Aspek fisik wilayah
Nusantara sangat besar pengaruhnya terhadap perumusan kebijakan nasional
(bidang politik), misalnya perjuangan Provinsi Kepulauan, pengelolaan
pulau-pulau kecil terluar, penataan ruang wilayah laut-pesisir-DAS terpadu,
pengelolaan wilayah pesisir terpadu dan sebagainya. Anda tentu sudah mengenal
pola kehidupan masyarakat lahan basah (padi sawah), masyarakat bahari
(maritim), masyarakat wilayah pesisir, masyarakat lahan kering dan sebagainya.
Selain itu, Anda akan mengenal keanekaragaman sumberdaya alam. Hal tersebut
menunjukkan bahwa pengetahuan aspek fisik wilayah perlu dipelajari dalam Kajian
IPS.
Wilayah Indonesia sering terjadi bencana alam, seperti gempa bumi tektonik,
letusan gunung api, banjir, tanah longsor, kekeringan, intrusi air laut di
beberapa kota dan sebagainya yang banyak menimbulkan masalah dalam masyarakat.
Dengan pengetahuan ini Anda dapat melakukan mitigasi sejumlah bencana alam
tersebut, guna mengurangi korban jiwa, kerugian harta benda, kerusakan
lingkungan dan sebagainya.Setting wilayah perlu diketahui, dalam
rangka mitigasi bencana alam antara lain melalui kebijakan penataan ruang
wilayah, dan peningkatan sumberdaya manusia. Dalam aspek fisik wilayah,
diuraikan topologi, geologi, geomorfologi, pedologi, klimatologi, hidrologi,
biogeografi dan oseanografi Indonesia.
2.2. Aspek
Fisik Wilayah
a. Topologi
Aspek topologi meliputi
letak, luas, batas, dan bentuk fisik wilayah. Aspek ini terkait dengan
kehidupan sosial, ekonomi, budaya, dan politik dan sistem pertahanan dan
keamanan. Secara astronomis, wilayah Indonesia terletak pada 6º LU-11º LS dan
95º BT-141º BT. Berdasarkan posisi busurnya, wilayah Indonesia berada di
belahan timur, sedangkan berdasarkan posisi lintangnya, sebagian besarnya
berada di belahan bumi selatan. Jarak ujung Barat hingga ujung Timur 5.120
kilometer, ujung utara hingga ujung selatan 1.760 kilometer (1º bujur atau
lintang di Khatulistiwa besarnya ± 111 km). Apabila diperhatikan pada Peta
NKRI, batas paling utara 6º LU tepat melewati Pulau Weh (Provinsi Nangroe Aceh
Darussalam), batas paling Selatan 11º LS tepat melewati Pulau Rote (Provinsi
Nusa Tenggara Timur), batas sebelah barat 95º BT melewati Pulau Breueh
(Provinsi Nangroe Aceh Darussalam), dan batas sebelah timur 141º BT melewati
Merauke (Provinsi Papua). Hal lain dari posisi tersebut, yaitu pengaruh
terhadap iklim Indonesia. Indonesia beriklim musim, ditandai angin musim barat
dan angin musim timur, yang menimbulkan musim hujan dan musim kemarau. Iklim
semacam sesuai untuk tumbuhnya keanekaragaman tetumbuhan. Indonesia merupakan
pertemuan tiga deretan pegunungan di dunia. Pertama, deretan
pegunungan Alpen-Banda atau Pegunungan Mediteran. Deretan pegunungan ini
terbentang dari pegunungan Alpen di Eropa Barat melalui Pegunungan Himalaya,
Arakan Yoma di Birma, Kepulauan Andaman, Sumatera, Jawa, Bali, Lombok, Sumbawa,
Flores, Wetar, Damar, dan berakhir di Laut Banda. Kedua, deretan
pegunungan Asia Timur. Pegunungan ini merupakan bagian dari Pegunungan Lingkar
Pasifik, yang bermula di Pegunungan Andes di Amerika Selatan, melalui Pegunungn
Rockies di Amerika Utara, Alaska, melingkari Samudera Pasifik hingga ke Jepang
dan terus ke selatan. Deretan Pegunungan Asia Timur terbentang dari Jepang,
Taiwan, Filipina, kemudian bercabang di Kalimantan (Pegunungan Muller dan
Schwaner) dan Sulawesi (sepanjang Sulawesi Utara). Ketiga, deretan
Pegunungan Lingkar Australia. Pegunungan ini terbentang dari Selandia Baru,
melalui Pulau Kaledonia di sebelah timur Australia, bagian utara Papua Nugini
dan Papua, berakhir di Pulau Halmahera.
b. Geologi
Dunia telah terwujud sejak
4.500 tahun silam. Namun kepulauan Indonesia
seperti bentuknya sekarang, baru terwujud
kurang lebih 500.000 juta tahun yang lalu, setelah zaman es terakhir. Pada
waktu itu Pulau Sumatera, Jawa, Kalimantan masih menjadi satu dengan Asia, dan
Pulau Papua menjadi satu dengan daratan Australia. Setelah zaman es itu
berakhir, es meleleh secara banyak di kedua kutub bumi. Permukaan air laut di
seluruh dunia naik kurang lebih 60 meter. Sebagian daratan Asia bagian tenggara
seakan-akan tenggelam dan terbentuklah Pulau Sumatera, Jawa dan Kalimantan.
Sebagaian benua Australia bagian utara juga seakan-akan tenggelam dan
terbentuklah Pulau Papua dan pulau-pulau sekitarnya. Ditengahtengah, antara
kedua kelompok pulau yang baru terbentuk itu, terdapat Pulau Sulawesi,
Kepulauan Maluku dan Kepulauan Nusa Tenggara. Pulau-pulau ini telah terwujud
sebelumnya dan tidak merupakan bagian dari daratan Asia maupun Australia.
Rangkaian pulau-pulau dari Sumatera hingga ke Papua sekarang menjadi Kepulauan
Indonesia.
c. Geomorfologi
Kajian mengenai bentuk
lahan (landform) pembentuk muka bumi, baik di
atas maupun di bawah paras laut dan
difokuskan pada genesis dan perkembangannya pada masa akan datang serta
konteksnya dengan lingkungan, dinamakan geomorfologi (Verstappen, 1983).
Wilayah darat Nusantara terdiri dari
keanekaragaman bentuklahan seperti
bentuklahan struktural (pegunungan, perbukitan, bukit), bentuklahan vulkanik,
bentuklahan denudasional, bentuklahan fluvial, bentuklahan pelarutan (karst).
Wilayah pesisir ada bentuklahan biogen (hutan mangrove, terumbu karang, dsb.).
Keanekaragaman bentuklahan tersebut terbentuk karena adanya (1) proses
endogenik, proses yang mekanisme kejadiannya berasal dari pelepasan energi yang
terakumulasi dalam bumi produk interaksi antarlempeng litosfer; (2) proses
eksogenik, proses yang mekanisme kejadiannya berasal dari luar bumi produk
interaksi komponen geosfer; (3) proses biogenik, proses yang mekanisme
kejadiannya berasal dari aktivitas hewan dan tumbuhan; (4) proses antropogenik,
proses pembentukan bentuklahan akibat aktivitas manusia.
Bentuk lahan struktural di Indonesia berupa
keanekaragaman pegunungan,
dan perbukitan.
Deretan pegunungan Nusantara meliputi:
1. Deretan Pegunungan Sunda, yaitu deretan
pegunungan yang berjajar dari Pulau
Sumatera, Jawa, Bali, Nusa Tenggara, Maluku Selatan dan berakhir di
Pulau Banda
2. Deretan pegunungan Sahul atau Sirkum
Australia, yaitu deretan pegunungan yang berjajar dari Australia, ujung timur
Pulau Papua, masuk melalui bagian tengah
Papua dengan puncak tertinggi Jayawijaya.
3. Deretan pegunungan Sangihe, yaitu deretan
pegunungan yang membujur dari Kepulauan Sangihe (Sulawesi Utara), masuk ke
Minahasa, Teluk Gorontalo (dengan Gunung Una-Una yang sering meletus) hingga ke
Sulawesi Selatan.
4. Deretan Pegunungan Halmahera, yaitu
deretan pegunungan yang berderet mulai dari Pulau Talaud, Pulau Maju dan Tifor
di Maluku Utara, masuk ke Halmahera. Serta ke Kepulauan Halmahera.
d. Pedologi
dan Edapologi
Kajian mengenai
proses-proses pembentukan tanah beserta faktor-faktorpembentuknya, klasifikasi
tanah, survei tanah, dan cara-cara pengamatan tanah dilapang, dinamakan pedologi. .
Apabila tanah dipelajari dalam hubungannya dengan pertumbuhan tanamann
disebut edapologi. Tanah merupakan tubuh alam, sebagai materi,
dan sebagai faktor produksi. Sebagai tubuh alam, tanah dibentuk oleh
prosesproses dan faktor-faktor pembentuk tertentu. Sebagai bahan atau materi
tanah memiliki sifat-sifat tertentu (sifat fisika, sifat kimia, dan sifat
biologi). Kepulauan Indonesia yang berada di sekitar Khatulistiwa mempunyai
iklim Khatulistiwa atau iklim tropis yang panas dan lembab. Udara yang bergerak
arah horizontal atau hampir horizontal dari daerah yang bertekanan udara tinggi
ke daerah bertekanan udara rendah, dinamakan angin. Angin yang mempengaruhi iklim
Indonesia adalah angin musim.
Berdasarkan faktor letak
dan sifat Kepulauan, maka iklim Indonesia mempunyai
empat sifat dasar (Sandy, 1985):
1. Suhu udara rata-rata tahunan tinggi,
akibat letak Indonesia dekat Khatulistiwa
2. Angin yang mempengaruhi iklim Indonesia
adalah angin musim yang membawa musim hujan dan musim kemarau ,
sebagai akibat perbedaan tekanan udara di benua Asia dan Australia;
3. Bebas dari hembusan angin topan, karena
Kepulauan Indonesia sebagain terbesar terletak tidak lebih dari 10º LU atau 10º
LS
4. Kadar kelembaban udara senantiasa tinggi,
karena wilayah Indonesia berbentuk
Kepulauan, laut menyebabkan tidak adanya
perbedaan suhu yang ekstrim.
e. Hidrologi
Hidrologi mempelajari seluk
beluk air, kejadian dan distribusinya, sifat alami, dan sifat kimiawinya, serta
reaksinya terhadap kebutuhan manusia dan makhluk hidup lainnya (Sri Harto,
1993). Aliran air tawar atau payau yang mengalir melalui terusan alami yang
kedua pinggirnya dibatasi oleh tanggul-tanggul alam selanjutnya bermuara di
laut, danau atau saluran lainnya, dinamakan sungai. Sedangkan, sebuah kawasan
yang dibatasi oleh pemisah topografik (punggung bukit) yang menampung,
menyimpan, dan mengalirkan curah hujan yang jatuh di atasnya ke sungai utama
yang bermuara di danau, atau laut, dinamakan daerah aliran sungai, disingkat
DAS. Cekungan luas di daratan yang kemudian digenangi air, dinamakan danau. Air
danau umumnya berasal dari air hujan atau airtanah. Danau-danau di Indonesia
terbentuk karena kegiatan gunung api, gerakan tektonik, dan dibuat manusia.
f. Oseanografi
Oseanografi memfokuskan diri dalam kajian
aspek geologi, fisika, kimia, dan biologi kelautan. Paparan Sunda merupakan
paparan benua dengan luas 1,8 juta km², paparan terluas di dunia. Paparan ini menghubungkan
pulau-pulau Jawa, Kalimantan, dan Sumatera dengan daratan Asia, dan meliputi
antara lain Laut Cina, Teluk Thailand, selat Malaka dan Laut Jawa. Suhu air
laut pada permukaan perairan laut di Indonesia umumnya berkisar antara 28º-31º
C. Pada lokasi umbalan (upwelling) misalnya di Laut Banda suhu air
permukan bisa turun sampai 25º C. Suhu dekat pantai biasanya sedikit lebih
tinggi daripada didaerah lepas pantai. Pada goba (lagoon) yang dangkal
atau dikobakan air yang terperangkap karena air surut, terjadi suhu panas
disiang hari, kadang-kadang dapat mencapai lebih dari 35°C. suhu air cukup
panas tentu bisa dijumpai didepan pelimbahan industri atau pembangkit listrik
yang membuang bekas air pendinginnya ke laut. Di depan intalasi LNG Bontang (
Kaltim ), bisa keluar kelaut lidah air dengan suhu sekitar 37°C. Sebaran suhu
secara vertikal diperairan laut Indonesia terdiri dari lapisan hangat, lapisan
termoklin, dan lapisan dingin. Tinggi gelombang rerata di perairan laut
Indonesia berkisar antara 1,5 – 2,5 meter (Susanto, 1987). Gelombang setinggi
ini sudah dapat dimanfaatkan sebagai sumber energi pembangkit listrik tenaga
gelombang.
Gelombang di perairanIndonesia dapat
berupa :
1) seas, gelombang yang
timbul karena gerakan angin, masih dipengaruhi oleh
angina di daerah pembentukannya dengan bentuk
yang tidak teratur, panjang
dan periode gelombang bervariasi;
2) Swell, gelombang laut
yang telah keluar dari daerah pembentukannya, tidak
dipengaruhi oleh angin, panjang gelombangnya
lebih panjang daripada seas dan
sifatnya lebih teratur;
3) Tsunami, yang terjadi
karena gempa tektonik, lahan lahan longsor, dan letusan
gunung api laut, dengan panjang gelombang
sangat panjang bisa mencapai
ratusan kilometer, dan dan periode
gelombangnya sangat lama, nilai tinggi
gelombang lebih tinggi dari gelombang
terdahulu, dengan kecepatan perjam
bisa mencapai 800 km/jam, serta tinggi
gelombang meningkat setelah mencapai
daerah pantai; dan
4) Gelombang pasang surut, yang
terjadi pada saat surut air laut.
2.3 Aspek
Manusia
a. Kependudukan
Menurut
sensus penduduk tahun 1990 jumlah penduduk indonesia sebanyak
179.321.641 jiwa, meningkat menjadi 203.456.005 jiwa pada sensus penduduk 2000.
Pertumbuhan rata-rata per tahun penduduk Indonesia selama periode 1990-2000
adalah 1,61%, kemudian periode 2000-2005 turun menjadi 1,40%. Diproyeksikan
periode 2005-2010 pertumbuhan penduduk Indonesia akan turun menjadi 1,07 persen
dan 2010-2020 akan turun lagi menjadi 0,68 persen. Penurunan pertumbuhan
penduduk dalam dasawarsa terakhir berkaitan dengan penurunan angka fertilitas,
maka terjadinya penurunan mortalitas di Indonesia tidak akan memberikan dampak
pada pertumbuhan penduduk.
Persebaran dan kepadatan penduduk secara
pasial tidak merata dan tidak sama. Kosentrasi penduduk hingga saat ini masih
dipulau Jawa. Hal ini terkait dengan aspek fisik wilayah, ekonomi, dan politik.
Kepadatan penduduk Pulau Jawa tahun 2000 adalah 904 orang per kilometer
persegi. Kepadatan penduduk yang tinggi akan berpengaruh terhadap lingkungan
sosial, misalnya akan menimbulkan kesulitan memenuhi kebutuhan hidup,
terjadinya kerawanan sosial, lunturnya nilai-nilai sosial, munculnya
masalah-masalah pendidikan, kesehatan masyarakat, dan rasa aman. Pengaruhnya
terhadap lingkungan fisik antara lain makin sempitnya lahan produktif untuk
pertanian, terjadinya banjir pada musim hujan, kerusaan hutan, kekeringan pada
musim kemarau, terjadi pencemaran lingkungan.
Tjiptoherijianto (1998) berpendapat,
pola migrasi di Indonesia belum mengalimi perubahan dengan arus migrasi masih
berada di sekitar Pulau Jawa dan Sumatera. Migrasi keluar dari Pulau Jawa
terbanyak masuk ke Pulau Sumatra. Demikian juga migrasi keluar dari Pulau
Sumatera terbanyak masuk ke Pulau Jawa. Dan juga migrasi keluar dari
pulau-pulau di Kawasan Timur Indonesia seperti Kalimantan, Papua, Maluku,
kebanyakan masuk ke Pulau Jawa. Pada umumnya migran di Indonesia yang berasal
dari daerah pedesaan dan bekerja di daerah perkotaan tidak memanfaatkan hasil
kerja mereka di daerah tujuan, namun dikembalikan ke daerah asal dalam bentuk
pengiriman uang (remittance). Jika dilihat sepintas maka tingkat kehidupan
mereka di daerah perkotaan dapat dikatakan berada pada garis batas kemiskinan.
Umumnya migrasi berasal dari daerah yang kurang berkembang menuju ke daerah
yang lebih berkembang. Pengalihan pengetahuan dan keterampilan yang diperoleh
di daerah tujuan dapat dimanfaatkan jika migrant tersebut kembali ke daerah
asalnya.
b.
Aktivitas
Ekonomi
Sebagian besar penduduk Indonesia (54%)
pada tahun 2005 berdiam di daerah pedesaan, dengan mengantungkan hidup pada
sektor pertanian (tanaman pangan, tanaman perkebunan, perikanan, peternakan,dan
kehutanan). Pertanian tanaman pangan meliputi pertanian lahan kering dan
pertanian lahan basah. Pertanian lahan kering adalah suatu sistem pertanian
yang lebih banyak menggantungkan diri pada curah hujan. Sistem pertanian yang
mendapatkan air secara teratur dari sistem irigasi dinamakan pertanian lahan
basah. Usaha tani tanaman pangan dikembangkan dalam bentuk ladang, tegalan,
sawah. Jenis tanaman yang dibudidayakan pada usaha tani tanaman pangan adalah
padi dan nonpadi. Dalam rangka mengimbangi pertambahan penduduk, dan
mengimbangi kebutuhan masyarakat akan pangan, melalui usaha intensifikasi,
ekstensifikasi, diversifikasi, dan rehabilitasi usaha tani tanaman pangan
dilaksanakan secara terpadu, serasi, dan merata disesuaikan dengan kondisi
tanah, air, iklim serta memperhatikan pola kehidupan masyarakat setempat yang
terus berubah.
c.
Aktivitas
Sosial
Manusia pada hakekatnya adalah makhluk
sosial. Sosialitas manusia terwuud dalam kesejajaran dengan sesama. Masyarakat
Indonesia dipandang sebagai sistem sosial yang terpadu dan utuh, masing-masing
komponen yang ada di dalamnya saling mempengaruhi dan menunjukan fungsi yang
saling terkait. Dalam interaksi sosial manusia Indonesia melakukan hubungan
sosial yang dinamis, baik hubungan antarindividu, antarkelompok dan hubungan
antarindividu dengan dengan kelompok.
Dalam aktivitas sosial manusia Indonesia
selalu mengakomodasi pranata-pranata sosial dan lembaga-lembaga sosial.
Organisasi yang bertujuan memenuhi suatu kebutuhan dalam berbagai aspek
kehidupan, disebut pranata sosial, yang meliputi pranata yang bertujuan
memenuhi kebutuhan ekonomi, kebutuhan pendidikan, kebutuhan ilmiah manusia,
kebutuhan keagamaan, kebutuhan untuk mengatur kehidupan bernegara. Bentuk
badan-badan yang mengorganisasi yang melakukan aktivitas-aktivitas
kemasyarakatan, disebut lembaga sosial atau lembaga kemasyarakatan.
d.
Aktivitas
Budaya
Manusia Indonesia mempunyai referensi
yang dibanggakan, yaitu kebudayaan nasional Indonesia, yang memberikan
kebanggaam kepada semua warga negara Indonesia, sebagai obyek referensi
identifikasi diri. Kebudayaan Nasional Indonesia adalah totalitas nilai-nilai,
gagasan-gagasan, dan perilaku manusia Indonesia serta hasil fisiknya, baik yang
tradisional maupun ciptaan masa kini, yang semuanya terintegrasi secara selaras
dan bermakna dalam nasional Indonesia yang dinamis. Ada tiga hal dalam
kebudayaan nasional yang dibanggakan sebagai berikut:
1) Adanya
satu bahasa nasional, yaitu bahasa Indonesia yang jarang dimiliki Negara
multietnik lain.
2) Adanya
toleransi yang tinggi terhadap kebudayaan suku bangsa lain, yang memudahkan
bangsa Indonesia yang terdiri dari ratusan suku bangsa, dengan kebudayaan,
bahasa, agama, dan kepercayaan yang berbeda dapat bersatu.
3) Hasil-hasil
karya seni, terutama yang tradisional, banyak yang indah dan bermutu tinggi.
e.
Aktivitas
Politik dan Pertahanan Keamanan
Penataan
kehidupan politik dalam negeri diarahkan pada pertumbuhan dan perkembangan
tatanan politik berdasarkan Pancasila UUD 1945. Pembangunan politik dalam
negeri ditujukan pada pengembangan etika dan moral budaya politik dalam
mewujudkan kehidupan politik yang mantap dengan makin berperan dan berfungsinya
suprastruktur dan infrastruktur politik secara efektif, otonomi daerah secara
nyata dan bertanggung jawab serta kesadaran dan peran serta politik masyarakat
yang terus meningkat, termasuk upaya pemantapan keyakinan rakyat terhadap
Pancasila sebagai satu-satunya asas dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa
dan bernegara.
Dalam
terpeliharanya kemantapanstabilitas politik yang sehat dan dinamis, mantapnya
mekanisme demokrasi Pancasila serta
mantapnya mekanisme dan siklus kepemimpinan nasional berdasarkan UUD 1945
secara terus-menerus ditingkatkan dan ditumbuh kembangkan. Demokrasi Pancasila
dibangun di atas landasan budaya plitik Pancasila. Reformasi yang
diselenggarakan bangsa Indonesia mencakup segenap bidang kehidupan, termasuk
reformasi bidang poltik, yang dituangkan dalam Ketetapan MPR hasil sidang
istimewah tahun 1998, UU, dan peraturan perundang-undangan lainnya.
Penyelenggaraan
pertahanan keamanan negara mencakup keseluruhan daya maupun bangsa dan negara
disusun, disiapkan, dan dikerahkan secara terpadu dan terkendali serta
didasarkan pada keyakinan akan kekuatan sendiri dan tidak kenal menyerah dan
dijiwai keyakinan akan kebenaran Pancasila dan UUD 1945.
2.4 Definisi
Kemajemukan Masyarakat
Keragaman yang terdapat dalam kehidupan sosial
manusia melahirkan masyarakat majemuk. Majemuk berarti banyak ragam,
beraneka, berjenis-jenis. Istilah Masyarakat Indonesia Majemuk pertama
kali diperkenalkan oleh Furnivall dalam bukunya Netherlands India : A Study of
Plural Economy (1967), yang isinya menggambarkan kenyataan masyarakat Indonesia
yang terdiri dari keanekaragaman ras dan etnis sehingga sulit bersatu dalam
satu kesatuan sosial politik. Kemajemukan masyarakat Indonesia ditunjukkan oleh
struktur masyarakatnya yang unik, karena beranekaragam dalam berbagai hal.
Selain itu ia juga mengatakan bahwa ciri utama masyarakatnya adalah
berkehidupan secara berkelompok yang berdampingan secara fisik, tetapi terpisah
oleh kehidupan sosial dan tergabung dalam suatu satuan politik. Konsep ini
merujuk pada masyarakat Indonesia masa kolonial. Masyarakat Hindia-Belanda
waktu itu dalam pengelompokan komunitasnya didasarkan atas ras, etnik, ekonomi,
dan agama. Konsep masyarakat majemuk Furnivall diatas, dipertanyakan
validitasnya sekarang ini sebab telah terjadi perubahan fundamental akibat
pembangunan serta kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi.
Usman Pelly (1989) mengkategorikan masyarakat
majemuk disuatu kota berdasarkan dua hal, yaitu pembelahan horizontal dan pembelahan
vertikal. Secara horizontal, masyarakat majemuk dikelompokan berdasarkan :
a. Etnik
dan ras tau asal usul keturunan
b. Bahasa
daerah
c. Adat
istiadat atau perilaku
d. Agama
e. Pakaian,
makanan, dan budaya material lainnya
Secara vertikal, masyarakat majemuk dikelompokan
berdasarkan :
a. Penghasilan
atau ekonomi
b. Pendidikan
c. Pemukiman
d. Pekerjaan
e. Kedudukan
sosial politik
2.5 Faktor
Penyebab Kemajemukan Masyarakat Indonesia
1.
Keadaan geografis wilayah Indonesia
Kondisi
geografis Indonesia yang berupa kepulauan yang dipisahkan oleh laut
dan selat memungkinkan penduduk yang menempati pulau itu tumbuh menjadi
kesatuan suku bangsa yang terisolasi dengan yang lain. Setiap suku bangsa
mengembangkan pola perilaku, bahasa, dan ikatan kebudayaan lainnya yang berbeda
dengan suku bangsa yang lain.
2. Letak
kepulauan Indonesia diantara dua benua dan dua samudra
Letak
geografis Indonesia memungkinkan masuknya pengaruh asing dari berbagai
bangsa.Bangsa asing tertarik untuk dating, singgah, dan menetap di
Indonesia.Mereka berupaya memperkenalkan budayanya terhadap bangsa Indonesia.
3. Pembangunan
Pembangunan
di berbagai sektor memberikan pengaruh bagi keberagaman masyarakat Indonesia.
Kemajemukan ekonomi dan industralisasi yang terjadi dalam masyarakat Indonesia
menghasilkan kelas sosial yang didasarkan pada aspek ekonomi.
4. Iklim dan
tingkat kesuburan tanah yang berlainan di berbagai daerah di Indonesia
Iklim
yang berbeda diberbagai daerah menimbulkan kondisi alam yang berlainan pula
kondisi demikian akan membentuk pola perilaku dan sistem mata pencaharian yang
berbeda. Pada akhirnya akan tercipta keberagaman antar daerah di Indonesia.
2.6 Ciri-ciri
Masyarakat Majemuk
Ciri-ciri masyarakat majemuk menurut Vandenberg :
a. Segmentasi ke dalam
kelompok-kelompok
b. Kurang mengembangkan
konsensus
c. Sering mengalami
konflik
d. Integrasi sosial atas
paksaan
e. Dominasi suatu
kelompok atas kelompok lain
2.7 Kemajemukan
Masyarakat Indonesia
1.
Kemajemukan Agama
Masyarakat Indonesia merupakan masyarakat
religius (agamis). Kesetiaan dan kepatuhan nilai hidup religius atau keagamaan
menjadi jiwa atau semangat dasar sumber inspirasi, motivasi, dan tonggak
pedoman arah bagi manusia dalam menentukan dan mengambil sikap yang tepat dan
benar terhadap setiap perkembangan dan kemajuan yang ada. Agama-agama di
Indonesia, melalui doktrin-doktrin imannya mengajarkan bahwa dalam hubungan
dengan sesama, manusia senantiasa berusaha menciptakan sebuah relasi sosial
yang harmonis dan human. Manusia menjadi sesama bagi orang lain, yang
ditunjukan lewat sikap saling menghormati dan menghargai, saling membantu dan
melayani serta saling mencintai.
Dalam hubungannya dengan lingkungan sekitar,
setiap agama mengajarkan agar manusia senantiasa berusaha mengolah, dan
memelihara kelestariannya. Kesalehan hidup religius dan kesetiaan pada komitmen
moral menjadi kompas kehidupan bagi manusia Indonesia di tengah amukan dan arus
badai masyarakat global. Penghayatan hidup religius yang baik dan benar serta
kesetiaan merupakan komitmen moral menjadikan manusia semakin manusiawi dan
mampu menilai secara kritis setiap perkembangan dan kemajuan yang ada, serta
dapat menentukan sikap yang tepat dan benar dalam situasi tersebut. Dengan
demikian tidak dapat tergoda dan tenggelam dalam superioritas dangkal dan
mental mencari gampang. Fakta bahwa manusia sering mengalami keterpecahan dan
teraleinasi dari diri dan dunianya, merupakan indikasi bahwa orang belum
menghayati hidupnya secara baik dan benar sesuai dengan ajaran imannya. Ia
belum sanggup mengaktualisasikan visi dan misi dasar keagamaannya.
Kebinekaan agama (Islam, Protestan, Hindu, Budha,
Katolik, Konghuchu dan Aliran Kepercayaan Kepada Tuhan Yang Maha Esa.)
merupakan kenyataan hidup dalam masyarakat Indonesia. Setiap agama itu
mempunyai ajaran dan cara mengungkapkan diri yang berbeda dalam kehidupan
konkret, namun semuanya mempunyai satu tujuan, yakni mau membimbing dan
menuntun manusia kepada keselamatan. Setiap agama mengajarkan dan menunjukkan
kepada manusia jalan keselamatan, lewat ajarannya tentang kebenaran, keadilan
dan kasih. Setiap agama melalui doktrin imannya, tidak pernah membenarkan dan
mengamini setiap perbuatan dan tindakan manusia yang dapat merugikan dan
menghancurkan kehidupan sesama dan lingkungannya. Ia mengajarkan bahwa dalam
hubungan dengan sesama, manusia kiranya senantiasa berusaha menciptakan sebuah
relasi sosial yang harmonis dan human. Manusia semestinya selalu menjadi sesama
orang lain. Hal ini dapat ditunjukkan lewat sikap saling menghormati dan
menghargai, saling membantu dan melayani serta saling mencintai. Dalam hubungan
dengan lingkungan sekitar, setiap agama mengajarkan agar manusia senantiasa
berusaha mengolah, menjaga, dan memelihara kelestariannya, bukan
mengeksploitasi dan merusakannya.
Kesetiaan dan kepatuhan menghayati nilai-nilai
hidup religius atau keagamaan menjadi jiwa atau semangat dasar, sumber inspirasi,
motivasi dan tonggak pedoman arah bagi manusia Indonesia, dalam menentukan dan
mengambil sikap yang tepat dan benar terhadap setiap perkembangan dan kemajuan
yang ada. Dengan demikian manusia Indonesia tidak terjerumus dan tergiur untuk
menikmati tawaran-tawaran kenikmatan dunia yang dangkal, seperti kekuasaan,
pangkat, popularitas diri, dan harta kekayaan. Sebaliknya, dengan menghayati
nilai-nilai religius atau keagamaan secara baik dan benar, orang justru semakin
terbuka dan kritis untuk mengevaluasi dan melihat nilai-nilai luhur yang ada
dibalik setiap perkembangan dan kemajuan yang, Juga orang akan semakin peka dan
tanggap memperhatikan kehidupan sesama dan kelestarian lingkungan sekitarnya.
Dengan demikian manusia tidak kehilangan identitas dan jati dirinya
sebagai homo religious dan man for other’s di
tengah arus kemajuan tingkat peradabannya sendiri.
2.
Kemajemukan Ras
Kata
ras berasal dari bahasa prancis dan italia, yaitu razza.Pertama kali istilah
ini diperkenalkan Franqois Bernier, antropologi prancis untuk mengemukakan
gagasan tentang pembedaan manusia berdasarkan kategori atau karakteristik warna
kulit dan bentuk wajah.Setelah itu, orang lalu menetapkan hierarki manusia
berdasarkan karakteristik fisik atau biologis.
Berdasarkan
karakteristik biologis, pada umumnya manusia dikelompokkan dalam beragai
ras.Manusia dibedakan menurut bentuk wajah, rambut, tinggi badan, warna kulit,
mata, hidung, dan karakteristik fisik lainnya.Jadi, ras adalah perbedaaan
antara manusia menurut atau berdasarkan ciri fisik biologis.Ciri utama pembeda
antara ras yaitu ciri alamiah rambut pada badan, warna alami rambut, kulit, dan
iris mata, bentuk lipatan penutup mata, bentuk hidung serta bibir, bentuk
kepala dan muka, ukuran tinggi badan.
Ciri-ciri yang menjadi identitas dari ras
bersifat objektif atau somatic.Secara biologis, konsep ras selalu dikaitkan
dengan pemberian karakteristik seseorang atau sekelompok orang ke dalam suatu
kelompok tertentu yang secara genetic memiliki kesamaan fisik, seperti warna
kulit, mata, rambut, hidung, atau potongan wajah.Perbedaan seperti itu hanya
mewakili factor tampilan luar.
Semua
kelompok ras kurang lebih sama dalam karakteristik fisik yang penting. Meskipun
terdapat beberapa pengecualian, perbedaan fisik yang ada hanyalah bersifat
kosmetik dan tidak fungsional.Perbedaan fisik pada makhuk manusia sangat
sedikit, jika dibandingkan dengan perbedaan fisik yang terdapat pada banyak
makhluk hidup lainnya, misalnya anjing dan kuda.
Kebayakan
ilmuwan dewasa ini sependapat bahwa semua kelompok ras termasuk dalam satu
rumpun yang merupakan hasil dari suatu proses evolusi, dan semua kelompok ras
kurang lebih sama kadar kemiripannya dengan hewan lainnya.
Di
dunia ini dihuni berbagai ras. Pada abad ke-19, para ahli biologi membuat
klasifikasi ras atas tiga kelompok, yaitu :
1.
Kaukasoid
2.
Negroid
3.
Mongoloid
Adapun
ras atau subras yang mendiami kepulauan Indonesia adalah sebagai berikut :
a. Papua
melanesoid yang mendiami wilayah Papua, Aru, dan Kai.
b. Weddoid
yang mendiami daerah Sumatra bagian barat laut.
c. Malayan
Mongoloid yang meliputi Proto Melayu.
d. Negroid
yang mendiami pegunungan Maoke Papua.
e. Asiatic
Mongoloid yang terdiri atas keturunan Tionghoa dan jepang yang tinggal di
Indonesia.
f. Kaukasoid
terdiri atas keturunan Belanda, Inggris, keturunan Arab, India, Pakistan yang
tinggal di Indonesia.
3.
Kemajemukan Etnis atau Suku Bangsa
Koentjaraningrat
(1990) menyatakan suku bangsa sebagai kelompok sosial atau kesatuan hidup yang
memiliki sistem interaksi yang ada karena kontinunitas dan rasa identitas yang
mempersatukan semua anggotanya serta memiliki sistem kepemimpinan sendiri.
Menurut
Narral mendefinisikan etnis adalah sejumlah orang atau penduduk yang memiliki
ciri-ciri (a) secara biologis mampu berkembang biak dan bertahan (b) mempunyai
nilai-nilai budaya yang sama dan sadar akan rasa kebersamaan dalam suatu bentuk
budaya (c) membentuk jaringan komunikasi dan interaksi sendiri (d) menentukan u
kelompoknya yang diterima oleh dan dpat dibedakan dari kelompok lain.
Tampak
bahwa etnis berbeda dari ras.Jika pengertian ras lebih didasarkan pada
persamaan ciri-ciri fisik yang dimiliki oleh seseorang individu, maka
pengertian etnis didasarkan kepada adanya persamaan kebudayaan dalam kelompok
masyarakat tersebut.
Secara
etnik, bangsa Indonesia adalah bangsa yang majemuk dengan jumlah etnik yang
besar.Mengenai jumlah suku bangsa yang ada di Indonesia telah dikemukakan oleh
para ahli.Esser, Berg dan Sutan Takdir Alisyahbana memperkirakan ada 200-250
suku bangsa.MA, Jaspan mengemukakan ada 366 suku bangsa.Koentjaraningrat
memperkirakan ada 195 suku bangsa.Hildred Geertz menyatakan lebih dari 300 suku
bangsa dengan identitas budayanya sendiri.William G. Skinner memperkirakan ada
35 suku bangsa dalam arti lingkungan hukum adat.
Di
Indonesia, istilah kelompok etnis dapat disamaartikan dengan suku bangsa, di
samping ada pula yang menyebutkan dengan golongan etnis. Misal : golongan etnis
Tionghoa.
Suku
yang berkembang di Indonesia ada yang memiliki tingkat peradaban yang telah
maju dan mampu berbaur dengan suku bangsa lain. Di samping itu juga masih
dijumpai suku bangsa atau masyarakat terasing.Masyarkat terasing merupakan suku
bangsa yang terisolasi dan masih hidup dari berburu, meramu atau berladang padi,
umbi-umbian dengan system lading berpindah.Masyarakat ini terhambat dari
perubahan dan kemajuan karena isolasi geografi atau upaya yang disengaja untuk
menolak bentuk perubahan kebudayaan.
4.
Pengaruh
Kemajemukan Masyarakat Indonesia
Pengaruh kemajemukan masyarakat Indonesia
berdasarkan suku bangsa, ras dan agama dapat dibagi atas pengaruh positif dan
negatif. Pengaruh positifnya adalah terdapat keanekaragaman budaya yang
terjalin serasi dan harmonis sehingga terwujud integrasi bangsa. Pengaruh
negatifnya antara lain :
a. Primordial
Karena
adanya sikap primordial kebudayaan daerah, agama dan kebiasaan di masa lalu
tetap bertahan sampai kini. Sikap primordial yang berlebihan disebut
etnosentris. Jika sikap ini mewarnai interaksi di masyarakat maka akan timbul
konflik, karena setiap anggota masyarakat akan mengukur keadaan atau situasi
berdasarkan nilai dan norma kelompoknya. Sikap ini menghambat tejadinya
integrasi sosial atau integrasi bangsa. Primordialisme harus diimbangi tenggang
rasa dan toleransi.
b. Stereotip
Etnik
Interaksi
sosial dalam masyarakat majemuk sering diwarnai dengan stereotip etnik yaitu
pandangan (image) umum suatu kelompok etnis terhadap kelompok etnis lain
(Horton & Hunt). Cara pandang stereotip diterapkan tanpa pandang bulu
terhadap semua anggota kelompok etnis yang distereotipkan, tanpa memperhatikan
adanya perbedaan yang bersifat individual. Stereotip etnis disalah tafsirkan
dengan menguniversalkan beberapa ciri khusus dari beberapa anggota kelompok
etnis kepada ciri khusus seluruh anggota etnis.
Dengan
adanya beberapa orang dari sukubangsa A yang tidak berpendidikan formal atau
berpendidikan formal rendah, orang dari suku lain (B) menganggap semua orang
dari sukubangsa A berpendidikan rendah. Orang dari luar suku A menganggap suku
bangsanya yang paling baik dengan berpendidikan tinggi. Padahal anggapan itu
bisa saja keliru karena tidak semua orang dari sukubangsa di luar sukubangsa A
berpendidikan tinggi, banyak orang dari luar sukubangsa A yang berpendidikan
rendah. Jika interaksi sosial diwarnai stereotip negatip, akan terjadi
disintegrasi sosial. Orang akan memberlakukan anggota kelompok etnis lain
berdasarkan gambaran stereotip tersebut. Agar integrasi sosial tidak rusak,
setiap anggota masyarakat harus menyadari bahwa selain sukubangsa ada faktor
lain yang mempengaruhi sikap seseorang, yaitu pendidikan, pengalaman, pergaulan
dengan kelompok lain, wilayah tempat tinggal, usia dan kedewasaan jiwa.
c. Potensi Konflik
Ciri
utama masyarakat majemuk (plural society) menurut Furnifall (1940) adalah
kehidupan masyarakatnya berkelompok-kelompok yang berdampingan secara fisik,
tetapi mereka (secara essensi) terpisahkan oleh perbedaan-perbedaan identitas sosial
yang melekat pada diri mereka masing-masing serta tidak tergabungnya mereka
dalam satu unit politik tertentu.
Mungkin
pendekatan yang relevan untuk melihat persoalan masyarakat majemuk ini adalah
bahwa perbedaan kebudayaan atau agama memang potensial untuk mendestabilkan
negara-bangsa. Karena memang terdapat perbedaan dalam orientasi dan cara
memandang kehidupan ini, sistem nilai yang tidak sama, dan agama yang dianut
masing-masing juga berlainan. Perbedaan di dalam dirinya melekat (inherent)
potensi pertentangan, suatu konflik yang tersembunyi (covert conflict). Namun
demikian, potensi itu tidak akan manifes untuk menjadi konflik terbuka bila
faktor-faktor lain tidak ikut memicunya. Dan dalam konteks persoalan itu
nampaknya faktor ekonomi dan politik sangat signifikan dalam mendorong
termanifestasinya konflik yang tadinya tersembunyi menjadi terbuka.
Furnivall
sendiri sudah mensinyalir bahwa konflik pada masyarakat majemuk Indonesia
menemukan sifatnya yang sangat tajam, karena di samping berbeda secara
horisontal, kelompok-kelompok itu juga berbeda secara vertikal, menunjukkan
adanya polarisasi. Artinya bahwa disamping terdiferensiasi secara kelompok
etnik agama dan ras juga ada ketimpangan dalam penguasaan dan pemilikan sarana produksi
dan kekayaan. Ada ras, etnik, atau penganut agama tertentu yang akses dan
kontrolnya pada sumber-sumber daya ekonomi lebih besar, sementara kelompok yang
lainnya sangat kurang. Kemudian juga, akses dan kontrol pada sektor politik
yang bisa dijadikan instrumen untuk pemilikan dan penguasaan sumber-sumber daya
ekonomi, juga tidak menunjukkan adanya kesamaan bagi semua kelompok.
Di
Kalimantan Barat dan Tengah para perantau Madura yang beragama Islam setahap
demi setahap bisa menguasai jaringan produksi dan distribusi ekonomi. Demikian
pula dengan orang-orang Bugis-Makassar dan Buton yang umumnya beragama Islam di
kawasan Timur Indonesia telah membuat jaringan yang cukup luas dalam sektor
ekonomi ini. Termasuk dalam kasus ini adalah orang-orang Cina yang sebagian
besar beragama non-Islam yang menguasai sebagian besar sarana dan aset produksi
serta jaringan distribusi di kota-kota besar dan menengah Indonesia. Ketika
Orde Baru memegang tampuk pemerintahan tampaknya ketimpangan ekonomi dan
politik antar kelompok etnik dan ras ini tidak secara sungguh-sungguh dicoba
untuk dihapuskan. Malah pemihakan pada kelompok tertentu sangat kentara,
sementara kelompok yang lain mengalami proses marjinalisasi. Di sinilah
polarisasi antar kelompok masyarakat yang berbeda secara kultural dan agama itu
menjadi semakin tajam. Di samping itu, pemerintah dan masyarakat di daerah
secara politik betul-betul lemah, tidak memiliki saluran institusional yang
memungkinkan kepentingan dan kebutuhan mereka dapat diakomodasi. Di sini
sentralisme adalah ciri utama sistem politik negara Orde Baru.
Memang
selama rezim Orde Baru berkuasa konflik itu tidak banyak muncul, kalaupun
terjadi ledakannya tidak besar dan akan segera diredam secara represif. Namun
pendekatan keamanan itu tidak menghilangkan potensi konflik tersebut, karena
akar persoalannya tidak dipecahkan. Hubungan antar kelompok tetap dalam situasi
ketegangan, menunggu momen untuk meledak. Karena itu, ketika rezim Orde Baru
mulai kehilangan legitimasi dan kemudian jatuh, konflik yang tadinya laten
menjadi terbuka.
Hal
ini dikarenakan, bahwa pengkotakan masyarakat hanya mampu menekan eskalasi
konflik dan disharmoni sosial dalam masyarakat, namun ia tidak mampu
menghilangkan poensi-potensi konflik yang telah lama dan masih terpendam dalam
masyarakat. Konflik dan disharmoni sosial dapat muncul karena mereka,
kelompok-kelompok sosial tersebut tetap hidup berdampingan secara fisik dalam
suatu komunitas masyarakat. Pembenaran atas ketidaksamaan, pada hakekatnya
adalah juga sebentuk pembenaran terhadap adanya potensi potensi konflik dalam
masyarakat yang pluralis.
DAFTAR PUSTAKA
Effendi,
Ridwan dan Elly Malihah. (2007) . Pendidikan
Lingkungan Sosial Budaya dan Teknologi. Bandung : Yasindo Multi Aspek
Hermawan,
Ruswandi dan Kanda Rukandi. (2007). Perspektif
Sosial Budaya. Bandung: UPI PRESS
Hermawan,
Ruswandi dkk. (2006) . perkembangan
masyarakat dan Budaya. Bandung : UPI PRESS
Kuswanto
dan Bambang Siswanto. (2003). Sosiologi. Solo: Tiga Serangkai
Verstappen, H.Th., 1983, Applied Geomorphology: Geomorphological Survey for Environmental
Development, Amasterdam: Elsevier