic meaning, eksternal meaning) adalah makna unsur-unsur sebagai
lambing benda, peristiwa, dan lain-lain. Makna leksikal ini dimiliki
unsur-unsur bahasa secara tersendiri, lepas dari konteks. Misalnya, kata
culture (bahasa inggris) ‘budaya’, di
dalaam kamus Shadily & Echols disebutkan sebagai nomina (kb) dan artinya:
(1) kesopanab, kebudayaan; (2) perkembangbiakan (biologi);sedangkan di dalam
Kamus Bahasa Indonesia I, budaya adalah nomina, dan maknanya; (1) pikiran, akal
budi; (2)kebudayaan; (3)yang mengenai kebudayaan, yang sudah berkembang
(beradab,maju). Semua makna, baik bentuk dasar maupun bentuk turunan yang ada
dalam kamus disebut makna leksikal.
h. Makna Idesional
Makna idesional dijelaskan
Djajasudarma (Chaer,1993), makna idesional (ideational meaning) adalah makna
yang muncul sebagai akibat penggunaan kata yang muncul sebagai akibat
penggunaan kata yang berkonsep atau ide yang terkandung di dalam satuan
kata-kata, baik bentuk dasar maupun turunan. Kita mengerti ide yang terkandung
di dalam kata demokrasi, yakni istilah politik (1) (bentuk atau system)
pemerintahan, segenap rakyat turut serta memerintah dengan perantaraan
wakil-wakilnya; pemerintahan rakyat; (2) gagasan atau pandangan hidup yang
mengutamakan persamaan hak dan kewajiban serta perlakuan yang sama bagi semua
warga Negara.
i. Makna Proposisi
Makna proposisi ( proposional meaning)
adalah makna yang muncul bila kita membatasi pengertian tentang sesuatu.
Kata-kata dengan makna proposisi dapat kita lihat di bidang matematika, atau di
bidang eksakta. Makna proposisi mengandung pula saran, hal, rencana, yang dapat
dipahami melalui konteks.
Di
bidang eksakta, terutama matematika kita kenal dengan apa yang disebut sudut
siku-siku makna proposisinya adalah sembilan puluh derajat (900). Makna
proposisi dapat diterapkan ke dalam sesuatu yang pasti, tidak mungkin dapat
diubah lagi, misalnya, di dalam bahasa kita kenal proposisi:
a. Satu tahun sama dengan dua belas bulan
b. Matahari terbit di ufuk timur.
c. Satu hari sama dengan dua belas jam.
d. Makhluk hidup akan mati.
e. Surge adalah tempat yang sangat
baik.dsb.
j. Makna Pusat
Kridalaksana (Chaer, 1993: 133)
memberikan arti makna pusat (central meaning) adalah makna kata yang umumnya
dimengerti bilamana kata itu diberikan tanpa konteks. Makna pusat disebut juga
makna tidak berciri.
Makna
pusat (central meaning) adalah makna yang dimiliki setiap kata yang menjadi
inti ujaran. Setiap ujaran, baik klausa, kalimat, maupun wacana, memiliki makna
yang menjadi pusat (inti) pembicaraan. Makna pusat dapat hadir pada konteksnya
atau tidak hadir pada konteks.
Seseorang yang berdialog dapat
berkomunikasi dengan komunikatiftentang inti suatu pembicaraan, serta pembicara
dan kawan bicara akan memahami makna pusat atau dialog karna penalaran yang
kuat. Sebagai contoh dapat kita lihat dapat kita lihatdalam ekspresi berikut:
a. Meja itu bundar.
b. Harga-harga semakin memuncak.
c. Akhir-akhir ini sering terjadi banjir.
k. Makna Piktorial
Makna
pictorial adalah makna suatu kata yang berhubungan dengan perasaan pendengaran atau
pembaca. Misalnya, pada situasi makna kita berbicara tentang sesuatu yang
menjijikan dan menimbulkan perasaan jijik bagi si pendengar,sehingga ia
menghentikan kegiatan (aktivitas) makan.
H. Jenis Perubahan makna
Dalam bagian ini akan diuraikan beberapa
jenis perubahan makna yang terjadi dalam bahasa Indonesia. Berikut pemaparannya
:
1. Perubahan Meluas
Yang dimaksud perubahan yang meluas
adalah gejala yang terjadi pada sebuah kata atau leksem yang pada mulanya hanya
memiliki sebuah makna tetapi kemudian karena berbagai factor menjadi memiliki
makna-makna yang lain. Proses perluasan makna ini dapat terjadi dalam kurun
waktu yang relative singkat tetapi dapat juga dalam kurun waktu yang lama. Dan
makna-makna lain yang terjadi sebagai hasil perluasan makna itu masih berada
dalam lingkup poliseminya artinya masih ada hubungannya dengan makna asalnya. Seperti pada kata saudara yang
dahulu hanya mempunyai satu makna yaitu seperut atau sekandungan sekarang
berkembang menjadi bermakna lebih dari satu. Dan mempunyai makna lain yaitu
siapa saja yang sepertalian darah. Lebih jauh lagi sekarang kata saudara
bermakna siapapun orang tersebut dapat disebut saudara.
2. Perubahan Menyempit
Perubahan menyempit merupakan suatu
gejala yang terjadi pada sebuah kata yang pada mulanya mempunyai makna yang
cukup luas namun kemudian berubah menjadi terbatas hanya memiliki sebuah makna
saja. Kata sarjana yang pada mulanya berarti orang pandai atau cendekiawan dan
sekarang kata itu hanya memiliki sebuah makna saja yaitu orang yang lulus dari
perguruan tinggi. Sehingga sepandai apapun seseorang sebagai hasil dari belajar
sendiri, kalau bukan tamatan perguruan tinggi maka tidak bisa disebut sebagai
sarjana. Sebaliknya serendah berapapun indeks prestasi seseorang kalau dia
sudah lulus dari perguruan tinggi dia akan disebut sebagai sarjana.
3. Perubahan Total
Yang dimaksud perubahan total yaitu
suatu makna sebuah kata yang berubah total atau berubah sama sekali dari makna
asalnya. Memang ada kemungkinan makna yang dimiliki sekarang masih ada sangkut
pautnya dengan makna asal tapi keterkaitannya ini tampaknya sudah jauh
sekali.Sebagai contoh kata seni yang mulanya bermakna air seni atau kencing
sekarang digunakan sebagai istilah untuk sebuah karya atau ciptaan yang
bernilai halus seperti seni lukis, seni tari, seni suara.
4. Penghalusan (ufemia)
Penghalusan dalam perubahan makna ini
maksudnya adalah suatu gejala ditampilkannya kata-kata atau bentuk-bentuk yang
dianggap memiliki makna yang lebih halus atau lebih sopan daripada yang akan
digantikan. Kecenderungan untuk menghaluskan makna kata tampaknya merupakan
gejala umum dalam masyarakat bahasa Indonesia.Misalnya kata penjara diganti
dengan istilah lembaga pemasyarakatan, pemecatan diganti dengan istilah pemutusan
hubungan kerja, babu diganti dengan istilah pembantu rumah tangga.
5. Pengasaran (disfemia)
Pengasaran yang dimaksud adalah suatu
usaha untuk mengganti kata yang maknanya halus atau bermakna biasa menjadi kata
yang maknanya kasar.Usaha atau gejala pengasaran ini biasanya dilakukan oleh
orang dalam situasi yang tidak ramah atau dalam keadaan jengkel.Seperti pada
kata menjebloskan untuk menggantikan kata memasukkan, kata mendepak untuk
menggantikan kata mengeluarkan dan sebagainya.
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Kata semantik merupakan istilah teknis yang mengacu
pada studi tentang makna. Semantik dalam bahasa Indonesia berasal dari bahasa
Yunani ‘sema’ (kata benda) yang berarti ‘tanda’ atau ‘lambang’. Kata kerjanya
adalah ‘semaino’ yang berarti ‘menandai’atau‘melambangkan’.Yang dimaksud tanda
atau lambang disini adalah tanda-tanda linguistik (Perancis : signé
linguistique).Sebab-sebab perubahan makna yaitu perkembangan dalam ilmu dan
teknologi, perkembangan social dan budaya, perbedaan bidang pemakaian, adanya asosiasi,
pertukaran tanggapan indera, perbedaan tanggapan, adanya penyingkatan, proses
gramatikal, dan pengembangan istilah.
Jenis perubahan makna yaitu perubahan meluas,
perubahan menyempit, perubahan total, penghalusan, dan pengasaran.Faktor yang
memudahkan perubahan makna yaitu faktor kebahasaan, faktor kesejarahan, faktor
sosial, faktor psikologi, faktor pengaruh bahasa asing dan faktor kebutuhan
kata yang baru.
B. Saran
Hendaklah di zaman yang serba berubah ini kita lebih
tanggap terhadap perubahan-perubahan yang terjadi khususnya dalam bidang bahasa
Indonesia. Kita harus melestarikan bahasa Indonesia sebagai bahasa nasional.
Perubahan yang terjadi perlu kita cermati dengan baik agar keaslian bahasa
Indonesia tetap terjaga.
DAFTAR PUSTAKA
Chaer, Abdul.
2009. Pengantar Semantik Bahasa Indonesia. Jakarta: Rineka
Cipta.
Departemen
Pendidikan Nasional. 2005. Kamus Besar Bahasa Indonesia. Jakarta:
Balai
Pustaka.
Dharmamulya,
Sukirman, dkk. 1992-1993. Transformasi Nilai Melalui
Permainan
Rakyat Daerah Istimewa Yogyakarta. Depdikbud, Proyek
Penelitian,
Pengkajian dan Pembinaan Nilai-Nilai Budaya.
Kridalaksana, Harimurti. 2011. Kamus
Linguistik. Jakarta: Gramedia.
Leech, Geoffery
diterjemahkan oleh Pratana. 2003. Semantik. Yogyakarta:
Pustaka
Pelajar.
Verhaar, J.W.M.
2010. Asas-asas Linguistik Umum. Yogyakarta: Gadjah Mada
University
Press.