MAKALAH
Model
Model Pengembangan Kurkulum
disusun untuk memenuhi tugas Mata Kuliah Telaah Kurikulum
yang dibina oleh Pak Dr. H. Inhsan Anshory AM,M.Pd dan Pak Suko Prasetyo
Disusun
Oleh Kelompok : 3
1. Muhammad Syailan
|
201810430311052
|
2. Lestari Lelaning Putri Basuki
|
201810430311152
|
3. Deka Imannuria
|
201810430311162
|
4. Mochamad Hermawan Eko Saputro
|
201810430311258
|
5. Mega Erina
|
201810430311179
|
JURUSAN PENDIDIKAN
GURU SEKOLAH DASAR FAKULTAS KEGURUAN DAN
ILMU PENDIDIKAN UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH MALANG SEPTEMBER TAHUN 2019
Kata Pengantar
Puji syukur kami
panjatkan kehadirat Allah swt, sebab karena rahmat dan nikmat Nyalah kami dapat
menyelesaikan sebuah tugas makalah pengembangan kurikulum. Pembuatan makalah
ini bertujuan untuk menyelesaikan tugas dari dosen yang bersangkutan agar
memenuhi tugas yang telah ditetapkan, dan juga agar setiap mahasiswa dapat
terlatih dalam pembuatan makalah. Makalah ini berjudul “Model-Mode Pengembangan
Kurikulum”.
Kami sebagai penyusun
makalah ini, sangat berterima kasih kepada penyedia sumber walau tidak dapat
secara langsung untuk mengucapkannya.
Kami menyadari bahwa
setiap manusia memiliki keterbatasan, begitu pun dengan kami yang
masih seorang mahasiswa. Dalam pembuatan makalah ini mungkin masih banyak
sekali kekurangan-kekurangan yang ditemukan, oleh karena itu kami memohon maaf
yang sebesar-besarnya. Kami mengharapkan ada kritik dan saran dari para pembaca
sekalian dan semoga makalah ini dapat bermanfaat bagi para pembacanya.
Malang,
18 September 2019
Penulis
DAFTAR ISI
KATA
PENGANTAR……………………………………………………………………i
DAFTAR ISI
…………………………………………………………………………… ii
BAB
I PENDAHULUAN …………………………………………………..…………. 1
A.
Latar Belakang
………………………………………………………...…… …...1
B.
Rumusan Masalah
……………………………………………………………….2
C.
Tujuan Penulisan
………………………………………………………...............2
BAB
I PEMBAHASAN ………………………………………………………………...3
A. Pengertian
Model Pengembangan Kurikulum …………………………………..3
B. Model-Model
Pengembangan Kurikulum …………………………………….....4
C. Jenis-jenis
kurikulum ………………………………………………………...…26
D. Fungsi
Model Pengembangan Kurikulum Bagi Guru ………………………...…29
BAB III PENUTUP
…………………………………………………………………….….30
A. Kesimpulan
………………………………………………………………………30
B. Saran
DAFTAR
PUSTAKA …………………………………………………………………... 31
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar
Belakang Masalah
Dalam
dunia pendidikan dibutuhkan yang dinamakan kurikulum yang membantu dalam
mencapai tujuan pendidikan Nasional. Berbagai jenis dalam pengembangan
kurikulum dipakai oleh pemerintahan Indonesia dalam mencapai cita-cita bangsa
yakni mencerdaskan kehidupan bangsa dan mencetak generasi penerus bangsa yang
berakhlaq serta berbudi pekerti luhur. Hal ini perlu adanya kerja sama antara
Pemerintah pusat, administrator, kepala kantor wilayah pendidikan, kebudayaan,
serta peranan guru dalam pendidikan. Banyak model yang dapat digunakan dalam
pengembangan kurikulum. Pemilihan suatu model pengembangan kurikulum bukan saja
berdasarkan atas kelebihan dan kebaikan-kebaikannya serta kemungkinan
pencapaian hasil yang optimal, tetapi juga perlu disesuaikan dengan sistem
pengelolaan pendidikan yang dianut serta konsep pendidikan yang digunakan.
Model pengembangan kurikulum dalam sistem pendidikan dan pengolaan yang
sifatnya sentralisasi berbeda dengan yang desentralisasi. Model pengembangan
dalam kurikulum yang bersifat subjek akademis berbeda dengan kurikulum
humanistik, teknologis dan rekonstruksi sosial.
B. Rumusan
Masalah
Adapun rumusan masalah
dalam makalah ini adalah:
1.
Bagaimana bentuk model-model
pengembangan kurikulum dalam pendidikan?
2.
Apa sajakah Jenis-jenis kurikulum dalam
pendidikan dan Fungsi Model Pengembangan Kurikulum Bagi Guru ?
3.
Apasajakah Jenis-jenis kurikulum ?
4.
Apasajakah Fungsi Model Pengembangan
Kurikulum Bagi Guru?
C. Tujuan
1.
Untuk mengetahui bagaimana bentuk
model-model pengembangan kurikulum dalam pendidikan
2.
Untuk mengetahui apasajakah Jenis-jenis
kurikulum dalam pendidikan dan Fungsi Model Pengembangan Kurikulum Bagi
Guru
3.
Untuk mengetahui apasajakah
Jenis-jenis kurikulum
4.
Untuk mengetahui apasajakah Fungsi Model
Pengembangan Kurikulum Bagi Guru
BAB
II
PEMBAHASAN
A.
Pengertian Model Pengembangan Kurikulum.
Model adalah
pola-pola penting yang berguna sebagai pedoman untuk melakukan suatu
tindakan. Model dapat ditemukan dalam hampir setiap bentuk
kegiatan pendidikan, seperti model pengajaran, model adtninistrasi, model
evaluasi, model supervisi dan model lainnya. Menggunakan model pada
perkembangan kurikulum dapat meningkatkan efisiensi dan produktivitas.
Banyak sekolah/fakultas
mempunyai rancangan untuk satu tahun, mereka telah memikirkan polanya untuk
memecahkan masalah pendidikan atau prosedur yang tidak dapat dihindari,
walaupun begitu mereka tidak mempunyai lebel kegiataanya sebagai rancangan.
Menurut Nana Syaodih
Sukmadinata, Pengembangan kurikulum bisa berarti penyusunan kurikulum yang sama
sekali baru (curriculum construction) bisa juga menyempurnakan kurikulum yang
telah ada (curriculum improvement). Sedangkan Model menurut Good dan Travers adalah
abstraksi dunia nyata atau representasi peristiwa kompleks atau sistem, dalam
bentuk naratif, matematis, grafis, serta lambang-lambang lainnya. Rivett (1972)
menyatakan bahwa model adalah hubungan sebuah logika secara, salah satunya
kualitatif atau kuantitatif, yang memberikan relevansi pada masa mendatang.
Jadi dapat disimpulkan bahwa Pengembangan Model Kurikulum adalah suatu sistem
dalam bentuk naratif, matematis, grafis, serta lambang-lambang dalam penyusunan
kurikulum yang baru ataupun penyempurnaan kurikulum yang telah ada yang
memberikan relevansi pada masa mendatang. Nadler mengatakan bahwa model yang
baik adalah model yang dapat menolong sipenggguna untuk mengerti dan memahami
suatu proses yang mendasar dan menyeluruh.
B.
Model-Model Pengembangan Kurikulum
a. Berdasarkan
perkembangan para ahli kurikulum, dewasa ini telah banyak menyajikan
model-model pengembangan kurikulum. Dimana setiap model memiliki kekhasan
tertentu baik dilihat dari keluasan pengembangan kurikulumnya itu sendiri
maupun dilihat dari tahapan pengembangannya sesuai dengan pendekatannya. Dalam
makalah ini hanya beberapa model yang disajikan, dan guru dapat
mengembangkannya sesuai dengan kebutuhan. Model-model pengembangan kurikulum
dari berbagai pendapat antara lain adalah:
1.
Administratif
Model
adminidtratif merupakan model pengembengan kurikulum paling lama, model ini
sering disebut “garis dan staf” atau “top down” atau “
line staff”. Munculnya model tersebut berawal dari inisatif dan gagasan
pengembangan dari para administrator pendidikan dan menggguanakan
prosedur adminitrasi. Pengembangan model ini bersentral pada wewenag dari
pemerintahan pusat. Pemerintahan pusat melalui pejabat pendidikan yang
berwenang dalam semisal dirjen pendiikan membentuk komisi pengarah pengembangan
kurikulum. Anggota komisi pengarah pengembangan kurikulum ini terdiri
dari penjabat di bawah dirjen, para ahli pendidikan, ahli kurikulum, ahli
disiplin ilmu, dan para tokoh dari dunia kerja dan perusahaan.
Adapun
tugas dari komisi pengarah kurikulum sebagai berikut:
a. menyiapkan
rumusan falsasfah.
b. merumuskan
konsep-konsep dasar.
c. merumuskan
landasan 6.
d. merumuskan
kebijaksanaan
e. merumuskan
strategi utama
f. merencanakan
garis-garis besar kebijaksanaan
g. memberikan
garis-garis besar kebijaksanaan
h. membentuk
tujuan umum pendidikan.
Setalah
komisi tersebut menyelesaikan tugas kemudian membentuk dan mengkaji secara
seksama, kemudian membentuk komisi kerja penngembangan kurikulum. Para anggota
komisi ini terdiri dari para ahli kurikulum dan pendidikan, ahli disipiln ilmu
dari perguruan tinggi, guru-guru bidang studi yang senior. Tugas dari tim
kerja pengembangan bertugas menyusun kurikulum yang sesungguhnya yang lebih
operasional, dijabarkan dari konsep-konsep dan kebijaksanaan dasar yangntelah
digariskan oleh tim pengarah. Tugas dari tim kerja pengembangan kurikululum ini
yaitu:
a. merumuskan
tujuan-tujuan yang lebih operasional dari tujuan umum
b. memilih
dan menyusun sekeuens bahan pelajaran tegi pengajaran dan evaluasi
c. serta menyusun pedoman pelaksanaan kurikulum
tersebut bagi guru.
Setelah
semua tugas dari tim kerja pengembang kurikulum, hasil kerja dari komisi ini
kemudian dikaji oleh tim pengarah serta para ahli yang kompeten atau penjabat
yang kompeten. Selanjutnya diadakan pengakajian tahap selajutnya adalah uji
coba. Pelaksanaan uji coba rancangan kurikulum tersebut adalah sebuah komisi
yang ditunjuk panitia pengarah yang anggotanya sebagaian besar terdiri dari
kepala sekolah. Setelah penelitian uji coba, komisi pengarah menelaah atau
mengevaluasi sekali lagi rancangan kurikulum tersebut baru kemudian
memutuskan pelaksanaanya. Apabila sudah diputuskan untuk memakai pengambangan
kurikulum maka komisi pengarah pengembangan akan memerintahkan sekolah-sekolah
untuk melaksanakan kurikulum tersebut.
Pengembangan
kurikulim model adminitratif tersebut menekankan kegiatannya pada orang-orang
terlibat pada yang terlibat sesuai denagan tugas dan fungsinya masing-masing.
Berhubung pengembangan kegiatan berasal dari atas ke bawah, pada dasarnya model
ini mudah dilaksanakan pada Negara yang menganut sistem sentralisasi dan negara
dengan kemampuan tenaga pengajaranya masih rendah. Kelemahan-kelemahan model
ini sebagi berikut :
a. kurang
pekanya terhadap adanya perubahan masyarakat, di samping juga karena kurikulum
ini biasanya bersifat seragam secara nasional sehingga kadang-kadang melupakan
atau mengambaikan adanya kebutuhan dan kekhususan yang ada pada tiap daerah
b. pada
prinsipnya pengembangan kurikulum dengan model ini bersifat tidak demokratis,
karena prakarsa, inisiatif dan arahan dilakukan melalui garis staf hirarkis
dari atas ke bawah, bukan berdasarkan kebutuhan dan aspirasi dari bawah ke
atas;
c. pengalaman
menunjukkan bahwa model ini bukan alat yang efektif dalam perubahan kurikulum
secara signifikan, karena perubahan kurikulum tidak mengacu pada perubahan
masyarakat, melainkan semata-mata melalui manipulasi organisasi dengan
pembentukkan macam-macam kepanitian .
d. kelemahan
utama dari model administratif adalah diterapkannya konsep dua fase, yakni
konsep yang mengubah kurikulum lama menjadi kurikulum baru secara uniform
melalui sistem sekolah dalam dua fase sendiri-sendiri, yakni penyiapan dokumen
kurikulum baru, dan fase pelaksanaan dokumen kurikulum tersebut.
2.
Model Grass Roots (dari bawah)
Jika
pada pemgembangan model administratif kegiatan pengembangan kurikulum berasal
dari atas, model ini inisatif justru berasal dari bawah, yaitu dari para
penganjar yang merupakan para pelaksana kurikulum di sekolah-sekolah. Model
pengembangan kurikulum administratif bersifat sentralisasi, sedangakan model
grass roots akan berkembang pada sistem pendidikan yang bersifat
desentralisasi. Model ini mendasarkan diri pada anggapan bahwa penerapan suatu
kurikulum akan lebih efektif jika para pelaksanaanya di sekolah sudah
diikutsertakan sejak mula pengembangan kurikulum itu.
Dalam
model pengmbangan yang bersifat grass roots seorang guru, sekelompok guru atau
keseluruhan guru di suatu sekolah mengadakan upaya pengembangan kurikulum.
Pengembangan atau penyempurnaan ini dapat berkenaan dengan suatu komponen
kurikulum, satu bidang studi atau beberapa bidang studi ataupun seluruh
bidang studi dan seluruh komponen kurikulum. Pengembangan model grass roots ini
juga menuntut adanya kerja antara guru antara sekolah secara baik, di samping
juga harus ada juga kerja sama dengan pihak di luar sekolah khususnya orang tua
dan mayarakat
Pada
pelaksanaanya, para administrator cukup memberikan bimbingan dan dorangan
kepada staf pengajar. Setelah menyelesaikan tahap tertentu, bisanya diadakan
lokakarya untuk membahas hasil yang telah dicapai dan sebaliknya merencanakan
kegiatan yang akan dilakuakan selanjutnya. Pengikut lokakarya di samping para
pengajar dan kepala sekolah juga melibatkan orang tua dan anggota masyarakat
lainya, serta para konsultan dan para narasumber yang lain. Apabila
kondisinya telah memungkinkan, baik dilihat dari kemampuan guru-guru,
fasilitasnya biaya maupun kemampuan bahan-bahan kepustakaan, pengembangan model
grass roots akan dilaksanakan lebih baik. Orientasi yang demokratis dari
rekayasa Model Grass Roots bertanggung jawab membangkitkan apa yang menjadi dua
aksioma kemantapan sebuah kurikulum :
a. bahwa
sebuah kurikulum hanya dapat diterapkan secara berhasil apabila guru-guru
dilibatkan secara intim dengan proses pembuatan (konstruksi) dan
pengembangannya.
b. bukan
hanya para professional, tetapi murid, orang tua, anggota masyarakat lain harus
dimasukkan dalam proses pengembangan kurikulum.
Hal
ini didasarkan pada atas pertimbangan bahwa guru adalah peracana, pelaksana,
dan juga penyempurna dari pengajaran di sekolah. Dialah yang paling tahu
kebutuhannya di kelas , oleh karena itu dialah yang paling kompeten menyusun
kurikulum bagi kelasnya. Hal ini sesuai dengan prinsip-prinsip pengemnbangan
kurikulum yang dikemukakan oleh Smith, Stenley dan Shores dalam Nana
Syaodih Sukmadinata (1999: 163):
a. The
curriculum will improve only as the professional competence of teacher
improves.
b. The
competence of teacher will be improved only as the teacher become involved personally
in the problems of curriculum revision
c. If
teacher share in shaping the goals to be attained, in selecting, definding, and
sloving the problems tobe encountered , and in judging, and evaluating the
rusults, their involvement will be most nearly assured.
d. As
people meet in face-to-face groups, the will be able to understand one
another better and to reach a consensus on basic principles, goals and
plans.
Guru
adalah sebagai kunci dalam rekayasa kurikulum yang efektif, digambarkan pada
(4) prinsip yang menjadi dasar Model Grass Roots, yaitu :
a. kurikulum
akan baik apabila kemampuan profesioanl guru baik
b. kompetensi
guru akan membaik apabila guru terlibat secara pribadi dalam masalah masalah
peibaikan (revisi) kurikulum
c. jika guru urun rembug dalam membentuk
tujuan-tujuan yang akan dicapai dalam memilih, mendefinisikan, memecahkan
masalah yang akan dihadapi, mempertimbangkan dan menilai hasil maka
keterlibataimya paling terjamin
d. karena
orang bertemu dalam kelompok, tatap muka, mereka akan dapat memahami satu sama
lain lebih baik dan untuk mencapai suatu konsensus berdasarkan prinsip-prinsip
dasar, tujuan-tujuan dan rencana-rencana
Secara
singkat diagram kerja pengembangan model grass roots sebagai berikut:
Pengembangan
kurikulum yang bersifat grass roots, mungking hanya berlaku untuk bidang studi
tertentu atau sekolah tertentu, tetapi munngking pula dapat digunakan untuk
bidang studi sejenis pada sekolah lain, atau keseluruhan bidang studi
sekolsh atau daerah lain. Keuntungan dari model ini adalah proses
pengambilan keputusan terletak pada pelaksana, mengikutsertakan pihak bawah
khussnya para staff mengajar dan memungking terjadinya kompetensi di dalam
meningkatkan mutu dan sistem pendidikan, yang pada giliranya akan melahirkan
manusia-manusia yang lebih mandiri dan kreatif.
3.
Beuchamp
Sesuai
dengan namanya, model ini diformulasikan oleh G.A. Beauchamp (1964) , yaitu
mengemukan ada lima langkah penting dalam pengembilan keputusan pengembangan
kurikulum. Menurut Beauchamp untuk nierancang sebuah kurikulum harus
ditempuh lima (5) langkah. Langkah Pertama, Pejabat pemerintah yang
berwenang dalam pengembangan kurikulum harus menentukan lebih dahulu lokasi
atau wilayah yang akan dijadikan pilot proyek untuk pengembangan kurikulum.
Pemilahan lokasi atau wilayah yang ditentukan sesuai dengan skala pengembangan
kurikulum yang telah direncanakan. Bila kurikulum yang ingin dikembangkan
berskala makro atau nasional, maka wilayah atau lokasi yang akan dijadikan
pilot proyek adalah propinsi, seandainya bersifat daerah atau berskala mikro
maka kabupaten dapat dijadikan lokasi pilot proyek.
Langkah
Kedua, Setelah wilayah atau lokasi yang akan menjadi pilot proyek sudah
ditetapkan, maka langkah berikutnya adalah menentukan personalia yang akan ikut
terlibat di dalam pengembangan kurikulum. Beauchamp melibatkan orang-orang dari
staf ahli kurikulum, pakar kurikulum dari perguruan tinggi dan guru-guru
sekolah yang telah dipilih, pakar pendidikan, masyarakat yang dihimpun dari
berbagai kalangan yaitu dari pengarang atau penulis, penerbit, politikus,
pejabat pemerintah, pengusaha dan industriawan.
Langkah
Ketiga, Bila personalia sudah disusun dengan baik maka langkah berikutnya
adalah pengorganisasian person-person tersebut dalam lima (5) tim yang terdiri
dari :
a. tim
pengembang kurikulum
b. tim
peneliti kurikulum yang sedang dipakai atau sedang dipergunakan
c. tim
untuk mempelajari kemungkinan penyusunan kurikulum bam
d. tim
perumus untuk kriteria-kriteria kurikulum yang akan disusun.
e. tim penyusun dan penulis kurikulum baru
Sedangkan
prosedur kerja yang akan dilalui adalah sebagai berikut :
a. merumuskan
tujuan baik tujuan umum maupun tujuan khusus
b. memilih
atau menseleksi materi
c. menentukan pengalaman belajar
d. menentukan
kegiatan dan evaluasi
e. menentukan desain
Langkah Keempat, Pada
langkah ini ditentukan implementasi kurikulum. Pelaksanaan kurikulum mempakan
pekerjaan yng cukup rumit karena membutuhkan kesiapan dalam banyak hal, seperti
guru sebagai pelaksana kurikulum dikelas, fasilitas, siswa, dana, manajerial
pimpinan sekolah atau administrator sekolah.
Langkah Kelima, Setelah
semua kebutuhan untuk kepentingan pelaksanaan atau implementasi terpenuhi dan
sudah dapat dilaksanakan, maka langkah berikutnya yang merupakan langkah
terakhir dari pengembangan kurikulum model beauchamp adalah mengevaluasi
kurikulum.
Beauchamp mengemukakan
hal-hal yang harus dievaluasi, yaitu :
a. Evaluasi
terhadap pelaksanaan kurikulum oleh guru
b. Evaluasi
terhadap desain kurikulum
c. Evaluasi
terhadap hasil belajar siswa
d. Evaluasi
terhadap sistem dalam kurikulum
Pengembangan
kurikulum model Beauchamps memandang pengembangan kurikulum tersebut dalam
prosesnya secara menyeluruh. Keuntangan model ini adalah adanya penegasan
areana yang kiranya akan mempermudah dan memperjelas ruang lingkup kegiatan.
Kelemahan seperti halnya model administratif, adlah kurang pekanya terhadap
perubahan masyarakat dan kurang memperhatikan keadaaan daerah yang antara satu
dengan lainnya menuntutnya ada kekhususan-kekhususan tertentu.
4.
Ralph Tyler
Dalam
bukunya yang berjudul Basic Principles Curriculum and Instruction (1949), Tyler
mengatakan bahwa curriculum development needed to be treted logically and
systematically. Ia berupaya menjelasskan tentang pentingnya pendapat secara
rasional, menganalisis, menginterpretasi kurikulum dan program pengajarannya
dari suatu pengajaran dari suatu lembaga pendidikan. Pengembangan kurikulum
model Tyler ini mungkin yang terbaik, dengan penekanan khusus pada fase
perencanaan. Walaupun Tyler mengajukan model pengembangan kurikulum secara
komprehensif tetapi bagian pertama dari modelnya (seleksi tujuan) menerima
sambutan yang hangat dari para educator.
Langkah-langkah
pengembangan kurikulum:
a.
Langkah l: Tyler merekomendasikan, bahwa
perencana kurikulum agar mengidentifikasikan tujuan umum (tentative general
objectives) dengan mengumpulkan data dari tiga sumber, yaitu : kebutuhan
peserta didik, masyarakat (fimgsi yang diperlukan) dan subject matter.
b.
Langkah 2: Setelah mengidentifikasi
beberapa buah tujuan umum, perencana merifinenya dengan cara menyaring melalui
dua saringan, yaitu filosofi pendidikan dan psikologi belajar. Hasilnya akan
menjadi Tujuan pembelajaran khusus dan meyebutkannya juga pendidikan sekolah
dan filosofi masyarakat sebagai saringan pertama untuk tujuan iniSelanjutnya
perlu disusun garis-garis besar nilai-nilai yang didapat dan
mengilustrasikannya dengan memberi tekanan pada empat tujuan demokratis. Untuk
melaksanakan penyaringan, para pendidik harus menjelaskan prinsip-prinsip
belajar yang baik, dan psikologi belajar memberikan ide mengenai jangka waktu
yang diperlukan untuk mencapai tujuan dan waktu untuk melaksanakan kegiatan
secara efesien. Tyler pun menyarankan agar pendidik memberi perhatian kepada
cara belajar yang dapat :
1) Mengembangkan
kemampuan berpikir
2) Menolong
dalam memperoleh informasi
3) Mengembangkan
sikap masyarakat
4) Mengembangkan
minat
5) Mengembangkan
sikap kemasyarakatan
c.
Langkah 3: Menyeleksi pengalaman
belajar yang menunjang pencapaian tujuan. Penentuan pengalaman belajar harus
mempertimbangkan persepsi dan pengalaman yang telah dimililiki oleh peserta
didik.
d.
Langkah 4: Mengorganisasikan
pengalaman kedalam unit-unit dan menggambarkan berbagai prosedur evaluasi
e.
Langkah 5: Mengarahkan dan
mengurutkan pengalaman-pengalaman belajar dan mengkaitkannya dengan evaluasi
terhadap keefektifan perencanaan dan pelaksanaan.
f.
Langkah 6: Evaluasi pengalaman
belajar. Evaluasi merupakan komponen penting dalam pengembangan kurikulum
Sehubungan
dengan hal tersebut Tyler (1949) memperingatkan agar dibedakan antara konten
(isi) pelajaran atau kegiatan-kegiatan belajar dengan pengalaman-pengalaman
belajar, karena pengalaman belajar merupakan pengalaman yang diperoleh dan
dialami anak-anak didik sebagai hasil belajar dan interaksi mereka dengan
konten (isi) dan kegiatan belajar. Untuk mengembangkan pengalaman belajar yang
mereka peroleh harus bermuara pada pemberian pengalaman para pelajar yang
dirancang dengan baik dan dilaksanakan dengan benar. Dari beberapa konsepsi
kurikulum diatas kelihatan bahwa kurikulum dapat dilihat dari segi yang sempit
atau dari segi yang luas (sebagai pengalaman yang diperoleh di sekolah atau
diluar sekolah).
5.
Inverted Model Taba
Pada
beberapa buku karya Hilda Taba yang paling terkenal dan besar pengaruhnya
adalah Curriculum Development: Theory and Pratice (1962). Dalam buku ini, Hilda
Taba mengungkapkan pendekatanya untuk proses pengembangan kurikulum. Dalam
pekerjaanya itu, Taba mengindetifasikan model dasar Tayler agar lebih
representatif terhadap pengembangan kurikulum di berbagai sekolah. Model
pengembangan kurikulum ini oleh Hilda Tiba ini berbeda dengan lazimnya yang
banyak diitempuh secara yang bersifat dekduktif karena caranya induktif. Oleh
Karena itu sring disebut “Model Terbalik” atau “Inverted Model” .
Pengembangan
kurikulum model ini diawali dengan melakukan percobaan, penyusunan teori, dan
kemudian baru ditetapkan. Hal itu diharapkan dimaksudkan untuk lebih
mempertemukan antara teori dan pratik, serta menghilangkan sifat keumuman
dan keabstrakan yang terjadi dalam kurikulum yang dilakukan tanpa kegiatan
percobaan. Dalam pendekatanya, Taba menganjurkanuntuk lebih mempunyai informasi
tentang masukan (input) pada proses setiap langkah proses kurikulum, secara
khusus, Taba mengajurkan untuk menggunakan pertimbangan ganda terhadap isi
(organisasi kurikulum yang logis) dan individu pelajar (psikologis kurikulum).
Untuk memperkuat pendapatanya, Taba mengkalim bahwa semua kurikulum disusun
dari elemen-elemen dasar. Suatu kurikulum bisanya berisi seleksi dan organisasi
isi; itu merupakan manisfetasi atau implikasi dari bentuk-bentuk (patterns)
belajar dan mengajar. Kemudian, suatu program evaluasi dari hasil pun akan
dialakukan.
Perekayasaan
kurikulum secara tradisional dilakukan oleh suatu panitia yang dipilih. Panitia
ini bertugas :
a. mempelajari
daerah-daerah fundasional dan mengembangkan rumusan kesepakatan fundasional
b. merumuskan
desain kurikulum secara menyeluruh berdasarkan kesepakatan yang telah
dirumuskan
c. mengkonstruksi
unit-unit kurikulum sesuai dengan kerangka desain
d. melaksanakan
kurikulum pada tingkat atas.
Taba
percaya bahwa esensial proses deduktif ini cendemng untuk mengurangi
kemungkinan-kemungkinan inovasi kreatif, sebab membatasi kemungkinan
mengeksperimentasikan konsep-konsep baru kurikulum.Taba menyatakan bahwa :
a.
bila perubahan nilai dari mendesain ulang
kerangka yang menyeluruh maka sebelumnya harus ditetapkan
lebih dahulu suatu pola yang akan dipelajari dan diuji.
b.
panitia penyusunan kurikulum yang
tradisional itu dapat menduduld rencana-rencana kurikulum yang bermanfaat,
bagian dari desain itu sendiri hanya atas dasar logika bukan empiric
c.
karena mereka tidak melakukan pengujian
secara empirik, kurikulum yang dihasilkan cenderung merupakan skema / sket
bagan yang sangat umum dan abstrak dan sedikit membantu untuk melaksanakan
praktek instruksional
Ketiga
masalah tersebut menunjukkan efesiensi perekayasaan kurikulum yang tradisional
dan kesenjangan antara teori dan praktek. Suatu contoh adanya disfungsi dalam
teori praktek terdapat pada core kurikulum yang dirancang untuk mengajukan (1)
Integrasi isi / materi, (2) Hubungan dengan kebutuhan siswa-Jalannya praktek
core tersebut umumnya hanya merupakan reorganisasi administratif, block of time
mata ajaran-mata ajaran yang terpisah-pisali, dan dimana masalah-masalah
kehidupan terisolasi dari materi (content) yang valid. Bentuk core yang
dilaksanakan berdasarkan rekayasa deduktif menghasilkan pemisahan teori dan
praktek
Taba
mengajukan pandangan yang berlawanan dengan urutan tradisional dengan
mengembangkan inverted model, yakni : langkah awal dimulai dari perencanaan
unit-unit mengajar-belajar yang spesifik oleh para guru, bukan diawali aengan
desain kerangka (framework) yang umum. Urut-unit tersebut diuji / dilaksanakan
dalam kelas, yang ada pada gilirannya digunakan sebagai dasar empirik untuk
menentukan desain yang menyeluruh (overall design). Keuntungan digunakannya
inverted sequence ini ialah :
a. membantu
untuk menjembatani kesenjangan antara teori dan praktek karena produksi
unit-unit tadi mengkombinasikan kemampuan teoritik dan pengalaman praktis.
b. kurikulum
yang terdiri dari unit-unit mengajar-belajar yang disiapkan oleh guru-guru
lebih mudah diintroduser ke sekolah, berarti lebih mudah dimengerti
dibandingkan dengan kurikulum yang umum dan abstrak yang dihasilkan oleh umtan
tradisional
c. kurikulum yang terdiri dari kerangka umum dan
unit-unit belajar-mengajar lebih berpengaruh terhadap praktek kelas
dibandingkan dengan kurikulum yang ada.
Langkah-langkah
pengembangan kurikulum Hilda Taba (1962) mengemukakan perekayasaan kurikulum
terdiri atas 5 langkah berurutan, ialah :
a. Langkah
Pertama, Experimental Production of Pilot Units.
Kelompok tenaga
pengajar membuat unit eksperiment sebagai ajang untuk melakukan studi tentang
hubungan teori dan praktek. Untuk itu diperlukan (1) Perencanaan yang
didasarkan atas teori yang kuat (2) Eksperimen didalam kelas yang dapat
menghasilkan data empiris untuk menguji landasan teori yang digunakan. Hasil
dari langkah ini berupa teaching-leaming unit yang masih bersifat draft yang
siap diuji pada langkah berikutnya. Unit eksperimen ini dirancang melalui
delapan kegiatan sebagai berikut :
1) Diagnosing
needs.
Tenaga pengajar
mengidentifikasi masalah-masalah, kondisi, kesulitan serta kebutuhan-kebutnhan
siswa dalam suatu proses pengajaran. Lingkup diagnosis tergantung pada latar
belakang program yang akan direvisi, termasuk didalamnya tujuan konteks dimana
program tersebut difungsikan
2) Formulating
Specific Objectives
Formulasi tujuan-tujuan
khusus, sebagai penjabaran dari tujuan umum yang dimmuskan berdasarkan
kebutuhan-kebutuhan yang telah diidentifikasi yang menjadi titik berat pada
teaching leaming unit. Namun demikian tidak semua tujuan khusus tersebut dapat
tercapai oleh masing-masing imit.
3) Selecting
Content
Pemilihan isi (materi)
berdasarkan kesepadanan dengan tujuan khusus, dan harus mempertimbangkan
tingkat validitas dan signifikannya. Karena itu periu dilakukan seleksi
terhadap tingkatan isi (materi) yang meliputi pemilihan topik utama, pemilihan
ide-ide dasar dan pemilihan materi khusus.
4) Organizing
Content.
Pengorganisasian materi
dilakukan berdasarkan tingkat kemampuan awal serta minat siswa. Pengorganisasian
isi disusun dari konkrit keabstrak dan dari mudah ke sulit.
5) Selecting
Learning Experiences (Avtivities).
Pengalaman belajar
disusun dengan maksud terjadi interaksi antara siswa dan materi pelajaran.
Karena setiap materi memiliki beberapa fungsi tertentu.
6) Organizing
Leaming Experiences Avtivities
Pengalaman belajar
siswa disusun dan diorganisasikan dengan sekuensi dan organisasi materi
(content). Kegiatan belajar siswa diarahkan dari induktif kegeneralisasi dan
abstraksi serta difokuskan pada pengembangan ide-ide utama, langkah-langkah
perolehan konsep dan prilaku yang baik.
7) Evaluating.
Evaluasi dilakukan
untuk mengetahui tingkat pencapaian tujuan unit oleh siswa. Hasil evaluasi
berguna untuk menentukan tujuan, diagnosis kesulitan belajar, serta penilaian
dalam rangka pengembangan dan revisi kurikulum.
8) Checking
for Balance and Seguence
Setelah garis besar
teaching leaming dirancang lengkap, selanjutnya perlu dicek konsistensi antara
semua bagian yang berkenaan dengan keseimbangan dan urutan topik-topik yang
telah tersusun atau unsur-unsur dalam unit tersebut
b. Langkah
Kedua, Testing of Experimental Units
Teaching-leaming units
yang dihasilkan pada langkah pertama perlu diujicobakan di kelas-kelas
eksperimen pada berbagai situasi dan kondisi belajar. Pengujian dilakukan untuk
mengetahui tingkat validitas dan keyakinan terap bagi tenaga pengajar yang
berbeda-beda gaya mengajar dan kemampuan melaksanakan pengajaran unit. Hasil
uji coba menjadi masukan bagi penyempumaan draft kurikulum.
c. Langkah
Ketiga, Revising dan Consolidating
Revisi dan penyempumaan
draft teaching leammg units dilakukan berdasarkan data dan informasi yang
terkumpul selama langkah pengujian. Pada langkah ini dilakukan pula penarikan
kesimpulan (konsolidasi) tentang konsistensi teori yang digunakan. Langkah ini
dilakukan bersama oleh koordinator kurikulum dan ahli kurikulum. Produk langkah
ini berupa teaching leaming units yang telah teruji di lapangan. Bila hasilnya
sudah memadai, maka unit-unit tersebut dapat disebarkan dalam lingkup yang
lebih luas.
d. Langkah
Keempat Developing a Framework
Pengembangan keseluruhan kerangka
kurikulum dilakukan guna menjamin :
1. Apakah
ide-ide dan konsep-konsep dasar yang digunakan telah terakomodasi? Apakah
lingkup isi telah memadai?
2. Apakah
isi telah tersusun berurutan secara logis?
3. Apakah
aktivitas pembelajarannya memberikan peluang untuk pengembangan keterampilan
mtelektual dan pemahaman emosi secara kumulatif.
Pengembangan
ini dilakukan oleh ahli kurikulum dan para professional kurikulum lainnya.
Produk dari langkah-langkah ini adalah dokumen kurikulum yang siap untuk
diimplementasikan dan diidentifikasikan.
e. Langkah
Keempat, Instalation and Desimination of The New Unit
Instalasi dan
desiminasi adalah peresmian dan penyebarluasan kurikulum hasil pengembangan,
sebagai sub sistem pada sistem sekolah secara menyeluruh. Tanggung jawab tahap
ini dibebankan pada administrator sekolah. Penerapan kurikulum merupakan tahap
yang ditempuh dalam kegiatan pengembangan kurikulum. Pada tahap ini harus
diperhatikan berbagai masalah : seperti kesiapan tenaga pengajar untuk
melaksanakan kurikulum di kelasnya, penyediaan fasilitas pendukung yang memadai,
alat atau bahan yang diperlukan dan biaya yang tersedia, semuanya perlu
mendapat perhatian dalam penerapan kurikulum agar tercapai hasil optimal.
6.
The demotrasion model
Model
demontrasi pada dasarnya bersifat graas roots datangya dari bawah. Model ini
diprakasai oleh sekelompok guru atau sekelompok guru berkerja sama dengan ahli
yang bermaksud mengadakan perbaikana kurikulum. Model ini hanya berskala kecil
model ini hanya mencakup satu atau beberapa sekolah, suatu komponen atau
mencakup keselurahan komponen kurikulum. Karena sifatnya ingin mengubah atau
mengganti kuirkulum yang ada, mendapat tentangan dari banyak pihak.
Menurut
Smith, Stanley dan Shores, model demonstrasi dilaksanakan dalam dua bentuk,
yakni :
a. Bentuk
pertama, Guru-guru yang diorganisasi dalam kelompok melaksanakan suatu proyek
pengembangan eksperimental kurikulum. Unit ini melakukan pengembangan dan riset
intemal sekolah, yang bermaksud menghasilkan segmen baru dari kurikulum, lalu
dipertunjukan kepada sekolah dengan harapan dapat diserap oleh sekolah secara
keseluruhan. Jadi model ini dimulai dan diorganisasi oleh hirarki administratif
serta menyajikan suatu variasi model administratifperekayasaan kurikulum.
b. Bentuk
kedua, model demonstrasi disusun kurang formal dibandingkan dengan model pertama.
Beberapa orang guru yang tidak puas terhadap kurikulum yang ada kemudian
melakukan eksperimen dalam area tertentu dalam kurikulum dengan maksud
menemukan altematif pelaksanaan kurikulum. Berdasarkan eksperimen im diciptakan
unit-unit kurikulum yang dinilai berhasil oleh suatu regu penelitian dan
pengembangan informal dan kemudian diajukan untuk diserap oleh sekolah. Jadi
bentuk model demonstrasi ini mewakili pendekatan the Grass Roots untuk
merekayasa kurikulum.
Kesimpulan
model ini antara lain:
a. Kurikulum
yang dihasilkan melalui proses ini telah diuji dalam situasi-situasi
eksperimental, dan oleh karenanya menyediakan altematif kurikulum yang dapat
dilaksanakan dalam praktek dan sistem sekolah
b. Perubahan
dalam bentuk yang spesifik yakni segmen-segmen kurikulum yang dapat
dilaksanakan.memudahkan untuk menghadapi hambatan yang sering terjadi bila
hendak melakukan revisi secara menyeluruh (sistem yang luas)
c. Hakekat
model demonstrasi berskala kecil memudahkan pendekataan Front terhadap inovasi
kurikulum untuk menghindarkan kesenjangan antara dokumen dan pelaksanaannya
yang ada pada model administrative
d. Model
demonstrasi khususnya dalam bentuk Grass Roots menggerakkau inisiatif dan
sumber guru-guru dan memberdayakan sumber-sumber administratif untuk memenuhi
kebutuhan dan minat guru-guru dalam upaya mengembangkan program-program baru.
Kerugian
utama model demonstrasi ialah karena model ini menciptakan
pertentangan-pertentangan dikalangan gum. Guru-guru yang tidak ikut serta dalam
proses pengembangan kurikulum cenderung menganggap guru-guru yang melakukan
eksperimen dengan keraguan dan tidak yakin. Mereka menganggap kalaulah hasil
eksperimen itu baik namun kelompok tersebut tidak terbimbing bahkan dianggap
elit yang oportunistik. Perasaan dan sikap demikian pada gilirannya menghambat
penyerapan terhadap inovasi kurikulum. Karena itu suatu komponen yang penting
pada model demonstrasi adalah perlu diadakannya komunikasi terbuka antara
guru-guru yang melakukan eksperimen dengan pihak berwenang (misalnya perguruan
tinggi yang terkait), yang bertujuan untuk mencegah rasa keraguan / rasa tidak
diikutsertakan, sebaiknya kelompok eksperimen melakukan serangkaian demonstrasi
hasil-hasil pekerjaan mereka untuk memuaskan berbagai pihak, misalnya perguruan
tinggi dan para siswa sehingga inovasi kurikulum yang telah mereka lakukan
bukan hanya eksperimental belaka melainkan dapat diserap dan dilaksanakan dalam
lingkungan sistem sekolah.
7.
Roger Interpersonal Relations Model
Meskipun
Rogers bukan seorang ahli pendidikan tetapi ahli psikologi tetapi
konsep-konsepnya, tetaapi konsep-konsepnya tentang psikoterapi khusunya dalam
membimbing individu juga dapat diterapkan dalam bidang pendidikan dan bidang
pendidikan. Dia sangat terkenal dengan pendekatan "nondirectve" dan "humanistic"
dalam pengajaran dan perencanaan kurikulum. Memang ia banyak mengukapkan
konsepnya tentang perkembangan dan perubahan individu.
Muriel
Crosby dalam bukunya yang berjudul "Who changes the Curriculum
and?" dan diterbitkan oleh Allyn & Bacon Publishers pada tahun
1970 mengungkapkan : "perubahan kurikulum adalah perubahan manusia"
(Curriculum change is people change) sangat berkait erat dengan konsep yang
dikemukakan Carl Rogers melalui model pengembangan kurikulum yang berpusat pada
perubahan manusia (people change).
Menurut
Rogers manusia berada dalam proses perubahan (becoming, developing, chaging),
sesungguhnya ia memepunyai kekuatan dan potensi untuk berkembang sendir, tetapi
karena ada hambatan-hambatan tertentu ia membutuhkan orang untuk membantu
mempelanacar atau memepercepat perubahan tersebut. Pendidikan juga tidak lain
merupakan upaya untuk membantu mempelancar atau mempercepat perubahan tersebut.
Guru serta pendidik lainya bukan memberikan informassi apalagi penentu
perkembangan anaknya, mereka hanyalah pendorong dan pemenlancar perkembangan
anak.
Rogers
memperluas tentang terapi sebagai suatu model belajar untuk pendidikan : ia
percaya bahwa hubungan antar insani yang positif memungkinkan orang tumbuh dan
oleh karenanya pengajaran harus berdasarkan konsep human relation bukan pada
mata pelajaran. Guru berperan sebagai fasilitator yang memiliki personal
relationship dengan siswa dan membimbing pertumbuhan dan perkembangan mereka.
Salah
satu cara untuk proses itu adalah melalui proses pendidikan, sebab pendidikan
merupakan upaya untuk memperlancar dan mempercepat perubahan pada diri manusia,
Guru serta unsur-unsur pendidik lainnya bukan sebagai pemberi informasi atau
penentu perkembangan anak, tetapi mereka hanya pendorong dan yang memperlancar
perkembangan individu yang belajar. Dengan model pengembangan kurikulum
interpersonal relation ini, Carl Rogers berpendapat, bahwa kurikulum
diperlakukan dalam rangka mengembangkan individu yang terbuka, luwes dan
adaptif terhadap situasi perubahan.
Kurikulum
tersebut hanya dapat disusun dan diterapkan oleh unsur-unsur pendidikan serta
yang lainnya yang terbuka, luwes dan berorientasi pada proses. Untuk itu
diperiukan pengalaman kelompok dalam latihan sensitif (sensitivity traming).
Ada
empat tahap dalam pengembangan kurikulum model "Rogers Interpersonal
Relation", yaitu:
a. Pemilihan
suatu target sistem pendidikan
Penentuan target ini
berdasarkan kriteria yang menjadi pegangan yakni adanya kesediaan dari
administrator / pejabat pendidikan untuk turut serta dalam kegiatan kelompok
intensif. Selama satu minggu para administrator / pejabat pendidikan melakukan
kegiatan kelompok dalam suasana yang rileks / tidak formal, untuk itu
diperlukan suatu tempat khusus yang agak terpisahjauh dari kehidupan
kerja.Melalui kegiatan kelompok itu, mereka akan mengalami perubahan-perubahan
sebagai berikut:
1. Tidak
terlalu mempertahankan pendiriannya, sehingga dapat menerima saran orang lain.
2. Lebih
mudah untuk menerima ide-ide pembaharuan.
3. Mampu
mengurangi kekuasaan birokratis.
4. Komunikasinya
lebih jelas serta realistis terhadap atasan, teman sebaya dan bawahan
5. Lebih
berorientasi pada sifat kemanusiaan dan demokratis
6. Lebih
terbuka untuk menyelesaikan perselisihan antar sesama anggota kelompok.
7. Lebih
mampu untuk menerima saran dan kritik demi perbaikan.
b. Pengalaman
kelompok yang intensif bagi guru
Pertemuan selama seminggu atau
pertemuan yang diadakan dalam minggu akhir yang panjang perlu diadakan untuk
saling mengenal antar sesama peserta. Dalam pertemuan tersebut diharapkan
terjadi pertukaran informasi. Demikian pula guru yang skeptis dan menentang
mungkin akan melihat pembaharuan dari sisi lain, sehingga kemungkinan besar
terjadi perubahan sikap menerima.
Keikutsertaan
guru dalam kelompok sebaiknya bersifat sukarela. Efek yang akan diterima
guru-guru sama dengan para administrator pendidikan, dengan beberapa tambahan
sebagai berikut:
1. Lebih
mampu untuk mendengarkan keluhan siswa.
2. Mau
menerima pembaharuan melalu peritiwa "siswa menggangu" kelas oleh
siswa tertentu dari pada siswa yang pendiam.
3. Sangat
perhatian terhadap hubungannya dengan para siswa, begitu juga yang dilakukannya
terhadap isi mata pelajaran.
4. Masalah
yang timbul dipecahkan bersama dengan para siswa dan tidak melalui tindakan
hukuman.
5. Mampu
mengembangkan suasana kesamaan hak dan kewajiban sehingga timbul suasana
demokratis di dalam kelas.
c. Pengembangan
pengalaman kelompok vanp intensif bagi kelas
Caranya
mengikutsertakan satu unit kelas dalam pertemuan lima hari. Selama lima hari
penuh siswa ikut serta dalam kelompok secara aktif, den^an fasilitator para
guru, administrator pendidikan, dan administrator dari luar. Dengan kegiatan
itu diharapkan menumbuhkan suasana hubungan yang baik antara siswa yang satu
dengan yang lain. Perubahan yang terjadi pada diri siswa:
1. Merasa
bebas mengemukakan pendapatnya didalam kelas
2. Semangat
untuk belajar bertambah, karenanya timbul persaingan yang sehat untuk pandai.
3. Memiliki
tenggang rasa dalam hubungan antar siswa di dalam pergaulan sehari- hari.
4. Tidak
mempunyai rasa tertekan karena tidak mengenal istilah hukuman yang bersifat
fisik.
5. Dia
hormat dan patuh pada guru maupun admistrator karena adanya wibawa.
6. Mempunyai
anggapan bahwa dengan belajar akan mampu menghadapi kehidupan masa depan.
7. Keterlibatan
orang tua dalam pengalaman kelompok yang intensif
Kegiatan
ini dapat dikordinasi oleh persatuan orang tua pada masing-masing sekolah.
Kegiatan kelompok berlangsung selama tiga jam tiap sore selama satu minggu atau
dua puluh satu jam selama tiga hari terus menerus. Jika kemungkinan, pertemuan
demikian agar berbarengan dengan pertemuan unit kelas. Tujuan utama kegiatan
ini adalah supaya orangtua, staf pengajar dan pimpinan sekolah atau
administrator pendidikan lainnya dapat saling mengenal secara pribadi sehingga
memudahkan pemecahan-pemecahan persoalan-persoalan yang dihadapi dunia
pendidikan, khususnya persekolahan. Carl Rogers juga menyarankan, kalau mungkin
ada pengalaman kegiatan kelompok yang bersifat campuran kulminasi dari model
interpersonal adalah diselenggarakannya kelompok-kelompok vertical
("vertical groups") yang diikuti oleh partisipan. Perubahan kurikulum
yang berhasil dapat dicapai bila ada hubungan efektifsecara horizontal dan
across status-role lines.
Saran
Carl Rogers tersebut adalah perlunya diadakan pertemnan vertical yang mendobrak
hierarki birokrasi dan status sosial. Peserta kegiatan tersebut terdiri dari
dua orang administrator, dua orang pimpinan sekolah, dua orang stafpengajar dan
dua orang siswa. Model pengembangan kurikulum ini mengutamakan hubungan antar
pribadi yaitu penciptaan suasana akrab antar unsur-unsur pendidikan yang
terlibat didalam pengembangan kurikulum, yaitu : adnunistrator, pimpinan
sekolah, guru-guru serta para siswa, kebaikkannya antara lain :
a. Sedikit
kemungkinan terjadinya tekanan hierarld yang bersifat menghambat, sehingga
diharapkan dapat menerapkan kurikulum yang lebih besar.
b. Masing-masing
unsur pendidikan khususnya yang terlibat langsung dalam pelaksanaan kurikulum,
yaitu para guru tidak ragu mengemukakan pendapat dan gagasannya dalam
pengembangan kurikulum
c. Tidak
timbul adanya dominasi kuat dari pihak "pusat/atas" untuk memaksakan
kehendak politik di bidang pendidikan khususnya pengembangan kurikulum.
Ada
tampaknya hal yang dapat dianggap sebagai tanda-tanda kelemahan / kekurangan
pada model "Rogers Interpersonal Relation " dalam pengembangan
kurikulum antara lain:
a. Tampaknya
tidak ada batas hubungan antara siswa dengan guru atau unsur pendidik lainnya,
sehingga dikhawatirkan luntumya rasa hormat pada diri siswa.
b. Memerlukan
waktu yang lama dan sulit ditargetkan untuk penyelesaian secara tuntas dalam
penyusunan kurikulum baru sebagai hasil dari pengembangan kurikulum.
c. Memerlukan
biaya yang tidak sedikit, mengingat banyaknya unsur yang terlibat sertajenis
kegiatan yang dilakukan.
d. Keterlibatan
berbagai unsur pendidikan dalam proses pengembangan kurikulum tersebut,
kemungkinan besar mengakibatkan kesulitan dalam pengorganisasiannya.
8. D.
K. Wheeler
Dalam
bukunya yang cukup berpengaruh, Curriculum Process, Wheeler (1967) mempunyai
argumen tersendiri pengembangan kurikulum (curriculum developers) dapat
menggunakan suatu proses melingkar (a cycle process), yang namanya setiap
elemen saling berhubungan dan bergantungan.
Pendakatan
yang digunakan Wheeler dalam pengembangan kurikulum pada dasarnya memiliki
bentuk rasional. Setiap langkah kurikulum pada dasarnya memiliki bentuk
rasional. Setiap langkah (phase)nya merupakan pengembangan secara logis
terhadap model sebelumnya, di mana secara umum langkah tidak dapat dilakukan
sebelum langkah-langkah sebelumnya telah diselesaikan. Sebagai mantan akademisi
Univerrsity of Western Australia, Wheeler mengembangkan ide-idenya sebagimana
yang telah dilakukan pleh Tayler dan Taba. Wheeler menawarkan lima langkah itu
jika dikembangkan dengan logis temporer, akan menghasilkan suatu kurikulum yang
efektif. Dari lima langkahnya ini, sangat tampak bahwa Wheeler mengembangkan
lebih lanjut apa yang telah dilakukan Tyler dan Taba meski hanya
dipresentasikan agak berbeda.
Langkah-langkah
atau phases Wheeler (Wheeler’s phases) adalah:
Selection
of aims, goals, and objectives (seleksi maksud, tujuan, dan sasarannya)
Selection of learning exprerinces to help achieve these aims, goals and
objectives (seleksi pengalaman belajar untuk membantu mencapai maksud, tujuan,
dan sasaran.)
a.
Selection of content through which
certain types of experiences may be offered (Seleksi isi melalui tipe-tipe
tertentu dari pengalaman yang mungking ditawarkan)
b.
Organization and intergration of
learning exprinces and content with respect to the teaching learning process
(organisasi dan intergrasi pengalaman belajar dan isi yang berkenaan dengan
proses belajar dan mengajar)
c.
Evalution of esch phase and the problem
of goals (evaluasi setiap fase dan masalah-masalah tujuan)
Kelebihangan
dari model adalah :
a.
Memasukan berbagi kematangan yang
berhubungan dengan objectives
b.
Struktur logis kurikulum yang
dikembangkannya
c.
Menerapkan situasiasional analisys
sebagai titik permulaan
Kekurangan
dari model ini:
a.
Wajahnya yang bersifat logis
b.
Pengimplementasinya
9. Audrey
dan Howard Nicholls
Dalam
bukunya, developing curriculum: A Participial Guide (1978), Audrey dan Howard
Nicholls mengembangkan suatu pendekatan yang cukup tegas mencakip elemen-elemen
kurikulum dengan jelas dan ringkas. Buku tersebut sangat popular di kalangan
pendidik, khususnya di Inggirs, di mana pengembangan kurikulum pada tingkat
sekolah sudah lama ada.
Nicholas
menitikberatkan pada pendekatan pengembangan kurikulum yang rasional, khususnya
kebutuhan untuk kurikulum yag munculnya dari adanya perubahan situasi. Mereka
berpendapat bahwa :” …change should be planed and introduced on a rational and
valid this according to logical process, and this has not been the case in the
vast majority of changes that have already taken place”
Audrey
dan Nichllos mendifisikan kembali metodenya Tyler, Taba, Wheeller dengan
menekan pada kurikulum proses yang bersiklus atau bentuk lingkaran, dan ini
dilakuakan demi langkah awal, yaitu analisis situasi (situasional analysis).
Kedua penulis ini mengukapkan bahwa sebelum elemen-elemen tersebut diambil atau
dilakukan dengan lebih jelas, konteks dan situasi di mana keputusan kurikulum
itu harus dibuat harus diperrtimbangkan dengan secara mendetail dan serius.
Dengan demikian, analisis situasi menjadi langkah pertama (preliminary
stage) yang membuat para pengembang kurikulum memahami faktor-faktor yang akan
mereka kembangkan.
Terdapat
lima langkah atau tahap (stage) yang diperlukan dalam proses pengembangan
secara kontinu (continue curriculum process). Langkah-langkah terbut menurut
Nicholls adalah;
a. Situsional
analysis (analisis situasional)
b. Selection
of objectives (seleksi tujuan)
c. Selection
ang organization of content (seleksi dan organisasi isi)
d. Selction
and organization of methods (seleksi dan organisasi metode)
e. Evaluation
(evaluasi)
Masuknya
fase analisis situasi (situasioanal analysis) merupakan suatu yang disengaja
untuk memaksa para pengembang kurikulum lebih reposintif terhadap lingkungan
dan secara khusus dengan kebutuhan anak didik, kedua penulis ini menekankan
perlunya memakai pendekatan yang lebih komprehensif untuk mendiagnosis semua
faktor menyangkut semua situasi dengan diikuti penggunaan pengetahuan dan
pengertian yang berasal dari analisis tersebut dalam perencanaan kurikulum.
10. Decker
Walker
Pada
awal 1970, Decker Walker berpendapat bahwa objectives atau rational model dalam
proses kurikulum ini tidak menerrima pendapat dalam literaratur yang tidak
populer. Walker (1971) berpendapat bahwa pengemabangan kurikulum tidak
mengikuti pendekatan yang telah ditetntukan dari urutan yang rational dari
elemen-elemen kurikulum ketika mereka mengembangkan kurikulum. Lebih baik
memprosesnya melalui tiga fase di dalam persiapan natural daripada dalam
kurikulum.
Kesimpulan
tersebut berasal dari analisis Walker terhadap laporan proyek kurikulum,
seperti CHEM Stuidi, BSCS, SMSG serta partisipasi pribadinya dalam proyek
kurikulum bidang kesenian. Analisis Walker menguraikan apa yang telah dilihat
sebagai model alami dalam proses kurikulum. It is a naturalistic model in the
sense that it was constructed to represent phenomena and realtions observed in
actual curriculum projects faithfully as possible with a few terns and
principles.
Ada
empat fase dalam pengembangan model kurikulum ini yakni:
a.
Fase pertama
Walker
mempunyai argument bahwa pernyataan platform di organisasikan oleh para
pengembang kurikulum dan pernyataan tersebut berisi serangkian ide, prefensi
dan pilihan, pendapat, keyakinan, dan nilai-nilai yang dimiliki kurikulum.
Aspek-aspek tersebut mungkin tidak definisikan atau secara logis, tapi
mereka membrntuk basis platform sehingga kurikulum mendatang bisa dibuat oleh
pengembang kurikulum (curriculum developers).
b.
Fase kedua
Walker
berpendaoat bahwa pengembang kurikulum tidak memula tugas dalam keadaan kosong
(a blank state), nilai-nilai, konnsepsi, dan hal-hal pengembangan kurikulum
sebagai menngindinkasikan adanya kesukaan den perlakuan sebagai dasar
(paltfrom) mengembangkan kurikulum. Walker mengajurkan bahwa: The Platfrom
includes an idea of what is ought to be and these guides the curriculum
developer in the dertemining what should be do to realize his vision
c.
Fase ketiga
Ketika
interaksi di antara individu dimulai, mererka kemudian memasuki fase
pertimabangan yang mendalam. Walker berpendapat bahwa selama fase ini, individu
mempertahankan pertanyaan platform mereka sendiri dan menekanakan pada idde-ide
yang ada. Berbagai peristiwa ini memberikan suatu (developers) juga beusaha
menjelaskan ide-ide mereka mencapai suatu konsesus. Dari periode yang agak
kacau, fase yang telah dipertimbangkan menghasilkan suatu ilmuniti yang penuh
pertimbangan.
d.
Fase keempat
Fase
model terakhir Walker adalah menggunakan bentuk design. Pada fase ini,
developers membuat keputusan tentang berbagai komponen proses atau
elemen-elemen kurikulum. Keputusan akan dicapai setelah ada diskusi mendalam
dan dikompromikan oleh individu-individu. Keputusan-keputusan itu kemudian
deirekam dan menjadi basis data untuk dokumen kurikulum atau materi yang lebi
spesifik
11. Malcolm
Skilbeck
Malkom
Skilback, direktur Pusat Pengembangan Kurikulum Austalia ( Australia’s
Curriculum Development Center), mengembangkan suatu interaksi altertnatif atau
model dinamis bagi suatu interaksi alternatif atau model dinamis bagi model
proses kurikulum. Dalam sebuah artikelnya, Skilbeck (1976) mengajurkan suatu
pendekatan dan mengembangkan kurikulum pada tingkat sekolah. Pendapatnya
mengenai sekolah di dasarkan pada pengembangan kurikulum (SCBD), sehingga
Skilbeck memberikan suatu model yang membuat pendidik dapat mengembangkan
kurikulum secara tepat dan realistic. Dalam hal ini, Skilbeck memepertimbangkan
model dynamic in nature.
Model
dinamis atau interaktif (dyanamic or interactive models) menetapakan
pengembangan kurikulum harus mendahulukan sustu elemen kurikulum dan
memualianya dengan suatu dari urutan yang telah ditetntukan dan diajurkan oleh
model rasional. Skilbeck mendukung petunjuk tersebut, menambahkan sangat
penting bagi developers untuk menyadari sumber-sumber tujuan mereka. Untuk
mengetahui sumber-sumber tersebut, Skilbeck berpendapat bahwa “a situasional
analysis” harus dilakukan. Untuk lebih mudah memahami model yang ditawarkan
Skilbeck, gamabr ini mungking bisa membantu:
Model
ditas mengkalim bahwa agar School-Based Curriculum Development (SBCD) dapat
bekerja secara efektif, lima langkah (steps) diperlukan dalam suatu proses
kurikulum. Skilbeck berkata bahwa model dapat diaplikasikan secara bersama
dalam pengemban kurikulum, observasi dan peneliaan sistem kurikulum, dan
aplikasi nilai dari model tersebut pada nilai dan model tersebut terletak pada
pilihan pertama.
Mengingat
susunan model ini secara logis termasuk kategori rational by natur, namun
Skilbeck mengingatkan bahwa agar tidak terjurumus pada perangkap (trap).
Skilbeck mengingatkan bahwa pengembangan kuriulum (curriculum development)
perlu mendahulukan rencana mereka dengan memulainya dari salah satu langakah
(stage) tersebut secara bersamaan. Pengertian model di atas sangat sangat
membingungkan, karena sebenarnya model tersebutmendukung pendekang rasional
daripada pengembangan kurikulum. Namun demikian, Skilbeck berkata: The model
outlined does not presuppose a means and analysis at all, it simply encourages
teams and or groups of curriculum developers to take account different elements
and aspects of the curriculum development process, to the see the process as an
organic whole and to wrok in a moderately systematic way
Satu
hal yang perlu digarisbawahi adalah bahwa alat ini tidak mengisyaratkan suatu
alat. Tujuananya adlah menganalisis secara keseluruhan; tetapi secara simbol
telah mendorong teams atau groups dari pengembang kurikulum untuk lebih
memperhatikan perbedaan-perbedaan elemen dan aspek-aspek proses pengembangan
kurikulum, agar lebih bisa melihat proses bekerja dengan cara sistematik dan
moderat.
12.
The Systematic action-reasearch model
Model
kurikulum ini didasarkan pada asumsi bahwa perkembangan kurikulum merupakan
perubahan sosial. Hal itu mencakup suatu proses yang melbatkan kepribadian
orang tua, siswa guru, strutur sistem sekolah, pola hubungan pribadi dan
kelompok dari sekolah dan maysrakat. Sesuai dengan asumsi model tersebut model
ini menekenakan pada tiaga hal itu: hubungan insane, sekolah dan organisasi
masyarakat, serta dari pengeratahuan professional.
Kurikulum
dikemabanmgkan dalam konteks harapan warga masyarakat, para orang tua, tokoh
masyarakat, pengusaha, siswa, guru, dll, mempumyai pandangan tentang bagiamana
pendidikan, bagiamana anak belajar, dan bagiamana peranan kurikulum dalam
pendidikan dan pengajaran. Penyususnan kurikulum harus memasukan pandanagn dan
harapan-harapan masyarakat, dan salah satu cara untuk mencapai hal itu adalah
dengan prosedir action research.
Langkah
pertama, mengadakan kajian secara seksama tentang masalah kurikulum, berupa
pengumpilan data yang bersifat menyeluruh, dan mengidentifikasi faktor-faktor,
kekuatan dan kondisi disusun rencana yang menyeluruh tentang cara menagtasi
maslah-maslah tersebut, seta tindalan yang harus diambil.
Kedua,implementasi
keputusan yang dimabil dlam tindakan pertama. Tindakan ini sgera diikuti oleh
kegaiatan pengmpulan data dan fakta-fakta Kegiatan pengumpulan data ini
memeliki beberapa fungsi :
a. Memnyiapakan
data bagi evaluasi tindakan
b. Sebagai
pemahaman masalah yang dihadapi
c. Sebagai
bahan menialai dan mengadakan modifikasi
d. Sebagai
bahan untuk untuk menentukan tindkan lebih lanjut
13.
Emerging Thenical models
Perkembangan
bidang teknologi dan ilmu pengetahuan serat nilai-nilai efesiansi dan
efektifitas dalam binis, juga mempengaruhi perkembangan model-model kurikulum.
Tumbuh kecendrung-kecendrungan baru yang didasarkan hal itu di antaranya:
The
behevorial analysis models, menekakan pengusaaan prilaku atau kemampuan. Suatu
kemampuan/prilaku yang kompleks diuraiakan menjadi prilaku-prilaku yang
sedehana yang tersususn secara hierakis. Siswa menjadi prilaku-prilakusecara
berangsur-angsur mulai yang sederhana menjadi lebih kompleks.
The
system analysis model Berasal dari gerakan efensiasi bisnis. Langakah
pertama dari model ini adalah menettukan spesifikasi perangkat hasil belajar
yang harus dikusai. Langakah kedua, menyusun instrumen untuk menilai
ketercapaian hasil-hasil belajar tersebut. Langkah ketiga mengidentifikaskan
tahap-tahap kertercapaian hasil serta perkiraan biaya yang diperlukan. Langakah
keemapat membandingakan keuntuangan dari beberapa program pendidikan.
The
computer-based models, suatu model pengembangan kurikulum dengan memenfaatkan
computer. Pengembanganya di mulai dengan mengidentifikasikan seluruh unit-unit
kurikulum, tiap unit unit kurikulum telah memilki rumusan tentang hasil-hasil
bealajar yang dicapai siswa disimpan dalam computer.
14.
The Leyton Soto Model
Dengan
berkolaborasi dengan Ralph Tyler, Mario Leton Soto merivisi dan memperluas
model yang dipersentasikan oleh Tyler. Leyton Soto mengobservasi sifat linear
dari model Tyler dan pemisahan dari tiga sumber objektif. Dia memasukan dalam
representasi skematinya dalam model Tyler pemahaman bahwa dua dasar filsafat
dan psikologi tidak selalu diterapkan dalam urutan pilihan tetapi salah satu
bisa mungking bisa mendahului yang lain. Dalam model terintergrasi Leyton Soto
memhilangakan beberapa hal yang ada dalam model Tyler dan menambahkan beberapa
perbaikan dan klirifikasinya sendiri.
Pada
leyton Soto model memetakan tiga eleman dasar: filosofi, psikologi, dan
sumber dan tiga proses seleksi, organisasi dan evaluasi. Secara signnifan
Leyton soto jelas menunjukan keterkaitan antara berbagai model komponen.
Model
ini dimulai dengan dua dasar lebih dari tiga sumber. Jelaslah bahwa sumber itu
sendiri di pengaruhi oleh filsafat dan dasar psikologi dan sebaliknya.
Sefangkan Tyler sendiri menjelaskan 1 pemilihan tujuan dan 2 pemilihan
organisasi dan evaluasi pengalaman belajar, Leyton Soto membedakan antara
pengelaman belajar dan kegiatan belajar. Dia mendefisikan tujuan sebagi
kombinasi dari pengalaman yang pelajar mencoba untuk mencapai pengalaman. Dalam
model ini leyton Soto terminology adalah prilaku yang tertulis ke dalam tujuan,
sedangkan kegiatan adalah pengelama mereka menyanggupi pelajar untuk mencapai
prilaku yang diharapkan dan kegaiatan yuang dipilih dan diatur, tapi hanya
mengalami perilaku terminal yang dievaluasi.
Dengan
demikian, Leyton Soto telah mempersentasikan sebuah intergrasi dan
komperhensif, meskipun model yang relative kompleks untuk pengembangan
kurikulum dari sudut memilih tujuan ke titik mengevaluasi pengalaman.
15.
The Saylor and Alexander Model
Model
ini membentuk curriculum planning process (proses perencanaan kurikulum).Untuk
mengerti model ini, kita harus menganalisa konsep kurikulum dan konsep rencana
kurikulum mereka. Kurikulum menurut mereka adalah "a plan for providing
sets of learning opportunities for persons to be educated" ; sebuah
rencana yang menyediakan kesempatan belajar bagi orang yang akan dididik.
Namun, rencana kurikulum tidak dapat dimengerti sebagai sebuah dokumen tetapi
lebih sebagai beberapa rencana yang lebih kecil untuk porsi atau bagian
kurikulum tertentu.
Model
ini menunjukkan bahwa perencana kurikulum mulai dengan menentukan atau
menetapkan tujuan sasaran pendidikan yang khusus dan utama yang akan mereka
capai. Saylor, Alexander dan Lewis, mengklasifikasi serangkaian tujuan ke dalam
empat (4) bidang kegiatan dimana pembelajaran terjadi, yaitu : perkembangan
pribadi, kompetensi social, ketrampilan yang berkelanjutan dan spesialisasi.
Setelah tujuan dan sasarn serta bidang kegiatan ditetapkan, perencana memulai
proses merancang kurikulum. Diputuskan kesempatan belajar yang tepat bagi
masing-masing bidang kegiatan dan bagaimana serta kapan kesempatan ini akan
disediakan.
Setelah
rancangan dibuat (mungkin lebih dari satu rancangan), guru-guru yang menjadi
bagian dari rencana kurikulum, harus membuat rencana pengajaran. Mereka memilih
metode bagaimana kurikulum dapat dihubungkan dengan pelajar. Guru pada tahap
ini harus dikenalkan dengan istilah tujuan pengajaran. Sehingga guru dapat
memerinci tujuan pengajaran sebelum memilih strategi atau cara presentasi.
Akhirnya
perencana kurikulum dan guru terlibat dalam evaluasi. Mereka harus memilih
teknik evaluasi yang akan digunakan. Saylor dan Alexander mengajukan
suatu rancangan yang mengijinkan : (1) evaluasi dari seluruh program pendidikan
sekolah, termasuk tujuan, subtujuan, dan sasaran; keefektifan pengajaran akan
pencapaian siswa dalam bagian tertentu dari program, juga (2) evaluasi dari
program evaluasi itu sendiri. Proses evaluasi memungkinkan perencana kurikulum
menetapkan apakah tujuan sekolah dan tujuan pengajaran telah tercapai
16.
Model Olivia
Model
perkembangan kurikulurn menurut Oliva terdiri dari tiga kriteria, yaitu :
simpel, komprehensif dan sistematis. Walaupun model ini mewakili komponen-komponen
paling penting, namun model ini dapat diperluas menjadi model yang menyediakan
detail tambahan dan menunjukkan beberapa proses yang diasumsikan oleh model
yang lebih sederhana. Model perkembangan kurikulurn dari Oliva 12 komponen
yaitu:
a.
Perumusan filosofis, sasaran, misi,
serta visi lembaga pendidikan, yang kesemuanya bersumber dari analisis
kebutuhan siswa dan kebutuhan masyarakat;
b.
Kebutuhan masyarakat di mana sekolah itu
berada, kebutuhan siswa dari urgensi dari disiplin ilmu yang harus diberikan
oleh sekolah;
c.
Tujuan umum yang didasarkan pada
komponen 1 dan 2;
d.
Tujuan khusus yang didasarkan pada
komponen 1 dan 2;
e.
Bagaimana mengorganisasi rancangan dan
mengimplementasikan kurikulum
f.
Menjabarkan kurikulum dalam bentuk
tujuan umum;
g.
Menjabrkan kurikulum dalam bentuk tujun
khusus;
h.
Menetapkan strategi pembelajaran yang
dimungkinkan dapat mencapai tujuan;
i.
Teknik penilaian;
j.
Pengembangan kurikulum;
k.
Evaluasi pembelajaran;
l.
Evaluasi kurikulum.
Model
tersebut digambarkan dalam bentuk segi empat dan lingkaran.Segi empat
menggambarkan tentang proses perencanaan sedangkan lingkaran menggambarkan
proses operasional.Proses dimulai dengan komponen I, karena pada fase ini para
pengembang kurikulum menentukan tujuan dari pendidikan serta landasan filosophy
dan psikologi.Tujuan ini diyakini berasal dari kebutuhan masyarakaty dan
kebutuhan hidup individu dimasyarakat.Komponen ini menggabungkan konsep yang
sama dengan tyler.
Komponen II membutuhkan sebuah analisis kebutuhan masyarakat dimana suatu sekolah berada,kebutuhan siswa dilayani oleh masyarakat.Komponen III dan IV disebut sebagai tujuan khusus kurikulum berdasarkan tujuan, keyakinan. Tugas dari komponen V adalah untuk mengorganisir dan mengimplementasikan kurikulum, membentuk dan membangun struktur dengan kurikulum yang akan diorganisir.
Komponen II membutuhkan sebuah analisis kebutuhan masyarakat dimana suatu sekolah berada,kebutuhan siswa dilayani oleh masyarakat.Komponen III dan IV disebut sebagai tujuan khusus kurikulum berdasarkan tujuan, keyakinan. Tugas dari komponen V adalah untuk mengorganisir dan mengimplementasikan kurikulum, membentuk dan membangun struktur dengan kurikulum yang akan diorganisir.
Pada
komponen VI dan VII melukiskan perincian lebih lanjut dalam pelaksanaan lewat
pengajaran yang mencakup tujuan instruksional umum dan khusus.Komponen VIII
menunjukkuan strategi agar tujuan tercapai dikelas.Sekaligus dalam fase ini
pembina kurikulum secara pendahuluan mencari teknik evaluasi(komponen IX) yang
dilanjutkan dengan komponen X dimana pembelajaran dilaksanakan. KomponenXI
adalah evaluasi sesungguhnya mengenai prestasi siswa, keefektifan pengajaran.
Komponen
XII merupakan evaluasi kurikulum atau keseluruhan program.hal terpenting
adalah umpan balik dari setiap evaluasi untuk pengembangan lebih lanjut.Jadi
inti dari semua komponen adalah komponen I sampai IV dan VI sampai IX adalah
tahap perencanaan, sementara X-XII adalah tahap operasional. Komponen V
merupakan perpaduan antara perencanaan dan operasional.Model Oliva dapat
dipandang terdiri dari dua submodel:komponen I-V dan XII sebagai submodel
pengembangan kurikulum.Komponen VI-XI sebagai model pengembangan pengajaran.
Secara terperinci model tersebut mengikuti langkah-langkah berikut:
a. Spesifikasi
kebutuhan siswa umumnya
b. Spesifikasi
kebutuhan masyarakat
c. Pernyataan
filsafat dan tujuan pendidikan
d. Spesifikasi
kebutuahn siswa tertentu
e. Spesifikasi
kebutuhan masyarakat lingkungan sekolah
f. Spesifikasi
kebutuhan mata pelajaran
g. Spesifikasi
tujuan kurikulum sekolah
h. Spesifikasi
tujuan kurikulum sekolah lebih lanjut(lebih khusus)
i.
Organisasi dan implementasi kurikulum
j.
Spesifikasi tujuan instruksional umum
k. Spesifikasi
lebih lanjut dan khusus tujuan instruksional
l.
Seleksi strategi instruksional
m. Seleksi
awal strategi evaluasi
n. Implementasi
pengajaran/instruksional
o. Seleksi
akhir strategi evaluasi
p. Evaluasi
pengajaran dan modifikasi komponen-komponennya
q. Evaluasi
kurikulum dan modifikasi komponen-komponen kurikulum
Model
dapat digunakan dalam berbagai cara:
a. Model
mengusulkan sebuah proses untuk pengembangan secara menyeluruh dari kurikulum
sekolah.
b. Sebuah
Sekolah/Fakultas boleh memfokuskan pada komponen dari model (komponen 1-5 dan
12) untuk memutuskan program.
c. Sekolah/Fakultas
boleh memusatkan pada komponen pembelajaran(komponen 6-11).
Saran
dari 12 langkah perkembangan kurikulum diatas yaitu: langkah 1 – 5 dan
merupakan submodel dari sebuah kurikulum, langkah 6 – 11 sub model
pembelajaran.17
17.
Kurikulum terpadu (integrated
curriculum)
Model
pengembangan kurikulum terpadu (integrated curriculum) mengikuti cara yang pada
dasarnya mengandung aspek-aspke yang sama dengan pengembangan kurikulum lainya,
hanya saja setiap kurikulum kurikulum memiliki variasi menurut hakikkat
kurikulum bersangkutan. Kurikulum terpadu pada dasarnya pemecahan pada suatu
problem, yakni ‘problem sosial’ (social problem) yang dianggap penting dan
menarik bagi anak didik.
Dalam
melaksanakan kurikulum terpadu, disusunlah unit sumber (reaasch unit) yang
mencakup bahan (subject matter), kegaiatan belajar (learning activity),
dan sumber-sumber (resoserces) yang sangat luas. Sumber unit digunakan sebagai
sumber untuk satuan pelajaran (learning unit) yang dipelajari anak didik di
kelas. Perbedaan individual anak didik tidak harus selalu mempelajari yang
sama, dan ada kebebasan bagi anak untuk memilih pelajaran yang minat, bakat dan
kemamampuan mereka masing-masing. Pemahamanya bahwa unit sumber merupakan anak
yang secara ideal dapat dipelajari anak didik, sedangkan satuan pelajaran
merupakan apa yang secara aktual dipelajari anak didik.
C.
Jenis –Jenis Kurikulum
a. Separated Curriculum
Kurikulum
ini dipahami sebagai kurikulum mata pelajaran yang terpisah satu sama lainnya.
Kurikulum mata pelajaran terpisah berarti kurikulumnya dalam bentuk mata
pelajaran yang terpisah-pisah, yang kurang mempunyai keterkaitan dengan mata
pelajaran lainnya. Pembelajaran bentuk kurikulum ini cenderung kurang
memerhatikan aktivitas siswa, karena yang dianggap penting adalah penyampaian
sejumlah informasi sebagai bahan pelajaran dapat diterima dan dihafal oleh
siswa.
b. Curriculum
Kurikulum
jenis ini mengandung makna bahwa sejumlah mata pelajaran dihubungkan antara
yang satu dan yang lain sehingga ruang lingkup bahan yang tercakup semakin
luas. kurikulum ini memungkinkan substansi pembelajaran bisa lebih bermakna dan
mendalam dibandingkan dengan mata pelajaran yang terpisah – pisah. Sebagai
contoh, pada mata pelajaran fiqih dapat dihubungkan dengan mata pelajaran
AlQuran dan Hadis.
c. Broad
Fields Curriculum
Kurikulum
Board Field kadang-kadang disebut kurikulum fusi. Taylor dan Alexander
menyebutkan dengan sebutan The Board Field of Subject Matter. Board Fields
menghapuskan batas-batas dan menyatukan pelajaran yang berhubungan dengan erat.
ini memiliki keunggulan di antaranya adalah mata pelajaran akan semakin
dirasakan kegunaanya, sehingga memungkinkan pengadaan mayta pelajaran yang kaya
akan pengertian dan mementingkan prinsip dasar generalisasi. Ada pun
kelemahannya adalah hanya memberikan pengetahuan secara sketsa, abstrak, kurang
logis dari suatu mata pelajaran. Sebagai contoh, sejarah, geografi,
ilum ekonomi dan ilmu politik menjadi Ilmu Pengetahuan Sosial (IPS).
d. Integrated
Curriculum
Kurikulm
terpadu merupakan suatu produk dari usaha pengintegrasian bahan pelajaran dari
berbagai macam pelajaran. Integrasi diciptakan dengan memusatkan pelajaran pada
masalah tertentu yang memerlukan solusinya dengan materi atau bahan dari
berbagai disiplin ata mata pelajaran. Kurikulum ini memberikan kesempatan pada
siswa untuk belajar secara kelompok maupun secara individu, lebih memberdayakan
masyarakat sebagi sumber balajar, memungkinkan pembelajaran bersifat individu
terpenuhi, serta dapat melibatkan siswa dalam mengembangkan program
pembelajaran.
D.
Fungsi Model Pengembangan Kurikulum Bagi
Guru
Menurut
pendapat Oemar Hamalik Pengembangan kurikulum adalah perencanaan
kesempatan-kesempatan belajar yang dimaksudkan untuk membawa siswa ke arah
peubahan-perubahan yang diinginkan dan menilai hingga mana perubahan-perubahan
itu telah terjadi pada diri siswa. Sedangkan kesempatan belajar yang dimaksud adalah
hubungan yang telah direncanakan dan terkontrol antara para siswa, guru, bahan
peralatan, dan lingkungan dimana belajar yang diinginkan diharapkan terjadi.
Ini terjadi bahwa semua kesempatan belajar direncanakan oleh guru, bagi para
siswa sesungguhnya adalah ”kurikulum itu sendiri”. Oleh karena itu dalam
memahami pengembangan kurikulum dengan lebih baik lagi guru dapat terlebih
dahulu mempelajari model-model pengembangan kurikulum agar lebih mudah
mempelajari bagaimana cara mengembangkan kurikulum tersebut. Menurut Nadler
model yang baik adalah model yang dapat menolong sipengguna untuk mengerti dan
memahami suatu proses secara mendasar dan menyuluruh. Hal ini berarti model
pengembangan kurikulum yang baik adalah model yang dapat membantu para pengembang
kurikulum dalam mengembangkan kurikulum dilapangan. Berkenaan dengan
model-model pengembangan kurikulum, maka fungsi model pengembangan kurikulum
bagi guru adalah:
1. Sebagai
pedoman bagi guru untuk memilih model pengembangan yang sesuai dengan
pelaksanaan pengembangan kurikulum di lapangan.
2. Sebagai
bahan pengetahuan untuk melihat lahirnya bagaimana sebuah kurikulum tercipta
dari mulai perencanaan sampai pelaksanaan di lapangan, yang mungkin selama ini
guru hanya mengetahui bahwa kurikulum itu sebagai sesuatu yang siap saji.,
padahal melalui proses yang panjang sesuai dengan model mana yang dipilih oleh
pengembang kurikulum atau pengambil kebijaksanaan.
3. Sebagai
bahan untuk menyusun kurikulum yang sesuai dengan visi, misi, karakteristik,
dan sesuai dengan pengalaman belajar yang diharapkan atau dibutuhkan oleh
siswa.
4. Sebagai
bahan untuk mengadakan penelitian yang merupakan bagian tugas profesional guru
yang memiliki tanggung jawab dalam meningkatkan kinerjanya sebagai guru.
5. Sebagai
bahan untuk melihat perbandingan dan keberhasilan tentang model pengembangaan
kurikulum yang digunakan suatu sekolah, yang nantinya diharapkan untuk
memperbaiki kurikulum yang dilaksanakan.
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
1. Keberadaan
model-model pengembangan kurikulum memegang peranan penting dalam kegiatan
pengembangan kurikulum dan dengan mempelajari model-model pengembangan
kurikulum dapat memudahkan dalam melakukan pengembangan kurikulum.
2. Pada
saat ini banyak para ahli yang mengemukakan tentang model-model pengembangan
kurikulum, tetapi setiap model pengembangan tersebut memiliki karakteristik
yang berbeda-beda, juga memiliki kelebihan dan kelemahan masing-masing, dan
masing-masing model arahan pengembangannya berbeda-beda ada yang
menitikberatkan pada pengambil kebijaksanaan, pada perumusan tujuan, perumusan
isi pelajaran, pelaksanaan kurikulum itu sendiri dan evaluasi kurikulum.
3. Pemilihan
suatu model pengembangan kurikulum sebaiknya perlu disesuaikan dengan sistem
pendidikan dan sistem pengelolaan pendidikan yang dianut dan mempertimbangkan
model pengembangan kurikulum yang sesuai dengan yang diharapkan.
4. Model-model
kurikulum akan berkembang terus seperti kurikulum yang terus berkembang sesuai
dengan kebutuhan.
B. SARAN
Dari uraian yang kami
sajikan di atas kemungkinan besar masih terdapat banyak kekeliruan, Nmun dalam
hal ini kami belajar untuk memperbaiki diri dalam proses belajar. Dan apabila
terdapat banyak kesalahan kami mohon maaf, dan kami angat berharap agar Pembina
mengoreksi dengan baik, agar menjadi perbaikan yang sifatnya positif dan
membangun bagi kami.
Kemudian mengenai model
penembangan kurikulum ini saya sarankan agar di revisi dan di tingkatkan
model-modelnya guna menjalankan proses belajar mengajar yang baik sesuai
kebutuhan peserta didik dalam pendidikan .
DAFTAR PUSTAKA
Hamalik,
Oemar. (2009). Dasar-Dasar
Pengembangan Kurikulum. Bandung: PT. Remaja RosdaKarya.
Hamalik,
Oemar. (2008). Manajemen
Pengembangan Kurikulum. Bandung: PT. Remaja RosdaKarya.
Henson,
K.T. (1995). Curriculum Development
for Education Reform. New York: Longman.
Sanjaya,
Wina. (2009). Kurikulum dan
Pembelajaran, Teori dan Praktik Pengembangan KTSP. Jakarta: Kencana.
Sukmadinata,
N.S. (2009). Pengembangan Kurikulum
Teori dan Praktek. Bandung: PT. Remaja RosdaKarya.
Print,
Murray. (1993). Curriculum
Development and Design. Sydney: Allen & Unwin.
Oliva, Peter. (1992). Developing Curriculum. New York: Harper & Publishers.
Oliva, Peter. (1992). Developing Curriculum. New York: Harper & Publishers.
Abdulah
Idi. 2007. Pengembangan Kurikulum Teori
dan Pratik. Ar RUZZ: Jogjakarta
Burhan
Nurgiyantoro. 1988. Dasar-dasar
Pengembangan Kurikulum Sekolah (Sebuah Pengantar Teoritis dan Pelaksanaan). BPFE
: Jogajakarta
Nana
Syodih Sukmadinata. Pengembangan
Kurikulum Teori Dan Pratek. Remaja Rosdakarya: Bandung
Oliva,
Petter F. 1982. Developing The
Curriculum. Little, Brown and Company: Boston.