SEJARAH UMA LENGGE BIMA NUSA TENGGARA BARAT YANG JARANG SEKALI ORANG KETAHUI
Uma Lengge , Bima, Nusa Tenggara Barat, Indonesia |
Lengge
merupakan salah satu rumah adat tradisional Bima yang dibuat oleh nenek moyang
suku Bima(Mbojo) sejak zaman purba. Sejak dulu, bangunan ini tersebar di
wilayah Sambori, Wawo dan Donggo. Khusu di Donggo terutama di Padende dan Mbawa
terdapat rumah yang disebut Uma Leme. Dinamakan demikian karena rumah tersebut
sangat runcing dan lebih runcing dari Lengge. Atapnya mencapai hingga ke
dinding rumah. Namun saat ini jumlah Lengge atau Uma Lengge semakin
sedikit. Di kecamatan Lambitu, Lengge dapat ditemukan di desa Sambori yang
berjarak sekitar 40 km sebelah tenggara kota Bima. Meskipun ada juga di desa
lain seperti di Kuta, Teta, Tarlawi dan Kaboro dalam wilayah kecamatan Lambitu.
Di
kecamatan Donggo juga terdapat Lengge. Meskipun memiliki sedikit perbedaan
dengan Lengge Sambori maupun Lengge yang ada di Wawo. Secara umum, struktur Uma
Lengge berbentuk kerucut setinggi 5- 7 cm, bertiang empat dari bahan kayu,
beratap alang-alang yang sekaligus menuturpi tiga perempat bagian rumah sebagai
dinding dan memiliki pintu masuk dibawah (Muslimin Hamzah, Ensiklopedia Bima
Hal 161).
Uma
Lengge terdiri dari tiga lantai. Lantai pertama digunakan untuk menerima tamu
dan kegiatan upacara adat. Lantai kedua berfungsi sebagai tempat tidur
sekaligus dapur. Sedangkan lantai ketiga digunakan untuk menyimpan bahan
makanan seperti padi, palawija dan umbi-umbian. Pintu masuknya terdiri dari
tiga daun pintu yang berfungsi sebagai bahasa komunikasi dan sandi untuk para
tetangga dan tamu. Menurut Safiun (65 thn) warga Sambori, jika daun pintu
lantai pertama dan kedua ditutup, hal itu menunjukan bahwa yang punya rumah
sedang berpergian tapi tidak jauh dari rumah. Tapi jika ketiga pintu ditutup,
berarti pemilik rumah sedang berpergian jauh dalam tempo yang relatif lama. Hal
ini tentunya merupakan sebuah kearifan yang ditunjukkan oleh leluhur
orang-orang Bima. Ini tentunya memberikan sebuah pelajaran bahwa meninggalkan
rumah meski meninggalkan pesan meskipun dengan kebiasaan dan bahasa yang
diberikan lewat tertutupnya daun pintu itu. Disamping itu, tamu atau tetangga
tidak perlu menunggu lama karena sudah ada isyarat dari daun pintu tadi.
Seiring
perubahan zaman, Uma Lengge sudah banyak yang dipermark disesuaikan dengan
kebutuhan masa kini. Atapnya sudah banyak yang terbuat dari seng. Fungsinya
juga sudah banyak yang menjadi lumbung. Lengge-lengge yang ada di wawo saat ini
sudah banyak yang difungsikan sebagai lumbung padi. Keberadaan lengge di
kecamatan Wawo menjadi salah satu obyek wisata budaya di kabupaten Bima. Banyak
wisatawan manca negara yang berkunjung ke Lengge Wawo untuk melihat dan
meneliti tentang sejarah Uma Lengge.
Lengge
Sambori juga merupakan salah satu aset dan obyek wisata desa adat yang telah
dicanangkan oleh pemerintah Kabupaten Bima. Sambori terletak di lembah gunung Lambitu
yang sejuk dan dingin tanpa polusi udara. Menurut penelian sejarah orang orang
Sambori atau yang dikenal dengan nama Dou Donggo Ele dan orang-orang Donggo Ipa
atau di kecamatan Donggo sekarang merupakan suku asli Bima. Tapi apakah
orang-orang sambori dan Donggo sekarang adalah suku asli Bima? Saya tidak
sependapat karena orang-orang Sambori dan Donggo yang ada sekarang telah
mengalami perkawinan campuran dengan suku mbojo lainnya maupun suku-suku lain
di Indonesia. Raut wajah mereka juga tidak seperti yang digambarkan oleh
sejarahwan M. Hilir Ismail dengan ciri keningnya agak lebar, berewokan, mirip
profil di Nusa Tenggara Timur. Sedangkan suku Mbojo sekarang merupakan
pembauran dengan suku pendatang dari Jawa dan Makassar.
Tapi
asumsi yang bisa dikembangkan adalah orang-orang yang pernah mendiami
wilayah pegunungan sekitar gunung La’mbitu( Donggo Ele) dan gugusan pegunungan
soromandi( Donggo Ipa) adalah penduduk asli Mbojo(Bima). Mereka menyingkir
karena terdesak oleh kaum pendatang, lari dari pemukiman mereka yang semula di
pinggir pantai kemudian menuju dataran tinggi. Dalam bahasa Bima lama, Donggo
itu berarti tinggi atau dataran tinggi. Sehingga mereka disebut dengan Dou
Donggo yaitu orang-orang dari dataran tinggi.
Lengge
Sambori dan Lengge Wawo adalah aset budaya Bima yang harus terus dirawat dan
dijaga. Itu adalah warisan leluhur yang sangat berarti bagi generasi. Dia
adalah titipan keluguan peradaban yang akan terus bercerita sampai anak cucu
kita. Untuk kepentingan pariwisata dan PAD Daerah, sudah seharusnya promosi dan
penataan dilakukan sehingga akan menarik minat orang untuk berkunjung baik
dalam rangka berwisata budaya maupun peneliatian-penelitian ilmiah.
Daftar Bacaan : Ensiklopedia Bima, Muslimin Hamzah, Buletin Bima
akbar Pemkab. Bima, dan Buletin wisata Akbar).